Masa pandemi covid 2019 menjadi pengalaman buruk bagi sebagian besar masyarakat dunia, tak terkecuali di Indonesia. Badai PHK besar-besaran terjadi berdampak pada banyaknya pengangguran. Bukan hanya perusahaan kecil yang terkena dampak dari pandemi, tapi juga perusahaan-perusahaan besar. Banyak pengusaha gulung tikar, terutama usaha yang bergerak di bidang makanan. Karena pada masa covid masyarakat merasa lebih takut untuk membeli makanan dari luar. Mayoritas lebih memilih membeli bahan mentah dan mengolahnya sendiri di rumah untuk mencegah penularan virus covid.
Bagi pengusaha makanan seperti saya, wabah covid juga memberikan guncangan ekonomi yang sangat besar. Dimana saya terpaksa menutup usaha kue basah yang biasanya saya jual khusus untuk event seperti wedding, arisan, dan lain-lain. Jangankan ada event besar, keluar rumah saja sangat dilarang karena bisa menyebabkan penyebaran virus makin parah. Oleh karena itu, usaha yang saya jalankan terpaksa ditutup sementara.
Untuk mengatasi kebutuhan ekonomi kala itu, saya dan suami terpaksa terjun kembali ke dunia kerja kantoran, memasukkan lamaran sana sini dengan berbekal iklan loker di medsos. Tapi berbulan-bulan kami menunggu panggilan tak jua ada panggilan. Sampai rasanya kami berada di titik putus asa, ni mengatasi kebutuhan ekonomi yang semakin membengkak tanpa adanya penghasilan.
Sampai suatu hari, tiba-tiba panggilan telepon berbunyi ke hp suami saya. Waktu itu saya tidak menaruh curiga, karena si penelpon tiba-tiba berbicara dengan akrab menyapa suami saya dengan nama kecilnya. Jadi saya pun menyangka si penelpon adalah teman lamanya.Â
Kurang lebih si percakapan penelpon dan suami saya seperti ini.Â
"Kang, apa kabar sehat? ini Riki"
Suami saya yang memang punya teman bernama Riki, otomatis langsung menyapa balik dan menyambut ucapannya.
"Oh, Riki SD ya?"
Si penelpon langsung sigap mengiyakan. Ga lama kemudian si penelpon berbasa basi dengan akrabnya seolah dia memang teman lama suami saya. Sampai kemudian obrolan pun sampai pada pertanyaan tentang pekerjaan dan tawaran bisnis. Suami saya masih menyimak dan tak menaruh curiga, karena dia yakin betul bahwa orang yang diajaknya bicara adalah Riki teman masa kecilnya. Si penelpon yang mengaku sebagai Riki ini menawari suami saya bisnis jual beli hp. Dia mengaku bekerja disalah satu perusahaan elektronik, kemudian dia bercerita punya klien yang akan membeli barang dagangannya, namanya Koko. Nah, singkat cerita dia butuh orang yang membantunya untuk mediasi penjualan. Dia menawarkan pada suami saya untuk menjadi mediator antara dia dengan si Koko.Â
Seperti orang yang dihipnotis, suami saya  mengikuti semua yang diperintahkan si penelpon. Ia langsung sigap menjadi mediator dan menghubungi orang yang bernama Koko melalui panggilan selular. Disitu suami saya mengikuti arahan si penelpon dengan menawarkan harga jual 30 buah Hp berkisar 80 juta, lalu si Koko ini mengajukan tawaran 60 juta, suami saya tampak sibuk menelpon lagi yang bernama Riki dan menyampaikan tawaran si Koko. Si Riki itu pun tampak seolah-olah berakting keberatan dengan tawaran si Koko dan mengajukan angka 70 juta, sambil ia mengimingi suami saya akan mendapat keuntungan 10 Persen dari transaksi jika berhasil. Suami saya pun antusias dan mulai melakukan mediasi lagi dengan si Koko. Sampai tak lama si Koko pun dengan mudahnya sepakat di angka 70 juta, kemudian si Riki memberikan no rekening untuk di transfer si Koko, lalu suami saya pun kembali menjadi perantara dan meminta si Koko transfer.
Tak lama kemudian, Koko transfer sebesar 50 juta ke rekening yang terlampir atas nama perusahaan si Riki, dan langsung mengirimkan bukti resinya ke suami saya, sebagai bukti seolah transaksi sudah fix dilakukan. Alih-alih mendapatkan keuntungan yang dijanjikan, si Riki kali ini malah minta suami saya untuk melunasi dulu sisa uang si Koko tadi, dengan alasan untuk mengeluarkan barang dari gudang. Karena barang tidak bisa dikeluarkan jika pembayaran belum lunas. Sedangkan si Koko tadi, ingin melihat barangnya keluar dulu dari gudang, baru akan melunasi. Karena alasan si Koko karyawannya sudah berada didepan gudang Riki.Â
Riki terus mendesak suami saya untuk mentransfer 20 Juta ke rekening yang sama, ia terus-menerus menelpon dengan nada menteror. Suami saya terlihat seperti orang linglung yang di hipnotis. Sampai akhirnya saya mulai merasa curiga dan bertanya tentang kronologi semuanya. Saya pun langsung menyimpulkan ini jelas penipuan. Ketika si Riki itu menelpon lagi, saya pun langsung mengangkatnya dengan penuh emosi, dan melupakan segala kekesalan.
"Eh lu tau nggak hidup gue udah sesusah ini, malah ketemu Penipu lagi! Usaha gue karena covid ini juga lagi bangkrut! Cari kerja susah! Jangankan buat transfer lu, buat makan besok aja gue nggak ada! Coba kalau mau nipu ke koruptor aja sana!!! Minimal lu nggak nipu orang yang udah susah!!!$$##@##"
Mendengar suara emak-emak ngoceh tanpa jeda Si penipu itu pun terdiam, sambil tak lama dia berkata pelan
 "maaf bu...."
Selesai...Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI