Wacana kenaikan pajak menjadi 12 persen yang direncanakan berlaku mulai Januari 2024 menjadi salah satu isu panas belakangan ini. Sebagian orang menganggap ini hal sepele, dengan komentar seperti, "Cuma naik satu persen aja kok ribut?" Tapi, benarkah kenaikan 1 persen ini tidak berpengaruh? Atau sebenarnya ini adalah puncak gunung es dari permasalahan yang lebih kompleks? Yuk, kita coba kupas lebih dalam!
Pajak: Antara Kebutuhan Negara dan Beban Rakyat
Sebagai warga negara, membayar pajak adalah kewajiban. Dari pajak inilah, pemerintah bisa membangun infrastruktur, memberikan layanan publik, hingga menjalankan program sosial. Tapi, pajak juga menjadi beban, terutama bagi masyarakat dengan penghasilan pas-pasan. Ketika pajak naik, beban ekonomi otomatis meningkat, khususnya bagi mereka yang berada di kelas bawah dan menengah.
Kenaikan pajak ini memang terlihat kecil---hanya satu persen. Namun, dampaknya tidak sesederhana itu. Pajak yang naik berarti harga barang dan jasa ikut naik. Sebagai contoh, makanan, transportasi, listrik, bahkan layanan kesehatan yang terkena pajak akan menjadi lebih mahal. Efek ini paling terasa di kalangan masyarakat yang penghasilannya pas-pasan, di mana setiap kenaikan kecil sangat signifikan terhadap keseharian mereka.
"Cuma Naik Satu Persen Aja Kok Ribut?"
Komentar seperti ini sering kita dengar dari mereka yang merasa tidak akan terlalu terdampak. Biasanya, kelompok ini terdiri dari orang-orang yang memiliki penghasilan stabil atau di atas rata-rata. Bagi mereka, kenaikan satu persen mungkin hanya berdampak pada pengurangan sedikit uang untuk jajan kopi atau langganan aplikasi streaming.
Tapi, coba kita bayangkan situasi mereka yang berpenghasilan di bawah rata-rata, seperti buruh harian, pedagang kecil, atau pekerja serabutan. Untuk mereka, kenaikan satu persen ini bisa berarti pilihan antara makan nasi dengan lauk sederhana atau sekadar nasi dan garam. Ketika pengeluaran naik sementara pendapatan tetap, celah ini menjadi sumber masalah besar.
Efek Domino dari Kenaikan Pajak
Kenaikan pajak tidak berdampak secara langsung saja, tetapi menciptakan efek domino yang meluas. Barang kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan daging akan menjadi lebih mahal karena produsen dan pedagang pasti meneruskan beban pajak kepada konsumen. Lalu, ongkos transportasi, baik itu untuk pribadi maupun umum, juga bisa meningkat karena bahan bakar yang harganya terdampak pajak. Akhirnya, kenaikan ini memengaruhi hampir setiap aspek kehidupan.
Efek lainnya adalah meningkatnya tekanan finansial pada rumah tangga berpenghasilan rendah. Ketika pengeluaran melebihi pendapatan, mereka mungkin terpaksa mencari solusi instan, seperti meminjam uang dari pinjaman online (pinjol). Di sinilah lingkaran setan dimulai. Pinjol sering kali menawarkan bunga tinggi yang semakin memperburuk kondisi finansial mereka. Alih-alih menyelesaikan masalah, mereka justru terjebak dalam siklus utang yang sulit diakhiri.
Kesenjangan Ekonomi yang Makin Melebar
Indonesia sudah lama menghadapi masalah kesenjangan ekonomi. Data menunjukkan bahwa proporsi kekayaan di negara ini masih terpusat pada segelintir orang kaya. Sementara itu, sebagian besar masyarakat bekerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kenaikan pajak 1 persen ini mungkin terlihat kecil di permukaan, tetapi bagi masyarakat rentan, ini memperbesar kesenjangan antara si kaya dan si miskin.
Ketika harga barang naik, daya beli masyarakat miskin otomatis turun. Mereka harus mengurangi konsumsi atau mencari alternatif yang lebih murah dan kurang berkualitas. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan ekonomi, tetapi juga pada kualitas hidup mereka secara keseluruhan, termasuk akses terhadap makanan bergizi, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Apa Solusinya?
Pemerintah memang membutuhkan pendapatan pajak untuk membiayai pembangunan negara. Namun, kebijakan pajak harus dibuat dengan memperhatikan dampaknya pada semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang paling rentan. Berikut adalah beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan:
1. Subsidi untuk Kebutuhan Pokok
Ketika pajak naik, pemerintah bisa memberikan subsidi untuk barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan gula. Dengan begitu, masyarakat miskin tidak terlalu terbebani.
2. Peningkatan Upah Minimum
Upah minimum harus disesuaikan dengan kenaikan biaya hidup. Hal ini penting untuk memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga meskipun pajak naik.
3. Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Efisien
Indonesia kaya akan sumber daya alam. Pemerintah seharusnya bisa mengelola kekayaan ini dengan lebih efisien untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa terlalu membebani rakyat kecil.
4. Pendidikan Keuangan dan Pelatihan Keterampilan
Memberikan pendidikan keuangan kepada masyarakat agar mereka bisa mengelola keuangan dengan lebih baik. Selain itu, pelatihan keterampilan bisa membantu mereka mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan lebih baik.
5. Transparansi Penggunaan Pajak
Rakyat tidak akan terlalu keberatan membayar pajak jika mereka merasa uang tersebut digunakan dengan benar. Transparansi dalam penggunaan dana pajak adalah kunci untuk mendapatkan kepercayaan publik.
Menghadapi Realita Bersama
Kenaikan pajak memang menjadi langkah yang sulit, tetapi mungkin diperlukan untuk mendukung pembangunan negara. Namun, kebijakan ini harus diimbangi dengan upaya nyata untuk melindungi masyarakat rentan. Jika tidak, dampak dari kenaikan ini bisa lebih buruk daripada manfaatnya.
Untuk kita semua, penting untuk memahami bahwa protes atau kritik terhadap kenaikan pajak bukan sekadar "ribut" tanpa alasan. Ini adalah bentuk kepedulian terhadap mereka yang suaranya sering kali tidak terdengar. Karena pada akhirnya, kesejahteraan suatu negara tidak hanya diukur dari angka-angka di laporan keuangan, tetapi juga dari kualitas hidup seluruh rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H