Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Slow Living di Bandung, Mungkinkah Dijalani?

26 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 4 Januari 2025   14:43 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : bingimage.com AI


Bandung, kota yang sering disebut sebagai "Paris van Java," memang selalu punya daya tarik tersendiri. Suhu udaranya yang adem, pemandangan hijau di sekelilingnya, dan budaya kuliner yang luar biasa menjadikan Bandung seperti surga kecil yang pas untuk menjalani gaya hidup slow living. 

Tapi, apakah gaya hidup slow living cocok untuk diterapkan di Bandung? 

Di luar Bandung, banyak orang membayangkan kota ini sebagai tempat yang nyaman untuk bersantai, jauh dari hiruk-pikuk kota besar seperti Jakarta. Dalam bayangan mereka, tinggal di Bandung berarti punya waktu untuk menikmati kopi di pagi hari sambil melihat kabut tipis di pegunungan, atau berjalan-jalan santai di tengah udara segar. Realitanya? Memang ada sisi adem itu, tapi untuk benar-benar menjalani slow living di Bandung, ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Salah satunya adalah gaya hidup masyarakat Bandung sendiri. Orang-orang Bandung dikenal sangat fashionable. Bahkan mereka yang mungkin penghasilannya belum terlalu besar tetap memikirkan penampilan dengan serius. Jadi, jangan heran kalau kamu melihat anak muda Bandung dengan outfit kece dari ujung rambut sampai ujung kaki, padahal penghasilannya mungkin masih di bawah UMK. Fenomena ini seolah jadi bagian dari budaya Bandung, di mana fashion nggak cuma soal gaya, tapi juga cara menunjukkan identitas.

sumber : bingimage.com AI
sumber : bingimage.com AI

Kehidupan Masyarakat Bandung yang Santai, Tapi...

Selain itu, orang Bandung terkenal dengan pola pikir "kumaha engke" yang artinya "gimana nanti." Filosofi ini memang ada sisi positifnya karena membuat mereka cenderung santai dan nggak terlalu stres menghadapi hidup. Tapi di sisi lain, pola pikir ini juga sering bikin banyak orang lebih memilih menikmati momen sekarang tanpa terlalu memikirkan masa depan. Contohnya, mau jajan ya jajan aja, mau nongkrong ya tinggal nongkrong. Nggak heran kalau banyak generasi Milenial dan Gen Z di Bandung yang kesulitan menyisihkan uang untuk tabungan karena lebih suka menikmati kesenangan saat ini. Bahkan, nongkrong di Bandung nggak bisa dianggap hal yang sederhana. Meski kota ini punya banyak kafe dan tempat ngopi yang ramah di kantong, tetap aja nongkrong jadi semacam "budaya kompetisi" terselubung. Kafe mana yang lagi hits? Outfit apa yang dipakai? Apa yang dipesan biar terlihat "niat" di story Instagram? Semua ini bikin budaya slow living jadi terasa agak kontras dengan kenyataan di lapangan.

Jajanan Kuliner yang Semakin Banyak dan Merajalela 

Selain fashion dan nongkrong, kuliner juga jadi salah satu hal yang bikin orang susah menjalani slow living di Bandung. Kota ini penuh dengan makanan enak yang nggak pernah habis untuk dicoba. Dari jajanan kaki lima seperti cireng dan batagor, sampai restoran mewah yang menyajikan fine dining, semua ada. Bagi pecinta makanan, Bandung bisa jadi jebakan. Bagaimana mau menjalani hidup sederhana dan slow kalau setiap hari selalu ada godaan untuk mencoba makanan baru? Gaya hidup slow living sering dikaitkan dengan pola hidup minimalis, yang fokus pada hal-hal esensial dan mengurangi pengeluaran yang nggak perlu. Tapi di Bandung, di mana makanan adalah bagian dari identitas kota, menahan diri untuk nggak jajan jadi tantangan besar.

Slow Living vs. Modernitas Bandung

Di sisi lain, Bandung juga sedang berkembang jadi kota modern. Infrastruktur yang terus dibangun, mall-mall besar yang bertambah, dan gaya hidup urban yang semakin kuat membuat Bandung semakin sibuk. Memang, ada sudut-sudut kota yang masih terasa tenang, seperti daerah Dago atas atau Lembang. Tapi untuk yang tinggal di tengah kota, kemacetan, polusi, dan ritme hidup yang serba cepat sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Belum lagi, tuntutan gaya hidup modern ini sering membuat orang merasa perlu "mengejar" sesuatu. Baik itu gadget terbaru, outfit trendi, atau sekadar ikut hype tempat nongkrong baru. Dalam suasana seperti ini, slow living bisa terasa seperti mimpi yang jauh.

Tapi, bukan berarti slow living nggak mungkin dijalani di Bandung, ya. Ada beberapa cara untuk memulai pola hidup ini meskipun tantangannya banyak. Misalnya:

1. Pilih Prioritas: Slow living nggak berarti harus tinggal di tempat sunyi dan jauh dari teknologi. Intinya adalah fokus pada apa yang benar-benar penting. Di Bandung, kamu bisa memilih untuk mengurangi aktivitas yang terlalu hedonis, seperti terus-terusan nongkrong di tempat hits, dan menggantinya dengan kegiatan yang lebih bermakna, seperti jalan-jalan di taman kota atau hiking di sekitar Lembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun