Manusia merupakan makhluk sosial, mereka butuh bersosialisasi antar satu dengan yang lain. Melalui berbagai bentuk interaksi dan komunikasi timbullah hubungan pertemanan antar manusia. Pertemanan adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia yang memberikan dukungan emosional, kebahagiaan, dan rasa memiliki.
Pertemanan layaknya taman bunga yang indah, membutuhkan perawatan dan perhatian agar dapat berkembang dengan baik. Namun, ternyata tidak semua hubungan pertemanan berjalan dengan baik. Banyak ancaman yang muncul di lingkup pertemanan itu sendiri, salah satunya yaitu adanya toksik sosial. Perilaku toksik sosial yang muncul dapat mengubah hubungan yang seharusnya mendukung menjadi merusak, penuh racun, dan destruktif. Perilaku ini bisa berupa manipulasi, pengendalian, kecemburuan berlebih, atau perilaku negatif lainnya yang berdampak buruk pada pihak yang bersangkutan.
Selalu ingin menjadi satu-satunya dalam sebuah pertemanan merupakan hal yang dapat dikatakan toksik karena biasanya mereka yang memiliki perasaan seperti ini mudah merasa cemburu ketika temannya menghabiskan waktu bersama orang lain. Mereka selalu ingin menjadi satu-satunya dan yang utama menghabiskan waktu bersama temannya. Padahal, temannya juga memiliki kehidupan dan kegiatan yang lain. Dalam keadaan ini, seseorang yang merasa cemburu dengan temannya ketika menghabiskan waktu dengan orang lain dapat mengisolasi teman-temannya dari orang lain.
Hal lainnya yang termasuk dalam toksik sosial di lingkup pertemanan adalah adanya rasa cemburu dan iri hati atas kesuksesan atau pencapaian temannya. Orang tersebut biasanya enggan untuk menghargai dan mengapresiasi atas pencapaian yang diraih temannya. Tidak adanya perasaan menghargai orang lain dalam sebuah pertemanan berdampak merusak ikatan antara teman, menciptakan rasa yang tidak nyaman, dan menghambat perkembangan pribadi masing-masing individu. Jika terus-menerus tidak menghargai atau bahkan menyalahkan atas kesuksesan yang diraih teman, maka hubungan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hubungan yang sehat, ada ketegangan dan ketidakseimbangan dalam pertemanan tersebut. Dalam etika pertemanan, pentingnya memiliki sifat kemurahan hati, rasa hormat, dan empati untuk menjaga keharmonisan dalam persahabatan. Introspeksi dan perbaikan diri juga penting untuk menghindari perilaku negatif dalam hubungan dengan teman.
Hedgehog dilemma merupakan sebuah metafora yang diperkenalkan oleh filsuf Arthur Schopenhauer yang dapat menggambarkan kompleksitas hubungan antar manusia, terutama dalam pertemanan. Dalam metafora ini, landak yang kedinginan mencoba mendekat satu sama lain untuk mendapatkan kehangatan. Namun, semakin dekat mereka semakin besar juga kemungkinan untuk saling melukai dengan duri mereka. Mendekatkan diri berarti berisiko terluka dan menjauh berarti kehilangan kehangatan persahabatan. Fenomena ini mencerminkan dilema dalam hubungan manusia, termasuk dalam pertemanan, di mana keinginan untuk kedekatan sering kali berujung pada konflik dan saling menyakiti.
Sering kali dalam kehidupan pasti kita pernah menemukan seseorang yang toksik dalam lingkungan pertemanan. Awalnya, mungkin orang tersebut terlihat menyenangkan dan baik baik saja sehingga terjalinlah hubungan pertemanan dengan orang tersebut. Namun, ketika sudah dekat muncullah sifat toksik yang sering kali melukai, bercanda diluar batas, tidak pernah memikirkan perasaan orang lain, dan lain-lain. Kebanyakan dari kita memiliki kecenderungan sulit meninggalkan teman terdekat, walaupun orang tersebut sudah toksik dengan alasan telah menjalin hubungan pertemanan yang lama. Namun, ternyata orang terdekat justru berpotensi menyakiti meskipun di awal memberikan kenyamanan. Terdapat dilema di dalamnya, beberapa orang merasa kasihan atau kehilangan karena yang akan ditinggalkan merupakan teman kita, sedangkan kalau kita terus berada di lingkungan yang toksik, kita merasa terjerat dan tidak bebas. Perasaan seperti ini sangat normal dialami karena manusia berakal budi pasti memiliki empati terhadap sesamanya.
Untuk mengatasi dilema landak pada hubungan pertemanan yang toksik, diperlukan kesadaran diri dan perubahan perilaku. Seseorang yang memiliki dilema landak harus memahami bahwa perilaku tersebut tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga teman lainnya. Mereka harus memahami bahwa memiliki hubungan yang seimbang dan tidak eksklusif adalah bagian dari kehidupan sosial yang sehat. Dalam beberapa kasus, mengatasi dilema landak dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran diri tentang perilaku yang tidak sehat, serta mencari lingkaran baru yang lebih positif dan seimbang.
Membangun pertemanan yang sehat dan suportif membutuhkan usaha dan komitmen dari semua pihak. Dengan mengenali tanda-tanda pertemanan toksik dan mengambil langkah untuk keluar dari jerat tersebut, kita dapat membangun hubungan yang lebih positif dan bermanfaat bagi semua orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H