ABSTRAK
Artikel ini berisi hasil analisis tentang pemberitaan di media pasca orde baru serta hubungannya dengan para elit politik sebagai pemilik media media di Indonesia. Serta potret media pada saat ini yang fungsinya sebagai pemberi informasi justru perlahan menghilang berganti menjadi wahana hiburan demi memenuhi target sang pemilik modal. Independensi yang mulai luntur juga disebabkan karena media-media saat ini ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan yang menyangkut penguasa dan pengusaha dan meliputi seluruh aspek, seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Melalui artikel ini para pembaca diharapkan dapat membuka mata terkait apa yang terjadi pada media hari ini.Masyarakat juga harus membentengi diri dengan mempelajari bagaimana industri media beroperasi, bagaimana wartawan bekerja, hingga bagaimana kejahatan dan kebohongan media diproduksi. Melalui penelitian studi pustaka dengan teknik analisis data deskriptif dengan berbagai literatur, sehingga data yang didapatkan akurat untuk kemudian dianalisis.
Kata Kunci: Media, Pemberitaan, Kepentingan
Â
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Media dan pers di Indonesia selalu dikaitkan dengan perlawanan yang kemudian membuatnya menjadi salah satu bagian penting dalam mewarnai peradaban. Berakhirnya masa orde lama dan digantikan oleh rezim orde baru membuat media massa kehilangan arah dan kehilangan kebebasannya. Sebab, kebebasan media ketika itu seperti dibungkam dan bagi media yang melanggar Surat  Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dan Kementerian Penerangan akan dikenakan pembredelan hingga ditariknya izin usaha media tersebut yang menjadi momok menyeramkan bagi keberlangsungan media di Indonesia ketika itu. Namun, tidak selamanya insan-insan pers selalu berlaku pasif atas keterkungkungan sistem otoriter dan breidel yang selalu mengancam eksistensi mereka.
Para insan pers ini pada akhirnya bergerak dibawah tanah dan menerapkan apa yang disebut sebagai cara-cara alternatif untuk mempublikasikan produk jurnalistik. Cara pandang ini adalah pemahaman model alternatif yang dirumuskan sebagai model sistem media massa yang terbit secara periodik tanpa persetujuan dari pemerintah atau otoritas (Sterling,2009:1146).
Di era Orba segala bentuk produk pers yang tidak memiliki SIUPP akan dicekal dan dituding sebagai produk ilegal juga subversif. SIUPP sesungguhnya bertujuan untuk mengontrol pers dalam situasi darurat, tetapi oleh Orde Baru digunakan sebagai alat pemanis pers yang selalu menjadi pemanis rezim (Lubis,2005:81).
Runtuhnya rezim orde baru ini menjadi titik tolak kembalinya kebebasan pers yang semula dibungkam dan dituduh subversif. Melalui Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, sebagai media yang menjembatani antara hak rakyat dengan Pemerintah serta menjalankan fungsinya sebagai social control serta sebagai pilar keempat demokrasi tentu dengan kembalinya kebebasan pers pada era reformasi memberikan ruang seluas-luasnya kepada insan media untuk dapat bebas berekspresi dan dituangkan ke dalam media-media yang dimiliki oleh pers ini sendiri sebagai media massa.