Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Menyerah Meski Rasanya Sudah Lebih Dari Patah

19 Desember 2024   14:32 Diperbarui: 19 Desember 2024   14:32 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : bingimage.com AI

Ada saat dalam hidup ketika kita sampai pada titik terendah, momen di mana hati terasa hancur lebur oleh kenyataan. Rasa putus asa menggelayuti, dan pikiran untuk menyerah muncul sebagai pilihan. "Aku ingin sudahi," begitu kita bergumam dalam hati, seolah dunia ini terlalu berat untuk dihadapi. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan merenungkan apa arti sebenarnya dari menyerah? Apakah itu benar-benar solusi?  

Sering kali, dalam keputusasaan, kita merasa menyerah adalah jalan keluar. Padahal, menyerah justru dapat menjadi pintu yang mengunci semua kemungkinan baik yang bisa datang. Tidak ada masalah yang selesai hanya dengan berhenti. Sebaliknya, istirahat sejenak bisa menjadi langkah awal untuk menyusun ulang hidup, menjeda waktu, dan memberi ruang untuk diri kita bernapas.  

Ketika Dunia Terasa Hancur  

Setiap manusia pasti pernah merasakan luka, entah kecil atau besar, entah karena kegagalan, kehilangan, atau pengkhianatan. Luka itu menyakitkan, membuat kita bertanya-tanya apakah kita masih sanggup melangkah. Rasa patah yang dirasakan seperti ingin menghentikan semuanya, seolah dunia berhenti berputar untuk kita.  

Namun, realitasnya, dunia tidak pernah berhenti. Waktu tetap berjalan. Dan, meski terdengar kejam, kita harus menemukan cara untuk melanjutkan perjalanan. Karena sesungguhnya, rasa patah itu bukan akhir dari segalanya. Ia hanyalah fase dalam siklus kehidupan.  

Dalam momen-momen tergelap itulah, refleksi diri menjadi penting. Alih-alih menyerah, tanyakan pada diri sendiri: apa sebenarnya yang aku cari? Apakah berhenti benar-benar menyelesaikan masalahku? Atau hanya menunda rasa sakit sementara waktu? Jawabannya sering kali membawa kita pada pemahaman bahwa berhenti tidak akan membawa kebahagiaan atau ketenangan yang kita dambakan.  

Menjeda, Bukan Menyerah  

Ketika hati terasa lebih dari patah, solusi terbaik bukanlah menyerah, melainkan menjeda. Menjeda berarti memberi waktu untuk diri sendiri, mengurangi tekanan yang menghimpit, dan memulihkan energi yang terkuras. Seperti layaknya tubuh yang membutuhkan istirahat setelah bekerja keras, jiwa kita pun perlu ruang untuk sembuh.  

Menjeda bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk cinta kepada diri sendiri. Dengan menjeda, kita belajar untuk menerima kenyataan tanpa membiarkannya mendikte langkah kita. Kita bisa berhenti sejenak untuk merasakan hal-hal kecil yang sering terabaikan, seperti sinar matahari pagi, suara burung, atau tawa orang-orang terkasih.  

Hal-hal kecil itu, meski tampak sederhana, memiliki kekuatan untuk mengembalikan harapan yang sempat pudar. Mereka mengingatkan kita bahwa hidup, meski penuh luka, tetap memiliki keindahannya.  

Menghargai Proses  

Sering kali, rasa ingin menyerah muncul karena kita menginginkan hasil instan. Kita ingin segera keluar dari rasa sakit, segera mendapatkan jawaban atas masalah kita. Padahal, hidup adalah proses. Tidak semua luka bisa sembuh dalam semalam, dan tidak semua masalah memiliki solusi yang langsung terlihat.  

Menghargai proses berarti menerima bahwa perjalanan hidup tidak selalu lurus dan mulus. Ada tikungan tajam, ada lubang yang membuat kita tersandung. Namun, setiap langkah yang kita ambil, sekecil apa pun, adalah bagian dari proses penyembuhan.  

Dalam proses itu, kita belajar tentang diri kita sendiri. Kita menemukan kekuatan yang sebelumnya tidak kita sadari. Kita juga belajar untuk lebih bijaksana, lebih sabar, dan lebih peka terhadap kebutuhan diri sendiri.  

Kembali pada Hal-Hal Kecil  

Ketika semuanya terasa terlalu berat, kembalilah pada hal-hal kecil yang memberikan kebahagiaan sederhana. Apa yang dulu membuatmu tersenyum? Apa yang dulu membuatmu merasa hidup? Mungkin itu adalah secangkir kopi di pagi hari, membaca buku favorit, atau mendengarkan lagu yang membawa kenangan indah.  

Hal-hal kecil ini bukan sekadar pelarian, melainkan cara untuk mengingatkan diri kita bahwa hidup tidak selalu tentang hal besar. Kebahagiaan sejati sering kali tersembunyi dalam momen-momen kecil yang kita alami sehari-hari.  

Selain itu, hal-hal kecil ini bisa menjadi pengingat bahwa dunia ini lebih luas dari rasa sakit kita. Ada begitu banyak keindahan yang masih bisa dinikmati, begitu banyak alasan untuk terus melangkah.  

Menemukan Harapan 

Harapan adalah bahan bakar yang memungkinkan kita terus bergerak, meskipun jalannya sulit. Namun, harapan bukan sesuatu yang datang begitu saja. Kadang, kita harus mencarinya, menemukannya di tempat-tempat yang tidak terduga.  

Harapan bisa ditemukan dalam pelukan hangat seorang teman, dalam doa yang kita panjatkan di tengah malam, atau dalam kata-kata yang menguatkan. Harapan juga bisa muncul dari rasa syukur, dari kesadaran bahwa meskipun hidup tidak sempurna, selalu ada sesuatu yang patut disyukuri.  

Ketika kita merasa hancur, harapan mungkin tampak seperti cahaya yang redup. Namun, jika kita terus menjaganya, cahaya itu akan semakin terang, menerangi jalan kita menuju masa depan yang lebih baik.  

Menyerah mungkin terasa seperti solusi ketika hidup terasa terlalu berat. Namun, kenyataannya, menyerah tidak pernah menyelesaikan apa pun. Sebaliknya, memberi diri kita waktu untuk menjeda, untuk merasakan kembali hal-hal kecil, adalah cara terbaik untuk menemukan kekuatan baru.  

Hidup adalah perjalanan yang penuh dengan liku, tetapi setiap liku membawa pelajaran. Jangan menyerah meski rasanya sudah lebih dari patah. Ambil jeda jika perlu, nikmati keindahan kecil di sekitar, dan temukan harapan yang membawa kita kembali pada kehidupan. Karena pada akhirnya, rasa sakit adalah bagian dari proses menuju kebahagiaan yang lebih dalam.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun