Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Penulis Poem, Eduparenting, Trip, dan Ghost Story. Sangat Menyukai Traveling dan Dunia Literasi Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mendidik Itu Bukan Melukai Fisik

5 Oktober 2024   16:47 Diperbarui: 5 Oktober 2024   17:58 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : id.pngtree.com

Mendidik murid adalah tanggung jawab besar yang diemban oleh para pendidik. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak perdebatan tentang metode-metode yang digunakan dalam proses pendidikan, terutama mengenai kekerasan fisik sebagai salah satu pendekatannya. Kekerasan fisik dalam mendidik murid, baik itu dalam bentuk pemukulan, cubitan, atau hukuman fisik lainnya, sering kali dipandang sebagai cara untuk mendisiplinkan siswa. Namun, dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan fisik jauh lebih besar daripada sekadar efek jangka pendek dari tindakan tersebut. Bahkan dengan cara pendisiplinan seperti itu, apakah siswa akan lebih patuh atau justru malah sebaliknya, mereka akan tumbuh menjadi pembangkang. Selain itu banyak juga penelitian yang menunjukkan bahwa, anak-anak yang mengalami kekerasan fisik sering kali mengalami trauma yang berkepanjangan. Trauma ini tidak hanya memengaruhi kesehatan mental mereka dalam jangka pendek, tetapi juga dapat berakibat pada perkembangan emosional dan sosial mereka di masa depan. Anak-anak yang sering mengalami kekerasan fisik cenderung memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi, serta kesulitan dalam membangun hubungan sosial yang sehat. Mereka mungkin merasa takut atau cemas saat berada di lingkungan pendidikan, yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendukung bagi mereka.

Di samping itu, kekerasan fisik juga dapat menghambat proses pembelajaran. Ketika seorang anak merasa terancam atau tidak aman, konsentrasi mereka dalam belajar menjadi terganggu. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami kekerasan fisik cenderung memiliki prestasi akademik yang lebih rendah dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tidak mengalami kekerasan. Mereka lebih mungkin untuk mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran dan berpartisipasi dalam kegiatan kelas. Hal ini menyebabkan mereka terjebak dalam siklus ketidakberdayaan, di mana mereka merasa tidak mampu mencapai potensi mereka.

Lebih jauh lagi, kekerasan fisik dalam pendidikan dapat menciptakan budaya ketakutan di dalam sekolah. Ketika kekerasan dijadikan sebagai alat untuk mendisiplinkan siswa, maka siswa akan memandang sekolah sebagai tempat yang menakutkan, bukan sebagai tempat untuk belajar dan berkembang. Budaya ini dapat menimbulkan rasa saling curiga antara siswa dan guru, di mana siswa merasa tidak yakin apakah mereka dapat mempercayai otoritas yang seharusnya melindungi mereka. Dalam jangka panjang, hal ini akan menciptakan lingkungan yang tidak sehat, di mana kreativitas dan inovasi terhambat.

Sebagai tambahan, mendidik dengan kekerasan fisik juga bertentangan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan dan pendidikan. Pendidikan seharusnya bertujuan untuk membimbing dan membantu siswa dalam mengembangkan potensi mereka dengan cara yang positif dan mendukung. Kekerasan fisik justru menunjukkan ketidakmampuan untuk mengelola emosi dan konflik secara konstruktif. Sebagai pendidik, seharusnya kita mengajarkan siswa tentang empati, toleransi, dan cara menyelesaikan masalah tanpa menggunakan kekerasan. Memberikan contoh perilaku positif jauh lebih efektif daripada menggunakan kekerasan untuk mengendalikan perilaku siswa.

Penting juga untuk mempertimbangkan fakta bahwa kekerasan fisik dalam pendidikan dapat memperkuat siklus kekerasan di masyarakat. Ketika anak-anak diajarkan bahwa kekerasan adalah cara yang sah untuk menyelesaikan masalah, mereka mungkin akan membawa pola pikir ini ke dalam interaksi mereka di luar sekolah, baik di rumah maupun di lingkungan sosial lainnya. Hal ini dapat berkontribusi pada peningkatan kekerasan dalam masyarakat secara keseluruhan, menciptakan lingkungan yang tidak aman dan penuh konflik.

Dalam era modern ini, kita seharusnya mencari pendekatan yang lebih konstruktif dan efektif dalam mendidik siswa. Pendekatan positif, seperti pembelajaran berbasis kasih sayang dan dukungan, telah terbukti lebih berhasil dalam membentuk karakter dan perilaku siswa. Dengan memberikan perhatian dan dukungan yang tepat, siswa dapat belajar untuk mengelola emosi mereka dan menghadapi tantangan dengan cara yang lebih sehat. Pendekatan ini juga mendorong keterlibatan siswa dalam proses belajar, sehingga mereka merasa dihargai dan diperhatikan.

Melihat semua dampak negatif yang ditimbulkan oleh kekerasan fisik dalam pendidikan, adalah penting bagi kita untuk berpikir secara kritis tentang metode pendidikan yang kita terapkan. Masyarakat, orang tua, dan pendidik harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung, di mana setiap siswa dapat tumbuh dan berkembang tanpa rasa takut akan kekerasan. Ini memerlukan perubahan paradigma dalam cara kita memandang pendidikan, dari pendekatan yang berfokus pada kontrol dan hukuman ke pendekatan yang berfokus pada pengembangan karakter dan penanaman nilai-nilai positif.

Sebagai bagian dari upaya ini, pelatihan bagi pendidik juga sangat penting. Mereka perlu diberikan keterampilan dan pengetahuan tentang cara mendidik yang efektif dan positif. Dengan memberikan pendidik alat dan strategi yang tepat untuk menghadapi tantangan dalam kelas, kita dapat mengurangi ketergantungan pada metode kekerasan fisik. Banyak program pelatihan yang telah terbukti berhasil dalam mengubah cara pendidik berinteraksi dengan siswa, dan ini harus menjadi fokus utama dalam reformasi pendidikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun