"Bu, dimana kaus kaki?"
"Bu, aku ada PR Bahasa Inggris"
"Bu, mainanku rusak..."
"Bu, tadi di sekolah ada lomba, seru banget!"
"Bu, tadi temenku ada yang nangis..."
"Bu, gambar mana yang bagus?"
Sebentar-sebentar ibu yang dipanggil anak di rumah, dari mulai hal paling kecil, sampai hal paling besar, ibu seolah jadi "Pahlawan Super" yang dipercaya anak bisa mengatasi semua masalahnya. Â
Lalu kemana si Ayah? Kenapa Ayah jarang sekali dipanggil? Apa memang si Ayah tidak ada dalam ingatan si Anak? Atau si anak tahu bahwa ayahnya tidak pernah ada waktu, untuk mendengar semua celotehannya? Â Â
Mengapa Nama Ibu Lebih Banyak di Ingat Anak daripada Ayah?
Dalam sebuah keluarga, fenomena di mana anak lebih sering memanggil nama ibu daripada ayah adalah hal yang umum terjadi. Hal ini bukan tanpa alasan. Secara umum, ibu memiliki peran yang lebih dominan dalam pengasuhan anak, terutama di masa-masa awal kehidupan anak.Â
Namun, bukan berarti ayah tidak memiliki peran penting, hanya saja peran ayah yang minim, seringkali membuat anak merasa ayah tidak ada dalam prioritas ingatannya. Hal ini bisa terjadi karena bonding dibangun antara anak dan ayahnya kurang erat, sehingga keterikatan emosional tidak terjalin dengan baik.
 Bahkan jika diibaratkan hubungan ayah dan anak menjadi sesuatu yang canggung, anak sampai kesulitan untuk berkomunikasi dengan ayahnya, karena merasa ayahnya kaku dan sulit diajak bicara.
Memang sejak bayi lahir, ibu biasanya menjadi sosok yang paling sering hadir dalam kehidupan anak. Mulai dari menyusui, mengganti popok, hingga begadang di malam hari, semua ini adalah rutinitas yang lebih sering dilakukan oleh ibu. Kedekatan fisik dan emosional ini menciptakan hubungan yang kuat antara ibu dan anak.Â
Penelitian menunjukkan bahwa interaksi intensif yang dilakukan seorang ibu selama tahun-tahun pertama kehidupan anak memainkan peran penting dalam perkembangan emosionalnya. Sebaliknya, ayah sering kali terlibat dalam peran yang lebih banyak berorientasi pada penyediaan kebutuhan keluarga, seperti bekerja di luar rumah. Hal ini menyebabkan waktu interaksi ayah dengan anak menjadi lebih terbatas dibandingkan ibu.
Peran Tradisional yang Masih Dominan
Budaya dan tradisi di banyak masyarakat juga memengaruhi pola pengasuhan. Ibu sering kali dianggap sebagai sosok utama dalam urusan rumah tangga dan pengasuhan anak. Bahkan dalam keluarga modern sekalipun, peran ini sering kali tetap melekat pada ibu, meskipun banyak wanita kini juga bekerja di luar rumah.Â
Akibatnya, anak secara alami lebih terbiasa untuk memanggil ibu ketika membutuhkan sesuatu. Namun, pola tradisional ini sebenarnya bisa diubah. Ketika ayah turut aktif dalam pengasuhan, perannya di mata anak akan lebih menonjol. Ayah bisa sesekali bangun di malam hari ikut mengganti popok si kecil dan mengajaknya bermain, tidak ada larangan untuk hal tersebut.Â