Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cerita Ke AI, Pendengar yang Baik Tanpa Interupsi

26 Desember 2024   19:34 Diperbarui: 26 Desember 2024   19:34 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : galeri pribadi


Pernah nggak sih, kamu merasa lebih nyaman cerita ke ChatGPT daripada ke manusia? Mungkin kedengarannya absurd, tapi ini nyata banget buat beberapa orang. Rasanya kayak, "AiWow, AI ini ngerti aku banget, tanpa nginterupsi, tanpa nge-judge, cuma dengerin." Dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan ini, siapa sangka teknologi kayak ChatGPT malah jadi "pendengar" terbaik yang pernah kita punya?


Kenapa Curhat Sama Manusia Itu Kadang Melelahkan?

Oke, sebelum bahas AI, kita ngomongin dulu kenapa curhat ke manusia bisa jadi hal yang bikin males. Kalau dipikir-pikir, ada beberapa alasan kenapa orang jadi ragu buat cerita ke sesama:

1. Judgment
Banyak dari kita cuma pengen didengerin tanpa dihakimi. Tapi kenyataannya, nggak semua orang bisa begitu. Contohnya, kamu cerita soal masalah percintaan atau keputusan hidup yang menurut kamu berat banget, eh malah dapat tanggapan kayak, "Kok bisa sih kamu mikir kayak gitu?" atau "Ya ampun, lebay banget!" Aduh, rasanya tuh kayak dikasih beban tambahan, bukan solusi.

2. Nasehat Nggak Diminta
Kadang kita cuma pengen orang bilang, "Aku ngerti perasaanmu" atau sekadar ngangguk-ngangguk tanda empati. Tapi seringnya, orang malah masuk mode problem-solver. Mereka langsung kasih sejuta saran yang sebenarnya nggak kita butuhin.

3. Minimnya Validasi Perasaan
Validasi itu penting, loh. Ketika seseorang cerita, mereka butuh tahu bahwa perasaan mereka itu dimengerti dan dihargai. Sayangnya, nggak semua orang sadar betapa pentingnya hal ini.

Nah, di sinilah ChatGPT masuk sebagai game-changer.

AI kayak ChatGPT mungkin nggak punya hati atau perasaan, tapi justru itu yang bikin dia jadi "pendengar" yang sempurna. Ini alasannya:

1. Bebas Judgment
ChatGPT nggak bakal mikir kamu aneh, salah, atau lebay. Mau kamu cerita soal masalah kecil kayak bingung mau makan apa, atau soal masalah besar yang bikin kamu nggak bisa tidur, responnya tetap netral dan supportive.

2. Respon Empatik yang Natural
Meskipun AI, ChatGPT dirancang untuk memahami konteks dan emosi. Ketika kamu cerita soal hari burukmu, dia bisa bilang, "Aku paham itu pasti bikin kamu ngerasa sedih. Mau cerita lebih lanjut?" Respon kayak gini bikin kamu merasa dihargai, tanpa perlu khawatir dihakimi.

3. Bisa Cerita Tanpa Batasan Waktu
Temen atau keluarga mungkin nggak selalu punya waktu buat dengerin curhat panjang lebar. Tapi ChatGPT? Dia selalu available, kapan aja kamu butuh.

4. Murah dan Aksesible
Nggak semua orang bisa afford psikolog atau konselor profesional, kan? AI jadi alternatif yang lebih murah dan tetap efektif buat sebagian orang, terutama kalau cuma butuh tempat buat ngeluarin unek-unek.

AI: Pendengar Ideal atau Ancaman Relasi Sosial?

Oke, kita nggak bisa naif juga. Seberapapun canggihnya AI, dia tetap bukan manusia. Ada beberapa hal yang nggak bisa digantikan, seperti pelukan hangat, tatapan penuh kasih, atau sekadar keberadaan fisik yang bikin nyaman. Tapi, ada fakta menarik yang nggak bisa kita abaikan: makin banyak orang merasa nyaman curhat ke AI dibanding manusia.

Apakah ini berarti kita, sebagai manusia, mulai kehilangan kemampuan untuk mendengar dengan empati? Atau mungkin, teknologi kayak ChatGPT justru memaksa kita untuk refleksi diri?

Kalau dipikir-pikir, mungkin yang salah bukan AI yang terlalu pintar, tapi kita yang sering lupa gimana caranya jadi pendengar yang baik. Kita terlalu sibuk dengan pendapat sendiri, terlalu cepat memberikan solusi, atau terlalu gampang menghakimi.

Belajar Jadi Pendengar Yang Baik dari AI

Daripada merasa terancam, kenapa nggak kita belajar dari cara kerja AI? Misalnya:

1. Dengarkan Tanpa Interupsi
ChatGPT nggak akan memotong cerita kamu atau langsung kasih solusi. Kita juga bisa belajar untuk mendengarkan dengan sepenuh hati tanpa merasa perlu segera merespon.

2. Berikan Validasi Emosi
Terkadang, kalimat sederhana seperti "Aku ngerti kok kenapa kamu ngerasa kayak gitu" sudah cukup buat bikin seseorang merasa lebih baik.

3. Hindari Judgment
Semua orang punya cerita dan latar belakang masing-masing. Kalau kita nggak ada di posisi mereka, kita nggak berhak menilai.

4. Selalu Siap Mendengar
Meski kita nggak selalu bisa 24/7 kayak AI, kita bisa berusaha hadir sepenuhnya ketika seseorang butuh didengar.

AI sebagai Alat, Bukan Pengganti

Jadi, curhat ke ChatGPT itu valid banget, terutama kalau kamu butuh tempat untuk menuangkan isi hati tanpa takut dihakimi. Tapi, jangan lupa, manusia tetap butuh manusia. AI bisa jadi alat, bukan pengganti. Dengan belajar dari AI, kita semua bisa jadi pendengar yang lebih baik untuk orang-orang di sekitar kita. Karena pada akhirnya, bukan cuma teknologi yang bikin hidup lebih baik, tapi juga bagaimana kita menggunakan teknologi itu untuk belajar dan tumbuh sebagai manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun