Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menerapkan Budaya Narabu Bunka Sejak Dini Pada Masyarakat Indonesia

10 Januari 2025   16:18 Diperbarui: 10 Januari 2025   16:18 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kebiasaan mengantri, atau yang dikenal dengan istilah Narabu Bunka di Jepang, adalah salah satu ciri khas budaya yang sangat mencolok dalam kehidupan sehari-hari di negara tersebut. Budaya ini mengajarkan nilai-nilai kesabaran, penghormatan terhadap orang lain, dan ketertiban yang sangat relevan untuk diterapkan dalam masyarakat kita, terutama dalam mendidik generasi muda. Dengan mempelajari dan mengadopsi aspek-aspek positif dari Narabu Bunka, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih harmonis, efisien, dan penuh rasa hormat.

Budaya antri di Jepang berakar pada prinsip kesetaraan, keadilan, dan saling menghormati. Dalam praktiknya, setiap individu diperlakukan sama tanpa ada hak istimewa bagi siapa pun, baik itu anak-anak, orang tua, hingga pekerja. Semua orang mendapatkan giliran yang adil, tanpa perlu saling berebut atau menyerobot.

Prinsip ini mencerminkan filosofi Jepang tentang pentingnya menghormati hak orang lain (Tanin o sonch), menjaga ketertiban (Chitsujo), dan melatih kesabaran (Nintai). Hal-hal ini menjadi fondasi dari Narabu Bunka, menjadikannya lebih dari sekadar kebiasaan fisik, tetapi juga sebuah sikap mental yang tertanam kuat.

Di Jepang, kebiasaan mengantri dapat dilihat hampir di setiap aspek kehidupan sehari-hari, salah satu contoh paling menonjol adalah antrian di stasiun kereta. Bahkan pada jam sibuk, ketika ribuan orang memadati stasiun, masyarakat tetap dengan tenang membentuk barisan di garis yang telah ditentukan. Tidak ada dorongan atau desakan, semua menunggu giliran mereka masuk ke kereta dengan tertib. Tempat lainnya seperti di toko-toko, restoran, dan kios makanan, antrian yang rapi adalah hal yang biasa. Pelanggan sabar menunggu giliran mereka dilayani, meskipun kadang harus menunggu lama. Bahkan di tempat wisata populer, kamar kecil umum, atau bahkan di depan mesin penjual otomatis, masyarakat Jepang secara konsisten menjaga antrian mereka tanpa perlu diawasi.

Salah satu kunci keberhasilan Narabu Bunka adalah pendidikan sejak usia dini. Di sekolah-sekolah Jepang, anak-anak diajarkan untuk memahami pentingnya mengantri dan menghormati giliran orang lain. Misalnya, saat jam makan siang, mereka berbaris dengan rapi untuk menerima makanan. Tidak ada yang mencoba memotong barisan, karena mereka telah diajarkan bahwa antrian adalah bagian penting dari etika sosial.

Kebiasaan ini diperkuat oleh lingkungan keluarga dan masyarakat. Orang tua menjadi teladan dengan mempraktikkan budaya antri di depan anak-anak mereka. Seiring waktu, kebiasaan ini menjadi bagian dari identitas kolektif masyarakat Jepang. Adopsi budaya antri ini memiliki banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Berikut beberapa di antaranya:

1. Keteraturan dan Efisiensi: Antrian yang tertib membantu menciptakan keteraturan dalam berbagai situasi, mulai dari transportasi umum hingga pelayanan di tempat umum. Tidak ada waktu yang terbuang karena kekacauan atau ketidakjelasan giliran.

2. Mengurangi Stres: Dengan adanya antrian yang jelas, individu tidak perlu merasa cemas atau tergesa-gesa untuk mendapatkan giliran. Semua orang tahu bahwa mereka akan dilayani sesuai urutan.

3. Meningkatkan Kenyamanan: Antrian yang teratur menciptakan lingkungan yang lebih nyaman dan aman. Ini sangat penting di tempat-tempat ramai, di mana ketidaktertiban dapat memicu frustrasi atau bahkan konflik.

4. Pengajaran Nilai Positif: Melalui antri, individu belajar kesabaran, penghormatan terhadap hak orang lain, dan pentingnya tanggung jawab sosial.

"Bisakah Masyarakat Kita Menerapkan Budaya Narabu Bunka?"

Untuk mengadopsi Narabu Bunka dalam budaya kita, diperlukan upaya kolektif yang dimulai dari pendidikan, lingkungan keluarga, hingga kebijakan pemerintah. Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan:

1. Pendidikan Formal: Masukkan konsep antri ke dalam kurikulum pendidikan sejak tingkat dasar. Anak-anak dapat diajarkan melalui simulasi dan praktik langsung di sekolah.

2. Teladan dari Orang Dewasa: Orang tua dan guru harus menjadi panutan dalam menerapkan budaya antri. Ketika anak-anak melihat orang dewasa mengantri dengan tertib, mereka akan lebih mudah meniru perilaku tersebut.

3. Kampanye Sosial: Pemerintah dan komunitas dapat mengadakan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya budaya antri. Misalnya, melalui media sosial, iklan layanan masyarakat, atau acara edukatif di tempat umum.

4. Fasilitas yang Mendukung : Sediakan fasilitas yang mendukung kebiasaan antri, seperti garis penanda di tempat-tempat ramai, sistem nomor antrean, dan petunjuk yang jelas.

5. Penghargaan terhadap Perilaku Positif: Berikan penghargaan atau apresiasi kepada individu atau kelompok yang menunjukkan perilaku antri yang baik. Hal ini dapat memotivasi masyarakat untuk meniru tindakan tersebut.

Tentu saja, penerapan Narabu Bunka dalam masyarakat kita tidak akan terjadi tanpa tantangan. Salah satu hambatan utama adalah kebiasaan buruk yang sudah terlanjur mengakar, seperti menyerobot antrian atau mengabaikan aturan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang konsisten dan berkesinambungan untuk mengubah perilaku ini. Penting juga untuk memahami bahwa perubahan budaya memerlukan waktu. Dengan kombinasi pendidikan, teladan, dan fasilitas yang mendukung, kita dapat membangun kebiasaan baru yang lebih baik.

Narabu Bunka bukan hanya tentang berdiri dalam barisan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai luhur seperti kesabaran, penghormatan, dan tanggung jawab sosial. Dengan mengadopsi budaya ini, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih tertib, efisien, dan harmonis. Penerapan kebiasaan antri sejak usia dini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi yang lebih disiplin dan bertanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun