Mohon tunggu...
Erika Fitriyani
Erika Fitriyani Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Palangka Raya

Seorang gadis kecil yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

"Abuse Is Not Love", Bentuk Kampanye YSL Melawan Kekerasan dalam Hubungan Berpasangan

10 Agustus 2023   17:37 Diperbarui: 10 Agustus 2023   18:00 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.yslbeautyus.com/commitments/abuse-is-not-love.html 

Pernah gak sih kamu merasa mengalami kekerasan dalam hubungan? Atau bisa jadi tanpa sadar kamu adalah pelakunya? Nah, untuk memahami hal itu, pastikan kamu baca artikel ini sampai akhir ya!

Teman-teman, Yves Saint Laurent (YSL) Beauty Indonesia telah meluncurkan program global "Abuse is Not Love" yang bertujuan untuk melawan kekerasan hubungan berpasangan. Di Indonesia, program ini memberikan pelatihan secara daring maupun luring terhadap pesertanya dengan memperkenalkan sembilan tanda kekerasan dalam hubungan berpasangan. Program ini juga dapat membantu pesertanya dalam memahami perbedaan antara hubungan yang sehat dan hubungan yang toxic. 

Sebenarnya, program ini sudah berjalan secara global sejak 2020 melalui kerja sama dengan mitra non-profit. Selain memberikan pelatihan dengan memperkenalkan sembilan tanda-tanda kekerasan dalam hubungan berpasangan, Abuse Is Not Love ini juga mendukung program konseling bagi yang membutuhkan melalui kemitraan dengan Yayasan Pulih. YSL beauty yang tergabung ke dalam L'Oreal Group mempunyai satu visi yakni meningkatkan kecantikan yang bisa menggerakkan dunia, termasuk bertanggung jawab menyuarakan pentingnya melawan kekerasan dalam hubungan.

Melansir dari data World Health Organization (WHO), disebutkan bahwa 1 dari 3 perempuan telah mengalami kekerasan dalam hubungan berpasangan selama hidupnya. Hal ini merupakan salah satu masalah sosial yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, emosional, ekonomi, finansial, bahkan seksual.  Tak hanya pada perempuan, masalah ini pun dapat terjadi pada laki-laki yang pada umumnya berusia sekitar 16-25 tahun.

Berdasarkan data Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2023, kekerasan dalam hubungan berpasangan mendominasi pengaduan ke Komnas Perempuan di kategori ranah personal. Dimana 713 kasus kekerasan yang dilakukan oleh mantan pacar; 622 kasus kekerasan terhadap istri; dan 422 kasus kekerasan dalam pacaran. 

Hal ini- menurut saya, terjadi karena kesalahpahaman masyarakat tentang hubungan berpasangan yang sehat dan juga kebiasaan menormalisasikan kekerasan sebagai bentuk cinta.

Saya sendiri adalah peserta training Abuse Is Not Love ini yang dilaksanakan secara daring pada Kamis, 10 Agustus 2023 pukul 14.00-15.30 WIB tadi. Berikut akan saya bagikan catatan tentang apa saja yang saya dapatkan selama mengikuti training ini.

"Relasi yang sehat itu seperti apa sih?"

Setelah sekian lama pertanyaan ini terngiang di pikiran saya, akhirnya saya mendapatkan jawabannya melalui training Abuse Is Not Love tadi. Jadi, relasi yang sehat adalah relasi yang penuh kesadaran satu sama lain bahwa cinta itu bukan kekuatan pasif. Cinta itu yang membantu kita menguatkan diri dan saling mendukung satu sama lain. Kita bisa tetap menjadi diri sendiri ketika bersama dia.

Ada 2 perilaku pasangan yg harus bisa kita bedakan dalam hubungan berpasangan.
1. Posesif, pasangan kita bisa dikatakan posesif kalo dia sampai mengatur cara kita berteman, cara kita hidup, cara kita bersosialisasi dan sejenisnya. Because it's not love, it's controlling someone's life.

2. Protektif, cinta itu kekuatan yg membebaskan kita untuk berkembang, bukannya mengekang. Ia mendukung perkembangan pasangan kita, bukan mencegahnya berkembang. Protektif itu boleh kalo bertujuan dalam hal positif. Misal: "Kamu kayanya pake pakaian ini terlalu terbuka deh", "Kamu kayanya kalo pake ini terlalu beresiko deh", dll.

Jadi, dapat disimpulkan. Relasi yg sehat itu ciri-cirinya begini:
1. Full of kindness (Dalam hubungan kita itu penuh dengan hal-hal positif yg membuat kita berkembang)
2. Spontaneos warmth & affection (perilaku pasangan kita penuh kehangatan dan kasih sayang spontan, bukan yg dibuat-buat)
3. Enjoying time together & time apart (bersama pasangan kita, kita bisa menghabiskan waktu dan menikmatinya bersama)
4. A method for conflict resolution (kita punya metode dalam mengatasi suatu masalah)
5. Trust in each other love (saling percaya)
6. Listening, understanding, accepting, learning, compromising (mendengar, mengerti, menerima, belajar, dan berdiskusi/kompromi dengan pasangan kita)

Kekerasan Berbasis Gender

Bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender ini seringkali kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat. Diantaranya adalah KDRT, pelecehan, kekerasan dalam pacaran, kekerasan seksual, hingga trafficking. Faktor pendukung terjadinya fenomena ini biasanya disebabkan pendidikan yang minim, kemiskinan, kondisi kejiwaan, penyalahgunaan zat, konflik, minimnya perlindungan hukum, dsbg. Dimana semua hal tersebut berakar pada masalah utama sosial di Indonesia, yakni ketidakadilan gender, penyalahgunaan relasi kuasa, serta budaya patriarki yang masih kental.

9 Tanda Kekerasan dalam Hubungan Berpasangan:

1. Mengabaikan kita disaat dia sedang marah atau biasa juga disebut silent treatment
2. Mengancam kita bila menolak melakukan sesuatu
3. Meremehkan sehingga menjatuhkan harga diri kita
4. Memanipulasi dan membuat kita melakukan dan mengatakan sesuatu yg bertentangan dengan kita (Misal: saya terpaksa pake baju ini karena ini dipaksa sama pasangan saya, padahal saya tidak nyaman dengan itu)
5. Mencemburui atas segala hal yg kita perbuat (Misal: pergi kemana pun harus shareloc, kemana pun harus vc)
6. Mengontrol kemana kita harus pergi dan cara kita berpenampilan (gaboleh pake baju ini dan itu, gaboleh pergi kalo tanpa izin pasangan)
7. Mengintrusi/melacak keberadaan kita (memasang alat pelacak tanpa sepengetahuan kita hanya untuk memantau kemanapun kita pergi)
8. Mengisolasi, memisahkan kita dari teman dan keluarga
9. Mengintimidasi, menanamkan rasa takut.

Dari penjelasan di atas, mungkin bagi sebagian pasangan itu adalah hal yang wajar-wajar saja. Tapi harus selalu diingat, bahwa dalam hubungan itu kita tidak sendiri. Ada orang lain yang juga harus ikut kita pertimbangkan.

"Dia nyaman gak ya sama keputusan ini?"

"Perasaan dia gimana ya kalau sikapku seperti ini?"

Tidak ada yang namanya satu pihak mendominasi dan mengontrol pihak lainnya. Tak ada yang namanya pihak satu mengatur cara berpakaian dan cara berkehidupan. Kalau cuma sekedar memberi masukan dan saran mungkin it's ok lah ya tapi jangan sampai terkesan mengatur dan memaksa mengikuti aturannya. 

Beberapa penjelasan di atas ada juga yang bisa masuk ke ranah perundungan. Seperti yang sudah pernah saya bahas di artikel sebelumnya tentang perundungan terhadap wanita (kalian bisa baca di sini), kebanyakan perempuan lah yang rentan mengalami ini. Setiap kali ada pelecehan seksual terhadap wanita, keseringan yang disalahkan adalah perempuannya.

"Ya kenapa juga perempuan itu mau"

"Siapa suruh pakai baju terbuka"

"Kucing dikasih ikan asin ya pasti mau lah"

"Laki-laki kalau dipancing ya pasti bakal kepancing lah"

Salah satu penyebab terjadinya fenomena ini adalah karena budaya patriarki masih kental di Indonesia. Ingat! Perempuan juga manusia. Maka Hak Asasi Manusia adalah hak perempuan juga.

*maaf agak out of topic

Kembali lagi, 9 tanda kekerasan dalam hubungan berpasangan tadi bisa termasuk kekerasan apabila teman-teman tidak nyaman melakukannya dan itu terjadi diluar kesepakatan bersama. Tapi kalau itu terjadi berdasarkan kesepakatan bersama dan teman-teman tidak masalah dengan itu, ya silakan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun