Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Penulis Poem, Eduparenting, Trip, dan Ghost Story. Sangat Menyukai Traveling dan Dunia Literasi Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Australia Larang Anak Usia di Bawah 16 Tahun Gunakan Media Sosial, Sebuah Refleksi untuk Indonesia

2 Desember 2024   08:46 Diperbarui: 2 Desember 2024   09:38 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Australia resmi melarang penggunaan media sosial bagi anak-anak di bawah usia 16 tahun. Kebijakan ini telah disahkan oleh parlemen Australia sebagai langkah tegas untuk melindungi generasi muda dari berbagai dampak negatif yang kerap muncul dari penggunaan media sosial. Keputusan ini menjadi topik perdebatan hangat, baik di Australia maupun di dunia internasional, termasuk Indonesia, yang menghadapi tantangan serupa.  

Langkah ini diambil setelah sejumlah penelitian dan data menunjukkan bahwa penggunaan media sosial dapat membawa dampak serius bagi perkembangan anak, mulai dari risiko kesehatan mental hingga meningkatnya perilaku agresif dan kejahatan di bawah umur. Namun, kebijakan semacam ini tentu memiliki dua sisi: ada manfaat besar yang bisa diraih, tetapi juga tantangan yang perlu diatasi.  

Alasan Utama di Balik Kebijakan Australia

Beberapa studi menunjukkan bahwa media sosial memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan anak-anak. Menurut laporan dari 'Australian Institute of Family Studies', anak-anak yang terlalu banyak menghabiskan waktu di media sosial cenderung mengalami masalah kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan kurangnya kepercayaan diri. Hal ini terjadi karena mereka terpapar konten yang tidak sesuai usia, termasuk cyberbullying, standar kecantikan yang tidak realistis, dan kekerasan.  

Selain itu, media sosial kerap menjadi platform bagi anak-anak untuk meniru perilaku buruk. Misalnya, kasus-kasus seperti tantangan berbahaya (dangerous challenges) atau konten kekerasan yang viral di platform seperti TikTok dan Instagram. Situasi ini diperburuk oleh algoritma media sosial yang sering kali mendorong konten sensasional tanpa mempertimbangkan dampaknya pada audiens muda.  

Dampak Positif dari Larangan

1. Fokus pada Interaksi Sosial Nyata  
   Dengan tidak adanya akses ke media sosial, anak-anak di bawah usia 16 tahun memiliki lebih banyak waktu untuk bersosialisasi secara langsung. Hal ini mendorong mereka membangun hubungan yang lebih autentik dengan teman-teman, keluarga, dan komunitas di sekitarnya.  

2. Pengurangan Paparan Konten Berbahaya  
   Tanpa media sosial, anak-anak terlindungi dari konten negatif yang dapat memengaruhi perilaku mereka. Misalnya, video kekerasan, tantangan berbahaya, atau propaganda yang memicu tindakan ekstrem.  

3. Perbaikan Kesehatan Mental  
   Anak-anak yang tidak terlalu bergantung pada media sosial cenderung memiliki keseimbangan emosi yang lebih baik. Mereka tidak perlu merasa tertekan oleh standar sosial yang tidak realistis, seperti popularitas atau pencapaian yang diukur melalui jumlah "likes" dan "followers".  


Dampak Negatif yang Mungkin Terjadi

1. Keterbatasan Akses Informasi Positif  
Media sosial juga menyediakan banyak konten edukatif yang bermanfaat. Dengan pembatasan ini, anak-anak mungkin kehilangan akses ke sumber informasi yang dapat mendukung pembelajaran mereka.  

2. Potensi Ketidakadilan dalam Penerapan  
   Larangan ini memerlukan pengawasan ketat dari orang tua dan pemerintah. Tanpa pengawasan yang memadai, kebijakan ini bisa menjadi tidak efektif atau hanya diterapkan pada kalangan tertentu.  

3. Pengurangan Kesempatan Mengembangkan Keterampilan Digital  
   Di era teknologi, kemampuan menggunakan media sosial secara bijak adalah keterampilan penting. Pembatasan total dapat menghambat anak-anak mempersiapkan diri menghadapi dunia digital yang semakin berkembang.  

Relevansi dengan Indonesia

Indonesia menghadapi masalah serupa. Maraknya kasus kekerasan, bullying, hingga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur sering kali terkait dengan paparan media sosial. Contoh nyata adalah kasus-kasus seperti perundungan antarteman yang terekam dan disebarkan secara luas di platform digital, atau tantangan viral berbahaya yang merenggut nyawa anak-anak. Kurangnya pengawasan orang tua menjadi faktor utama.

 Banyak orang tua di Indonesia sibuk bekerja, sehingga anak-anak dibiarkan menggunakan gadget tanpa pengawasan. Akibatnya, mereka terpapar konten yang tidak sesuai usia dan dapat memengaruhi pola pikir serta perilaku mereka.  

Di sisi lain, kesadaran masyarakat tentang pentingnya membatasi penggunaan media sosial pada anak-anak masih rendah. Media sosial sering dianggap sebagai "pengasuh digital" yang praktis, meski dampaknya bisa sangat merugikan.  

Perlukah Kebijakan Serupa di Indonesia?  

Melihat keberanian Australia dalam melindungi anak-anak, Indonesia sebaiknya mempertimbangkan langkah serupa, mengingat banyaknya kasus kejahatan yang kian marak melibatkan anak-anak di bawah umur. 

Anak di usia yang seharusnya masih bermain bersama teman-temannya, bisa bertindak menjadi pelaku kriminal diluar nalar. Semua kejahatan yang dilakukan sebagian besar ditimbulkan dari pengaruh negatif media sosial yang dengan mudahnya bisa diakses tanpa batasan, serta kurangnya pengawasan orang tua.  

Beberapa point penting yang terkadang diabaikan oleh masyarakat, dalam bermedia sosial terhadap anak dibawah umur antara lain:

1. Edukasi Orang Tua
   Mengedukasi orang tua tentang dampak negatif media sosial dan pentingnya pengawasan ketat terhadap aktivitas digital anak-anak.  

2. Kolaborasi dengan Platform Media Sosial
   Pemerintah dapat bekerja sama dengan platform media sosial untuk menerapkan batasan usia yang lebih ketat, misalnya dengan memverifikasi identitas pengguna.  

3. Peningkatan Akses ke Aktivitas Alternatif
   Anak-anak perlu diberikan pilihan aktivitas yang menarik, seperti olahraga, seni, atau program komunitas, sehingga mereka tidak terlalu bergantung pada media sosial.  

Kebijakan Australia melarang penggunaan media sosial bagi anak-anak di bawah usia 16 tahun adalah langkah berani yang bertujuan melindungi generasi muda dari pengaruh negatif teknologi. 

Meski memiliki tantangan, kebijakan ini memberikan banyak pelajaran berharga, terutama bagi negara-negara seperti Indonesia yang menghadapi masalah serupa. Dengan edukasi, pengawasan, dan kolaborasi yang tepat, Indonesia juga dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat untuk anak-anak.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun