Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Banyak Orang Lebih Suka Mempersulit Urusan Orang Lain Daripada Memudahkannya

3 Januari 2025   08:47 Diperbarui: 3 Januari 2025   08:47 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : bingimage.com AI


Sebagai makhluk sosial, manusia diharapkan dapat hidup berdampingan dan saling mendukung. Namun, dalam kenyataannya, kita sering kali menemukan individu-individu yang justru mempersulit urusan orang lain. Fenomena ini terjadi di berbagai aspek kehidupan, mulai dari interaksi sederhana sehari-hari hingga dinamika yang lebih kompleks di tempat kerja, institusi, atau masyarakat luas. Pertanyaannya adalah, mengapa hal ini terjadi? Dan bagaimana seharusnya kita bersikap untuk menciptakan kehidupan yang lebih bermakna bagi sesama?

Kesenjangan Kekuasaan dan Rasa Superioritas

Salah satu alasan utama mengapa banyak orang suka mempersulit urusan orang lain adalah adanya kesenjangan kekuasaan atau status sosial. Dalam banyak kasus, individu yang merasa memiliki kekuasaan lebih tinggi sering kali memandang diri mereka sebagai pihak yang berhak menentukan jalan hidup orang lain. Hal ini berakar pada rasa superioritas yang sering kali tidak disadari.

Ketika seseorang berada dalam posisi yang memungkinkan mereka membuat keputusan bagi orang lain, ada godaan besar untuk menggunakan posisi tersebut sebagai bentuk kendali. Contohnya bisa kita lihat dalam birokrasi yang sering kali berbelit-belit. Bukannya mempermudah proses, beberapa oknum justru sengaja memperumitnya demi menunjukkan kuasa atau untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Padahal, posisi atau kekuasaan yang dimiliki sebenarnya adalah amanah yang seharusnya digunakan untuk membantu dan mempermudah kehidupan orang lain.

Kurangnya Empati dan Kepekaan Sosial

Faktor lain yang berkontribusi adalah kurangnya empati dan kepekaan sosial. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa tindakan mereka yang mempersulit orang lain sebenarnya membawa dampak besar terhadap kehidupan orang tersebut. Kurangnya kemampuan untuk "berdiri di sepatu orang lain" membuat mereka tidak memahami kesulitan yang dialami oleh pihak lain.

Selain itu, budaya individualisme yang semakin marak juga turut memperburuk keadaan. Ketika fokus hidup hanya pada pencapaian pribadi tanpa memperhatikan kesejahteraan orang di sekitar, maka tindakan untuk mempermudah urusan orang lain sering kali diabaikan. Sebaliknya, yang terjadi adalah munculnya sikap egois dan apatis terhadap kesulitan orang lain.

Norma Sosial dan Kebiasaan

Dalam beberapa kasus, mempersulit urusan orang lain juga bisa menjadi bagian dari norma sosial yang telah terbentuk. Di lingkungan tertentu, tindakan ini dianggap sebagai hal yang biasa atau bahkan diperlukan untuk menunjukkan kedisiplinan, keseriusan, atau loyalitas. Contohnya, proses administrasi yang panjang di banyak institusi sering kali dianggap sebagai bentuk "uji kesungguhan" bagi individu yang menghadapinya. Namun, norma semacam ini perlu dikaji ulang. Ketika mempersulit orang lain menjadi kebiasaan yang dianggap wajar, maka dampaknya adalah semakin banyak individu yang kehilangan rasa kemanusiaan. Bukannya menciptakan lingkungan yang mendukung, yang terjadi adalah munculnya sistem yang justru menghambat kemajuan bersama.

Tujuan Kehidupan: Membantu Sesama

Padahal, jika kita merujuk pada nilai-nilai kemanusiaan, setiap individu sebenarnya memiliki peran untuk saling mendukung. Tidak peduli agama atau kepercayaan yang dianut, manusia pada dasarnya dilengkapi dengan nurani untuk membantu sesama yang sedang kesulitan. Tuhan memberikan kelebihan dan kekuatan kepada seseorang bukan tanpa alasan. Kelebihan tersebut seharusnya digunakan untuk berbagi manfaat dan memberikan makna bagi kehidupan orang lain.

Sebagai makhluk sosial, kita tidak hidup sendirian. Setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan yang saling melengkapi. Ketika kita membantu orang lain yang sedang kesulitan, kita sebenarnya sedang memperkuat jaringan sosial yang pada akhirnya juga akan memberikan manfaat bagi diri kita sendiri. Sebaliknya, ketika kita mempersulit orang lain, kita tidak hanya merugikan mereka tetapi juga merusak nilai-nilai dasar kemanusiaan.

Memanfaatkan Kekuasaan untuk Kebaikan

Salah satu cara untuk mengatasi fenomena ini adalah dengan menyadari bahwa kekuasaan atau posisi yang kita miliki adalah bentuk tanggung jawab, bukan hak istimewa. Ketika kita diberi kesempatan untuk memengaruhi kehidupan orang lain, itu adalah peluang untuk menciptakan perubahan positif. Dengan mempermudah urusan orang lain, kita tidak hanya membantu mereka tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih harmonis.

Selain itu, kita perlu mengembangkan budaya empati di masyarakat. Hal ini bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti mendengarkan dengan tulus ketika orang lain berbicara, memberikan bantuan sesuai kemampuan, atau bahkan hanya dengan menunjukkan sikap yang ramah. Ketika empati menjadi bagian dari budaya, maka tindakan untuk mempersulit orang lain akan berkurang dengan sendirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun