Mohon tunggu...
ERIKA WAHYU FAJARWANTO
ERIKA WAHYU FAJARWANTO Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Memasyarakatkan tata ruang dan menata ruang untuk masyarakat. www.pemudatataruang.org

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ruang Publik Digital Indonesia

30 September 2015   23:07 Diperbarui: 3 Oktober 2015   19:36 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Publik Digital Indonesia - “Bentuk gagal penyelenggaraan ruang terbuka hijau publik di perkotaan Indonesia”

 Era-Modern RTH

Tatkala mimpi memiliki ruang terbuka publik ditengah-tengah permukiman perkotaan hanyalah sebatas mimpi, kini telah terlahir sebuah ruang publik digital. Ruang publik digital ini terlahir dari pesatnya perkembangan teknologi yang mendukung mudahnya akses terhadap layanan internet. Terbatasnya ruang terbuka menjadikan pilihan bagi masyarakat untuk beralih ke ruang publik digital ini.

Ruang publik digital saat ini diakses oleh jutaan umat manusia yang setiap hari bahkan detik mampu untuk saling berinteraksi. Ruang publik digital ini sangatlah bervariasi, dari mulai hanya menampilkan kata-kata sampai dengan memperlihatkan sebuah video. Dengan berbagai model ruang publik digital tersebut, tentu saja memiliki komunitas tersendiri. Sebut saja dari ruang publik digital youtube yang kita sering sebut dengan youtuber, facebook dengan facebooker, dan lain sebagainya. Ruang publik digital ini sering diakses oleh kalangan remaja, namun tidak mengherankan kedepannya anak-anak kecil pun turut hadir di ruang publik digital karena keterbatasan ruang untuk bermain.

Namun sayang, ruang terbuka digital adalah hal yang semu. Jauh dari kenyataan dan arti yang sesungguhnya dari sebuah ruang terbuka publik. Ruang publik digital tidak bisa menjadi tempat untuk bermain bagi anak-anak layaknya ruang terbuka hijau. Ruang publik digital tidak bisa menjadi tempat untuk meresapnya air hujan yang jatuh dari langit layaknya ruang terbuka hijau. Ruang digital tidak bisa untuk menyejukkan lingkungan karena banyaknya pepohonan yang merindangkannya seperti ruang terbuka hijau. Ruang publik digital hanya akan merusak kesehatan mata karena seringnya menghadap ke layar gadget, lain halnya dengan ruang terbuka hijau yang akan menyehatkan kesehatan karena disana kita bisa melakukan aktivitas olahraga. Justru, ruang publik digital akan membuat orang menjadi a-sosial sedangkan ruang terbuka hijau akan membuat orang semakin guyup.

UU 26/2007

Dalam UU nomor 26 tahun 2007 sebenarnya sudah diatur tentang ketersediaan ruang terbuka hijau sebesar 30% untuk setiap kota dan permukiman. Namun sekali lagi itu hanyalah sebagai alat pengatur yang jauh dari apa yang diatur.

Perkembangan kota saat ini sangatlah pesat. Seperti mall, hotel, wahana permainan, terutama perkembangan permukiman saat ini seperti jamur yang tumbuh dimana-mana. Dari mulai kelas RS ( Rumah Sederhana) sampai dengan “Rumah Gedongan”. Namun sayangnya, kesadaran untuk pemenuhan akan RTH 30% masih sangatlah minim. Masih banyak permukiman-permukiman yang melanggar UU 26/2007 tersebut. Seperti contoh Ibukota Indonesia yaitu Jakarta yang hanya memiliki 9,8% saja dari yang seharunya 30%. Berarti, kita dapat mengatakan bahwa Jakarta telah melanggar UU tata ruang.

Padalah peraturan tersebut dibuat untuk kebermanfaatan kita sendiri. Ruang terbuka hijau akan meresapkan air hujan yang jatuh dari langit dan menyimpannya untuk kebutuhan hidup manusia serta ruang terbuka hijau akan meneduhkan kawasan disekitarnya. Selain itu, ruang terbuka hijau juga sebagai wadah untuk melakukan berbagai aktivitas masyarakat. Dari yang mau berolahraga sampai gathering komunitas-komunitas tertentu.

Gotong-Royong bangun RTH

Jika seluruh golongan masyarakat sadar akan pentingnya ruang terbuka hijau maka seharusnya kita mampu untuk menciptakan ruang terbuka hijau, bukan malah ruang publik digital. Jika pemerintah minim akan dana, maka seharusnya kita gunakan sistem kerja gotong-royong yang telah melekant sebagai budaya Bangsa Indonesia.

Masyarakat akan lebih merasa memiliki akan ruang terbuka hijau dengan cara ikut untuk menciptakannya. Dari mulai pendanaannya, pembuatannya, sampai dengan perawatannya seharusnya masyarakat menggunakan sistem gotong royong ini. Karena dari masyarakat untuk masyarakat inilah akan terciptanya kesinambungan berkelanjutan demi terciptanya ruang terbuka hijau, bukan ruang publik digital.

 

Pemuda Tata Ruang, Pemuda Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun