Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Opini Artikel Hukum Ketiga Hidup Bermakna-Denny Ja

24 Oktober 2024   10:48 Diperbarui: 24 Oktober 2024   10:58 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : dennyja.world

Artikel yang ditulis oleh Denny JA mengenai hukum ketiga hidup bermakna, yaitu passion, menyoroti pentingnya dorongan batin ini sebagai pilar utama dalam membentuk makna hidup, kebahagiaan, dan kesuksesan. Argumentasi yang dibangun sangat relevan dalam konteks kehidupan modern di mana individu semakin mencari makna personal yang mendalam di balik setiap tindakan, terutama dalam dunia kerja yang semakin menuntut produktivitas dan inovasi. Namun, dari sudut pandang teoretis dan kritis, ada beberapa dimensi yang perlu dikaji lebih dalam untuk memperkaya diskusi ini, khususnya terkait dengan sifat ambivalen passion dan implikasi sosial yang lebih luas.

Pertama, konsep dualistic model of passion yang diangkat dari penelitian Dr. Robert Vallerand menawarkan kerangka teoritis yang menarik. Model ini menegaskan adanya dikotomi antara harmonious passion, yang selaras dengan keseimbangan hidup, dan obsessive passion, yang dapat mendominasi dan membawa konsekuensi negatif. Meski model ini memadai untuk menjelaskan variasi manifestasi passion dalam kehidupan sehari-hari, ada satu pertanyaan mendasar yang dapat diajukan: Apakah benar passion secara inheren dapat dikategorikan secara dualistik? Dalam banyak kasus, passion mungkin tidak selalu terpolarisasi secara jelas menjadi harmonis atau obsesif, tetapi bisa berfluktuasi di antara keduanya tergantung konteks hidup individu. Dengan kata lain, pendekatan yang lebih holistik mungkin diperlukan untuk memahami passion sebagai spektrum dinamis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, dan psikologis. Passion yang dianggap harmonis pada satu momen bisa berubah menjadi obsesif dalam konteks yang berbeda, dan sebaliknya.

Selain itu, artikel ini menyoroti passion sebagai kekuatan yang esensial bagi kebahagiaan dan makna hidup, dengan mengacu pada riset mengenai flow dari Mihaly Csikszentmihalyi. Konsep flow ini memang menekankan pentingnya keterlibatan total dalam aktivitas yang memicu kebahagiaan intrinsik. Namun, dalam pendekatan ini ada implikasi yang perlu dipertimbangkan terkait aksesibilitas terhadap flow. Tidak semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan passion atau mencapainya dalam bentuk optimal. Kondisi sosial-ekonomi, pendidikan, serta lingkungan kerja dapat sangat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengejar passionnya. Oleh karena itu, perbincangan tentang passion harus mencakup diskursus yang lebih luas mengenai keadilan sosial dan distribusi kesempatan.

Tuntutan untuk "menemukan passion", sebagaimana disoroti dalam kritik yang diutarakan penulis, juga mengundang diskusi penting mengenai tekanan sosial yang tercipta. Di era modern, terutama dalam ekonomi kapitalis yang berbasis pada eksploitasi tenaga kerja, dorongan untuk mengembangkan passion sering kali digunakan sebagai alat untuk mengintensifkan produktivitas. Individu dimotivasi untuk terus berusaha mencapai performa maksimal dengan alasan bahwa mereka harus mencintai apa yang mereka lakukan. Di sini, passion bisa terjebak dalam retorika meritokrasi yang menekankan pada tanggung jawab individu, seraya mengabaikan struktur sosial yang sering kali membatasi ruang gerak mereka. Oleh sebab itu, passion tidak boleh hanya dilihat sebagai kekuatan individu yang apolitis, tetapi juga sebagai bagian dari lanskap ekonomi-politik yang lebih besar.

Di samping kritik, konsep passion dalam berbagai ajaran agama dan filsafat yang dipaparkan Denny JA juga layak mendapat pujian. Dengan merujuk pada Islam, Kristen, Hindu, Buddhisme, dan bahkan Stoikisme, artikel ini menunjukkan bahwa passion bukanlah konsep modern semata, melainkan bagian dari kebijaksanaan manusia yang telah ada selama ribuan tahun. Dalam rangka memberikan pandangan yang lebih mendalam, kita perlu mempertimbangkan apakah passion selalu membawa kebahagiaan yang diinginkan. 

Kritik terhadap passion dalam konteks burnout dan ketidakseimbangan hidup sangatlah relevan. Banyak studi dalam psikologi modern menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh pencapaian passion, tetapi juga oleh aspek kesejahteraan sosial, emosional, dan hubungan interpersonal yang sehat. Passion yang berlebihan, terutama dalam bentuk obsesif, dapat merusak dimensi-dimensi ini, membuat individu merasa teralienasi dari kehidupan sosial mereka dan akhirnya menimbulkan efek negatif pada kesejahteraan mental.

Dengan demikian, artikel Denny JA memberikan penjelasan yang mendalam tentang nilai passion dalam membentuk kehidupan yang bermakna, diskusi ini dapat diperluas dengan memandang passion dari sudut yang lebih kritis dan struktural. Passion adalah kekuatan yang tak terbantahkan dalam hidup manusia, tetapi ia juga merupakan pisau bermata dua yang membutuhkan keseimbangan dan konteks sosial yang mendukung. Pada akhirnya, makna hidup yang sejati mungkin tidak hanya terletak pada pengembangan passion individu, tetapi juga pada bagaimana passion tersebut menyatu dengan realitas sosial, kesejahteraan kolektif, dan keadilan yang lebih luas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun