Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Penulis Poem, Eduparenting, Trip, dan Ghost Story. Sangat Menyukai Traveling dan Dunia Literasi Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berkereta Memberi Ruang Pada Mata untuk Menikmati Sajian Semesta

20 Oktober 2024   13:47 Diperbarui: 20 Oktober 2024   14:14 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Galeri Pribadi

Perjalanan ini dimulai dengan seberkas cahaya fajar yang perlahan-lahan menyinari kota Bandung. Udara pagi yang begitu sejuk, menusuk kulit namun memberikan ketenangan. Aku melangkah mantap menuju stasiun, menggenggam tiket kereta bisnis yang kali ini akan membawaku ke Garut. Sebuah kota kecil yang mengundangku untuk beristirahat dari penat. Ada perasaan damai yang mengalir di dada, seperti ada janji keindahan yang siap menyambut di ujung perjalanan ini.

Seperti biasa Stasiun tampak sibuk,  suara pengumuman bergema di seluruh penjuru gedung, riuh rendah para penumpang, dan derap langkah kaki yang sibuk, tak mengusik keheningan batinku. Aku melangkah ke peron, dan di hadapanku terhampar rangkaian gerbong kereta yang akan menjadi tempatku selama tiga jam ke depan. Sebuah gerbong bisnis, dengan kursi-kursi yang tampak empuk, menunggu untuk dihuni. Aku tak sabar, membayangkan kenyamanan yang akan menemani perjalananku kali ini.

Begitu memasuki gerbong, udara sejuk dari pendingin ruangan menyambut. Kursi-kursi disusun rapi, dengan bantalan lembut dan ruang kaki yang lega, memberiku rasa nyaman. Para pramugari kereta menyapa ramah, dengan senyum hangat dan sikap profesional yang menyenangkan. Aku duduk di kursiku, meletakkan tas kecil di samping, kemudian menyandarkan punggung pada kursi. Tubuhku segera tenggelam dalam kenyamanan, seolah kereta ini dirancang untuk menghadirkan ketenangan bagi setiap penumpangnya. Kusambungkan true wireless stereo dengan android, kupasangkan di kedua telinga dan lagu pun mulai berputar lembut. You're gonna live forever dari John Mayer mengawali perjalananku.  

Kereta mulai bergerak pelan, meninggalkan hiruk pikuk stasiun. Deru mesinnya terasa halus, hampir tak terdengar, hanya getaran lembut di bawah kaki yang mengisyaratkan bahwa perjalanan telah dimulai. Di luar jendela, panorama kota Bandung masih tampak. Jalan-jalan penuh kendaraan, deretan toko, dan gedung-gedung tinggi yang berdiri tegak, perlahan berganti dengan pemandangan yang lebih asri.

Tak lama setelah meninggalkan kota, di kejauhan aku melihat sesuatu yang begitu memukau,  Masjid Raya Al Jabbar. Masjid yag menjadi maskot kota Bandung ini, berdiri megah dengan arsitekturnya yang futuristik namun tetap memancarkan keanggunan religi. 

Kubah-kubah masjid yang besar bertumpuk keatas, tampak berkilauan di bawah sinar matahari pagi seakan menambah kesan spiritual pada awal perjalanan ini. Bangunan itu terlihat seperti sebuah karya seni yang melayang di atas daratan, mengundang kekaguman dari siapa pun yang memandangnya.


Kereta pun semakin cepat melaju, membelah perbukitan dan lembah. Aku menikmati suasana di dalam gerbong, di mana kenyamanan kursi membuat setiap detik terasa santai. Para pramugari dengan ramah menawarkan secangkir kopi panas. Uapnya mengepul perlahan, aroma kopi yang khas segera memenuhi indera penciumanku. Aku pun tak tahan untuk memesannya. 

Ku raih secangkir kopi itu dengan kedua tangan, kurasakan kehangatannya di tengah udara sejuk dalam gerbong. Satu tegukan pertama memberi rasa tenang yang sulit dilukiskan, seolah secangkir kopi ini bukan sekadar minuman, melainkan teman perjalanan yang melengkapi pengalaman visual di hadapanku.

Satu jam berlalu dengan cepat, kali ini kereta mulai melintasi kawasan Nagreg, kali ini alam seakan menunjukkan wajah terindahnya. Di luar jendela, terbentang lembah hijau yang begitu luas, dihiasi pepohonan tinggi yang berjajar rapi di sepanjang garis pandang. 

Aliran sungai yang jernih mengalir di tengah lembah itu, memantulkan sinar matahari yang tampak seperti kilauan emas di atas permukaan air. Aku terpana. 

Dari dalam kereta, pemandangan ini terlihat seperti lukisan hidup, sempurna dan menenangkan.Suara aliran sungai terasa hampir nyata, seolah-olah aku bisa mendengar gemericik airnya yang berbisik lembut di antara bebatuan. Lembah itu terasa seperti dunia lain, jauh dari kebisingan dan kesibukan kota. 

Setiap pepohonan, setiap helai daun yang menari ditiup angin, dan setiap tikungan sungai seolah berbicara kepada jiwaku, mengundang kedamaian yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Aku merasa seolah alam sedang memelukku dengan kehangatannya, menawarkan ketenangan dalam tiap helai hijaunya.

Sumber : galeri pribadi
Sumber : galeri pribadi


Perlahan, pemandangan itu berubah lagi. Kini, gunung-gunung mulai tampak di kejauhan, berdiri kokoh dengan puncaknya yang tertutup kabut tipis. Bukit-bukit yang bergelombang, dihiasi dengan sawah-sawah yang bertingkat-tingkat seperti terasering, menjadi latar yang indah saat kereta terus melaju. Di sepanjang perjalanan ini, rasanya aku berada dalam dunia yang berbeda, jauh dari rutinitas dan beban kehidupan sehari-hari. Seakan-akan setiap detik perjalanan ini diatur dengan sempurna oleh alam semesta, menciptakan harmoni yang begitu memikat, Itulah alasan mengapa aku sangat suka berkereta. Karena hanya dengan berkereta, aku bisa menikmati sajian pemandangan dibalik jendela yang memberi ruang pada mata untuk melihat, keindahan semesta tanpa merasakan lelahnya perjalanan.

Di tengah kekaguman itu, secangkir kopi di tanganku masih terasa hangat. Setiap tegukan yang kuambil membawa kehangatan ke dalam tubuhku, bersanding sempurna dengan pemandangan alam di luar jendela. Rasanya, tiga jam yang kujalani ini begitu singkat. Waktu berlalu tanpa terasa, seakan alam dan kenyamanan kereta bekerja sama untuk menciptakan ilusi waktu yang melambat.

Sebelum aku sempat menyadarinya, kereta mulai melambat. Stasiun Garut perlahan muncul di hadapan, menandakan akhir dari perjalanan ini. Namun di dalam hatiku, perjalanan ini jauh lebih dari sekadar perpindahan dari satu kota ke kota lain. Setiap momen yang kualami dalam kereta ini, mulai dari keindahan arsitektur Masjid Al Jabbar hingga hijau lembah Nagreg yang begitu memukau, menjadi potongan kenangan berharga, yang akan selalu kusimpan dalam benak.

Saat melangkah turun dari kereta, udara Garut yang segar menyambutku. Namun aku tahu, bagian terindah dari perjalanan ini bukanlah di tempat tujuan, melainkan dalam perjalanan itu sendiri, di mana keindahan alam, kenyamanan, dan ketenangan berpadu menjadi satu, menciptakan harmoni yang sempurna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun