Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Abaikan Penilaian Buruk Orang, Fokus Pada Perbaikan Diri

16 Januari 2025   07:57 Diperbarui: 16 Januari 2025   07:57 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari, pasti kita pernah menghadapi situasi di mana orang lain tidak menghargai usaha terbaik kita. Sebaik apa pun kita bersikap, ada saja orang yang tidak suka dengan apa yang kita lakukan. Hal ini sering membuat kita bertanya-tanya: "Apa salahku? Apa aku memang tidak cukup baik?" Padahal, masalahnya bukan selalu pada kita, tetapi pada lingkungan yang mungkin tidak sesuai dengan nilai atau energi yang kita bawa.

Realitanya, kita tidak bisa memaksa semua orang untuk menyukai kita. Tapi yang perlu diingat adalah, kita punya kendali penuh untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Daripada sibuk memikirkan apa yang orang lain katakan tentang kita, lebih baik kita alihkan fokus untuk terus memperbaiki diri dan belajar.

Generasi milenial dan Gen Z tumbuh di era digital, di mana semua orang berlomba-lomba menunjukkan pencapaian, opini, bahkan kehidupan pribadinya di media sosial. Dalam dunia seperti ini, penilaian orang lain terasa seperti hal yang tidak bisa dihindari. Cukup satu unggahan di Instagram atau satu cuitan di Twitter, ratusan komentar bisa muncul dengan berbagai perspektif, mulai dari yang mendukung hingga yang mengkritik.

Namun, perlu diingat bahwa penilaian orang lain, apalagi yang negatif, sebenarnya tidak selalu mencerminkan kebenaran. Kadang, komentar buruk muncul karena ada rasa iri, prasangka, atau bahkan sekadar ketidaksukaan tanpa alasan. Kita tidak bisa mengontrol itu.

Daripada larut memikirkan komentar negatif, lebih baik tanyakan pada diri sendiri: Apakah pendapat orang lain itu benar-benar relevan dengan tujuan hidup kita? Kalau tidak, kenapa harus peduli?

Ada pepatah yang bilang, "Kita adalah rata-rata dari lima orang terdekat dalam hidup kita." Lingkungan sangat berpengaruh pada bagaimana kita berkembang. Kalau kita merasa berada di tengah circle yang terus meremehkan, menghakimi, atau bahkan menjatuhkan, mungkin sudah saatnya untuk mengevaluasi hubungan tersebut.

Teman-teman yang baik adalah mereka yang mendukung, jujur, dan ingin melihat kita tumbuh. Mereka tidak harus selalu memuji kita, tapi mereka memberikan kritik yang membangun, bukan yang menyakitkan. Jadi, kalau kamu merasa tidak dihargai di suatu lingkungan, jangan takut untuk keluar dan mencari circle yang lebih positif.

Ingat, berani keluar dari zona toxic adalah bentuk cinta terhadap diri sendiri.

Seringkali kita terlalu sibuk memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang kita, sampai lupa bahwa yang sebenarnya penting adalah apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri. Kalau kita terus-menerus mengharapkan validasi dari orang lain, hidup kita akan terasa melelahkan.

Daripada menghabiskan energi untuk menyenangkan semua orang, coba fokus pada pertanyaan berikut:

Apa yang membuatku bahagia?

Apa yang bisa kulakukan hari ini untuk menjadi lebih baik dari kemarin?

Bagaimana aku bisa terus belajar dan berkembang?

Ketika kita fokus pada diri sendiri, pelan-pelan kita akan merasa lebih damai. Kita tidak lagi menggantungkan kebahagiaan pada pendapat orang lain, tapi pada usaha kita untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri.

"Belajar dari Kritik, Abaikan Kebencian"

Kritik tidak selalu buruk, lho. Kadang, kritik adalah cara orang lain menunjukkan perhatian atau memberikan saran untuk perbaikan. Namun, kita harus bisa membedakan mana kritik yang membangun dan mana yang hanya bertujuan untuk menyakiti.

Kritik yang membangun biasanya datang dengan alasan yang jelas dan solusi yang konkret. Misalnya, "Kamu mungkin bisa lebih baik kalau kamu mencoba cara ini." Sebaliknya, kritik yang tidak membangun hanya berupa komentar negatif tanpa alasan, seperti "Kamu nggak bakal bisa berhasil."

Hal pertama yang perlu kita lakukan adalah menerima kritik yang membangun dan mengabaikan yang hanya berisi kebencian. Tidak perlu membuang energi untuk merespons komentar yang tidak berarti.

Salah satu kunci untuk hidup lebih tenang adalah tidak serta-merta memasukkan setiap ucapan orang ke dalam hati. Kalau ada komentar yang menyakitkan, coba tanyakan pada diri sendiri, Apakah ini benar-benar tentangku, atau hanya tentang pandangan orang itu?Apakah komentar ini akan berpengaruh dalam hidupku lima tahun ke depan?

Seringkali, komentar negatif hanya relevan dalam momen sesaat dan tidak akan berdampak apa-apa dalam jangka panjang. Jadi, jangan buang waktu untuk memikirkannya terlalu dalam.

Jika ada sesuatu dalam diri kita yang memang perlu diperbaiki, jangan ragu untuk melakukannya. Tapi ingat, perbaikan diri harus didasari oleh keinginan untuk tumbuh, bukan karena tekanan dari orang lain.

Kita semua adalah manusia yang terus belajar. Tidak ada yang sempurna, dan itu tidak apa-apa. Yang penting adalah bagaimana kita berusaha menjadi lebih baik setiap harinya.

Kalau kita terus fokus pada perbaikan diri, lambat laun komentar negatif orang lain tidak akan lagi terasa penting.

Pada akhirnya, hidup adalah tentang bagaimana kita menjalani perjalanan kita sendiri. Penilaian buruk orang lain tidak akan mengubah apa pun jika kita tetap berpegang pada prinsip dan tujuan hidup kita.

Jadi, berhentilah mencari validasi dari semua orang. Sebaliknya, carilah validasi dari diri sendiri. Kalau kita merasa bangga dengan apa yang kita lakukan, itu sudah lebih dari cukup.

Dalam hidup, kita akan selalu bertemu dengan orang-orang yang tidak respek, apapun yang kita lakukan. Tapi ingat, itu bukan karena kita jahat atau tidak cukup baik, melainkan karena kita mungkin berada di lingkungan yang tidak tepat.

Kita tidak punya kendali atas apa yang orang lain pikirkan, tapi kita punya kendali penuh atas bagaimana kita merespons. Fokuslah pada perbaikan diri, abaikan komentar yang tidak relevan, dan teruslah belajar menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Karena pada akhirnya, kebahagiaan kita adalah tanggung jawab kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun