Jika BGN ingin serius mengembangkan ide ini, pendekatan seperti itu jauh lebih realistis. Alih-alih menyajikan ulat sagu utuh, mengapa tidak mengolahnya menjadi bakso atau nugget yang secara visual dan tekstur lebih mudah diterima? Edukasi gizi pun bisa diarahkan untuk mengubah persepsi secara perlahan, dimulai dari generasi muda yang lebih terbuka terhadap inovasi makanan.
Wacana memasukkan serangga sebagai menu dalam program MBG bukanlah ide yang sepenuhnya keliru. Dari segi gizi dan ketahanan pangan, serangga memiliki potensi yang besar. Namun, penerapan ide ini harus mempertimbangkan aspek psikologis, budaya, dan selera anak-anak yang cenderung selektif.
Alih-alih menjadi perdebatan kontroversial, wacana ini bisa menjadi peluang untuk mendorong inovasi dalam industri pengolahan makanan di Indonesia. Dengan pendekatan yang tepat, siapa tahu di masa depan, serangga olahan bisa menjadi bagian dari pola makan sehat yang diterima masyarakat luas, tanpa harus membuat anak-anak trauma melihat isi piring mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI