Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Penulis Poem, Eduparenting, Trip, dan Ghost Story. Sangat Menyukai Traveling dan Dunia Literasi Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Fenomena Banyaknya Gen-Z yang Dipecat Karena Kurangnya Motivasi

29 Oktober 2024   07:25 Diperbarui: 29 Oktober 2024   07:41 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena generasi muda yang tidak mampu mempertahankan pekerjaan mereka menjadi topik hangat di berbagai belahan dunia. Berdasarkan sejumlah penelitian, banyak perusahaan melaporkan kesulitan mempertahankan pekerja muda, khususnya generasi Z (Gen Z). Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya kemampuan komunikasi dan motivasi dalam bekerja. 

Sementara komunikasi dan motivasi adalah kompetensi esensial dalam dunia profesional, ternyata beberapa karakteristik unik Gen Z menjadi alasan mereka kesulitan dalam dua hal tersebut.

Generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, generasi yang tumbuh dalam era digital. Berbeda dengan generasi sebelumnya, mereka dibesarkan di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial. 

Lingkungan yang serba online membuat mereka lebih terbiasa berkomunikasi melalui teks dibandingkan dengan komunikasi tatap muka. 

Penelitian dari McKinsey menunjukkan bahwa sebanyak 70% Gen Z merasa lebih nyaman dengan komunikasi digital, bahkan saat berbicara dengan rekan kerja atau atasan.

Salah satu dampak dari kebiasaan ini adalah kurangnya keterampilan komunikasi interpersonal. Dalam komunikasi digital, aspek seperti intonasi suara, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh tidak terlihat. Padahal, aspek-aspek ini sangat penting dalam membangun hubungan kerja yang baik. 

Akibatnya, banyak dari Gen Z yang tidak terampil dalam menghadapi situasi-situasi yang membutuhkan interaksi langsung, seperti rapat, negosiasi, atau sekadar berbincang dengan rekan kerja. Tidak jarang ini menyebabkan kesalahpahaman dan membuat mereka terlihat kurang profesional atau kurang berkomitmen.

Selain itu, kebiasaan menghabiskan waktu di rumah, menonton video, bermain game, atau berselancar di media sosial membuat mereka kurang bergaul di luar lingkungan digital. 

Ketika anak-anak Gen Z tumbuh di era di mana interaksi sosial lebih banyak terjadi secara daring, interaksi fisik di dunia nyata menjadi terasa sulit dan membebani. Kondisi ini sering kali membuat mereka terlihat introvert dan enggan bergaul, apalagi ketika harus berhadapan dengan lingkungan kerja yang menuntut keaktifan dan keterbukaan.

Selain tantangan komunikasi, kurangnya motivasi kerja juga menjadi alasan banyaknya Gen Z yang sulit bertahan dalam dunia kerja. Menurut penelitian dari Gallup, tingkat keinginan kerja (engagement) Gen Z cenderung lebih rendah dibandingkan generasi sebelumnya. 

Terdapat beberapa faktor yang mendasari fenomena ini:

1. Kebiasaan Mengonsumsi Konten Hiburan Cepat. Dengan terbiasanya Gen Z mengonsumsi konten cepat seperti video singkat di YouTube, TikTok, dan platform media sosial lainnya, mereka cenderung lebih mudah bosan dan kurang sabar.

 Lingkungan kerja yang sering kali monoton dan membutuhkan ketekunan tidak selalu sesuai dengan ekspektasi mereka yang cenderung menginginkan hasil instan. Alhasil, mereka sering kali merasa pekerjaan tidak memenuhi kebutuhan mereka akan tantangan dan kepuasan langsung.

2. Pola Pikir Berorientasi Fleksibilitas. Gen Z banyak menaruh harapan pada fleksibilitas waktu dan tempat kerja. Sayangnya, tidak semua pekerjaan menyediakan fleksibilitas yang diinginkan ini. 

Ketika mereka merasa terlalu terikat dengan aturan kerja konvensional, mereka cenderung kehilangan motivasi. Budaya kerja yang mengutamakan kehadiran fisik dan jam kerja yang ketat kerap membuat Gen Z merasa tertekan dan tidak nyaman, sehingga akhirnya menurunkan komitmen mereka dalam bekerja.

3. Tuntutan Keseimbangan Antara Kerja dan Kehidupan Pribadi. Gen Z tumbuh dengan kesadaran tinggi akan pentingnya kesehatan mental dan keseimbangan hidup. 

Berbeda dengan generasi sebelumnya yang rela bekerja keras untuk mencapai stabilitas karier, banyak dari mereka lebih memilih pekerjaan yang tidak mengorbankan keseimbangan hidup mereka. 

Menurut survei Deloitte, sekitar 60% Gen Z lebih memilih karier yang tidak mengganggu kehidupan pribadi mereka. Ketika pekerjaan dianggap mengganggu waktu pribadi, mereka lebih mudah kehilangan motivasi dan bahkan memutuskan untuk berhenti.

Apakah Gen Z Memiliki Mental Yang Lebih Lemah?

Salah satu pandangan yang berkembang adalah bahwa generasi Z memiliki mental yang lebih lemah dibandingkan generasi X dan Y. Meski pandangan ini memicu perdebatan, ada beberapa alasan yang memperkuat argumen ini:

1. Paparan Berlebihan Terhadap Media Sosial. Generasi Z adalah generasi pertama yang benar-benar tumbuh dalam lingkungan media sosial, yang menciptakan tekanan sosial yang luar biasa. 

Media sosial sering kali menampilkan kesuksesan, kekayaan, dan gaya hidup yang mewah, yang tidak realistis untuk semua orang. 

Ini dapat memicu perasaan rendah diri dan cemas pada mereka yang merasa tertinggal. Tekanan ini, menurut sebuah studi dari American Psychological Association, sering kali berdampak negatif pada kesehatan mental Gen Z dan membuat mereka lebih mudah merasa stres atau cemas di tempat kerja.

2. Ketergantungan pada Validasi Eksternal. Gen Z sering kali terbiasa mendapatkan validasi dari "like," "share," dan komentar di media sosial. 

Ketika berhadapan dengan dunia nyata yang tidak selalu memberikan validasi secara instan, banyak dari mereka merasa kurang dihargai. 

Mereka cenderung membutuhkan dorongan atau pengakuan yang lebih sering dibandingkan generasi lain. Ketika mereka merasa kurang dihargai atau tidak diakui, mereka mudah kehilangan motivasi dan merasa tidak cocok dengan pekerjaan tersebut.

3. Pandangan Terhadap Kesehatan Mental yang Berbeda. Generasi ini juga lebih terbuka terhadap isu kesehatan mental dan cenderung mengutamakan kesejahteraan mental dibandingkan dengan generasi sebelumnya yang sering kali mengabaikan kesehatan mental demi tanggung jawab kerja. 

Kecenderungan ini membuat Gen Z lebih sensitif terhadap stres kerja, dan tidak segan-segan untuk meninggalkan pekerjaan yang dianggap mengancam kesejahteraan mental mereka.

Untuk mengatasi masalah ini, beberapa langkah dapat diambil oleh perusahaan dan generasi Z sendiri. Perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan fleksibel agar Gen Z merasa nyaman dan terinspirasi. 

Pelatihan komunikasi interpersonal dan pengembangan soft skill dapat membantu mereka menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja. Di sisi lain, Gen Z juga perlu lebih mengembangkan kemampuan untuk beradaptasi dan mengelola ekspektasi mereka terhadap pekerjaan.

 Memahami bahwa kerja keras dan dedikasi tidak selalu memberikan hasil instan merupakan pelajaran yang perlu mereka pelajari untuk mengembangkan motivasi internal.

Fenomena banyaknya Gen Z yang dipecat atau keluar dari pekerjaan karena kurangnya komunikasi dan motivasi adalah isu yang kompleks dan membutuhkan pemahaman dari berbagai sisi. 

Kombinasi karakteristik unik mereka, ekspektasi terhadap dunia kerja, dan perubahan sosial yang cepat menjadi tantangan yang perlu dijembatani.

Saling pengertian dan adaptasi antara generasi dan perusahaan adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun