Mohon tunggu...
MUHAMMAD ERIK NURHIDAYAT
MUHAMMAD ERIK NURHIDAYAT Mohon Tunggu... Administrasi - Penimba Ilmu

mahasiswa jurnalistik di AKY (Akademi Komunikasi Yogyakarta) Penggemar dunia fotografi, tulis-menulis dan berbagai hal yang baru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rindu Ibu

22 Desember 2020   13:57 Diperbarui: 23 Desember 2020   11:37 2631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://www.pinterest.com/pin/411657222187381667/

Sebuah kenangan terbesit dalam setiap kedipan mata . Darah daging ini sudah disusui olehnya Ibu dengan ASI yang kurang lebih selama 2 tahun lamanya . Sudah pasti hati ini tergembok kuat dengan butiran kasih sayang Ibu . Ibu / Ummi ( saya sebut panggilan sehari-harinya ) . Sebelas tahun lamanya, Ummi sudah meninggalkan dunia ini. Tapi ikatan batin yang begitu kuat sungguh bersemayam lama di titik terdalam .Senyum manisnya yang selalu memberikanku semangat . Ummi yang amat kusayang dan selalu menjadi motivatorku hingga kini . Karena hati ini meyakini , bahwa walau jasad telah dikebumikan , Ummi masih ada di dalam hati dan doa saya .Setiap kali merindukannya , sering kali pula Ummi datang dalam mimpiku . Menangis hal yang lumrah untuk seorang anak yang sudah lama ditinggalkan oleh ibunya . Namun di setiap doa-doaku adalah cara bagaimana kita bisa berkomunikasi dengannya secara spiritual . 

Selama Ummi masih hidup , Ummi sangat dekat dengan saya anak ragil ( anak ke empat dari 4 bersaudara ). Mungkin umur yang terpaut jauh dengan kakak-kakaku yang berselisih umur sekitar 10 tahunan, membuat hubungan aku dan ibuku sangatlah dekat . Abi ( panggilan saya ke bapak ) , juga telah meninggalkan dunia ini lebih dulu sekitar 5 tahun silam sebelum Ibu meninggal . Mereka berdualah orang yang sangat special bagiku . Kasih sayang dan pengorbanan yang sungguh luar biasa , mereka lakukan demi anak-anaknya . Orang tuaku bukanlah berasal dari keluarga yang berpunya/ kaya raya , sebut saja sederhana dan alhamdulillah cukup , dengan rumah yang biasa dan penghasilan orang tua yang harus banting tulang untuk mencukupi kebutuhan 4 anaknya . 

Ibuku seorang buruh cuci , jual soto  juga lauk-pauk di kampung . Abi seorang pedagang kacang rebus dan jagung keliling ,sesekali juga jualan wedang ronde . Abi [pagilan ke bapak saya sehari-hari ) menjajakan dagangannya yang harus berjalan / mendorong gerobak hingga 7 km dari rumah . Tapi semua itu kami syukuri , justru dari hal sederhanalah kami banyak belajar .Ibuku terutama yang selalu tegar , kuat, sabar dengan keadaan . Ibu menjalaninya dengan sepenuh hati  tanpa mengeluh sedikitpun . Rasa lelah yang mungkin dirasakan , peluh keringat setiap harinya akan terobati jika anak-anaknya biasa bahagia tidak kurang sesuatupun . Hingga pendidikan anak dinomersatukan olehnya , bagaimanapun Ibu selalu mengutamakan pendidikan anak . " Le , koe sek penting koe sekolah . Rasah miker , kahanan ibu bapakmu , koe sholeh , pinter  , ibu wes  senang . Koe sekolah sek bener yo! " ( jawa : nak , kamu yang terpenting sekolah . Tidak usah ikut berfikir tentang keadaan keluarga . Kamu jadi anak sholeh dan pintar , sudah membuat ibu senang . Kamu sekolahnya yang benar ya ! ". Begitulah sering kali saya dengar nasihat dari ibu saya , dia sangat mempedulikan anak-anaknya . 

Saya sendiri anak ragil yang notabene orang bilang sering dimanja . Lain dengan perlakuan ibu kepadaku . Saya tidak pernah dimanja , dibelikan ini itu , ketika merengek harus beli sesuatu . Sekali lagi bukan . Saya lahir di keluarga yang penuh dengan pembelajaran . Ibu mengajarkan aku tentang bagaimana kita bisa mengenal , belajar , suka -duka tentang kehidupan . Sering kali ibuku mengajakku belanja sembari bercerita tentang kehidupan jaman dahulu ( biasanya tentang masa gadis dan usia muda ibu). Dahulu belum punya motor , jadi hanya berjalan kaki yang jaraknya sekitar 3 kilometeran dari rumah , asyiknya kita lewati rumah-rumah penduduk yang masih khas dengan bangunan tua ( Kotagede , Yogyakarta )  . Ibu juga mengajakku untuk ikut berjualan, saya sering kali membantu ibu mencuci piring-piring kotor , meracik sayuran , bumbu-bumbu dan membantu ibu memasak juga . Semua perlakuan itu , membuat saya terdidik menjadi anak yang mengerti akan nilai perjuangan hidup . Semua pekerjaan itu mulia dan jangan sampai kita merendahkan pekerjaan orang lain . Kita hidup rak mung mampir ngombe ( hanya sementara ) , jadi kitapun wajib menjadi manusia yang selalu eling marang gusti ( dengan tuhan YME ). 

Ibuku , sosok perempuan yang taat beribadah . Salah satu motivasi untukku selama ini yaitu melaksanakan sholat tahajud dan sholat dhuha . Disana salah waktu-waktu terdekat kita dengan sang Penguasa Jagad Raya , Alloh swt . Doa dan sholat , dua cara kita bercengkrama dengan tuhan kita , mengadu nasib , mengharapkan ketenangan , kecukupan rejeki dan tempat pengakuan salah dan dosa . Hingga kini, sikap sholehah ibuku itulah yang membuat aku selalu ingat dimana kita berasal . Salah satu mimpi yang tidak sampai terwujud selama ibuku masih ada adalah ibuku melihat aku berumah tangga. Tapi tidak ada yang tahu tentang rahasia Alloh swt , tahun 2017 lalu saya menikah , 8 tahun setelah ibuku meninggal . Menjadi seorang anak yatim piatu pun tidak mudah menerimanya . Awalnya , sungguh berat diumurku yang masih belia , belum mempunyai pekerjaan dan hidup yang masih blank ( entah mau dimana hidup ini tanpa adanya kedua orang tuaku disampingku ?) . 

Tapi Ibu satu-satunya motivasiku untuk  bangkit kembali . Ibu yang mengajarkan pahit-manisnya kehidupan . Ibu pula yang mengajarkanku tentang sebuah arti perjuangan . Kalaupun saya jatuh , jangan lupa akan bangkit dan berjuang . Ummi dan Abilah semangatku , hingga pondasi jiwa yang runtuh itu kini bangkit kembali , tegar dan kuat . Sebagaimana mereka yang tangguh menghadapi setiap perjalanan hidup . Disini saya kirimkan pesan kerinduan melalui puisi untuk ibu . 

Rindu Ibu 

Lembaran-lembaran kenangan terbuka hingga silam kelam hilang 

berubah putih murni 

Rindu yang terpati untukmu ibu , dalam setiap doa-doa di setiap jemari menengadah 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun