Mohon tunggu...
Erika Novia P
Erika Novia P Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Mahasiswi S1 jurusan Ilmu Politik Wartawan Kampus

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Keterkaitan Pemberitaan Media dengan Para Elit Politik Pemilik Media

24 Oktober 2020   16:00 Diperbarui: 24 Oktober 2020   16:03 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisis

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dalam Pasal 36 ayat (4) yang berbunyi: “Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu”.

Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat disimpilkan bahwa sebagian besar media di Indonesia telah melanggar Undang-Undang tersebut karena dipengaruhi oleh kepemilikan media oleh para elit politik yang tentunya memiliki kepentingan. Lepasnya media masssa di Indonesia dari belenggu kebebasan yang dilakukan oleh rezim orde baru tak lantas membuat media di Indonesia mendapatkan kembali kebebasannya. Bak keluar dari mulut buaya masuk mulut singa, ruang gerak media saat ini justru terbatas dengan kekuatan sang pemilik yang tak pernah lepas dari berbagai kepentingan. Tantangan yang paling mengancam kebebasan pers Indonesia dewasa ini adalah intervensi pemilik media ke dalam ruang redaksi.

Pola kepemilikan media yang terpusat pada segelintir pengusaha, penguasa, hingga kombinasi keduanya, yang kini tengah marak di Indonesia, membuat media-media tak lagi bebas karena ditunggangi oleh kepentingan golongan tertentu. Sudah menjadi rahasia umum, tak jarang para pemilik media menyusupkan misi politik dan bisnisnya ke dalam pemberitaan.

Konglomerasi media di negeri ini juga sudah sangat lumrah, Harry Tanoesoedibjo melalui MNC Group, menaungi RCTI, Global TV, MNC TV, Koran Sindo, Sindonews.com, Okezone.com, dan beberapa tv kabel. Jakob Oetama melalui Kompas Group, menaungi Kompas TV, Kompas.com, Warta Kota, Berita Kota, dan lainnya. Surya Paloh melalui Media Group yang menaungi Media Indonesia, Metro TV, MetroTVnews.com, Lampung Post, dan lain sebagainya. Aburizal Bakrie dengan TVOne, ANTV, dan Viva.co.id. Chairul Tanjung dengan melalui TransCorp yang menanungi Trans TV, Trans 7, Deti,.com, dan lain-lain.

Selain konglomerasi medianya, keterlibatan dan afiliasi politik mereka juga menjadi persoalan. Surya Paloh yang menjabat Ketua Umum Partai Nasdem, Aburizal Bakrie dengan Jabataan Ketua Umum di Partai Golkar, Harry Tanoesoedibjo yang kini menjabat pula sebagai Ketua Umum Partai Perindo, dan masih banyak lagi para pemilik modal yang berafiliasi antara kepentingan politik dan bisnisnya.

Singkat kata, hampir semua media berafiliasi dengan kepentingan partai politik, sehingga dirasa tidak ada lagi media yang independen. Padahal, independensi merupakan harga mati bagi sebuah media. Dampaknya adalah kepemilikan media yang cenderung homogen (menurunnya pluralitas kepemilikan) dan semakin berpeluangnya penyalahgunaan kekuasaan kepemilikan media (ambisi politik atau ekonomi tertentu) sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Informasi yang disampaikan kepada masyarakatpun dipertanyakan kualitasnya. Masyarakat hanya menerima informasi “sampah” dari media yang berdampak pada perilaku masyarakat (sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya).

Devereux (2003:54) mengkritik kondisi pasar media yang monopolistik ini, yakni : 1). secara progresif terjadi konsentrasi kepemilikan media massa oleh segelintir konglomerat; 2) Para konglomerat ini yang memiliki, mengontrol atau mempunyai kepentingan substansial dalam perusahaan media dan nonmedia; 3). Peran ruang publik media yang muncul dari konsentrasi dan konglomerasi yang lebih besar yang menyebabkan penguasaan informasi di tangan segelintir orang; 4) Konsekuensi dari berita, current affairs dan jurnalisme investigasi ke arah hiburan, populisme dan ‘infotainment’; 5) Audiens sebagai konsumen bukan lagi warga (citizen); 6). Akses yang tidak setara terhadap isi media dan teknologi media; 7) Kekuatan ekonomi politik dari individu yang menguasai kekaisaran media.

No

Tipologi Konglomerasi

Grup Konglomerasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun