Trip beberapa hari ke Kota Semarang, membuat saya penasaran untuk mencoba beragam kulinerannya. Terutama kulineran tradisional khas kota Semarang. Saya lebih excited berburu kulineran di pinggiran jalan, karena selain rasanya lebih otentik biasanya harga yang dipatok juga biasanya tidak terlalu mahal. Sebagai kota yang terkenal dengan Jajanan Lumpia, saya pun tidak sabar untuk langsung berburu Lumpia Goreng khas Semarang. Tak jauh dari Hotel tempat saya menginap, banyak sekali gerobak pinggir jalan yang menjual Lumpia.Â
Sebagai orang Bandung yang terbiasa menyebut Lumpia dengan kata Lumpia, ternyata sebutan itu kurang tepat di Semarang, karena kebanyakan Penulisan lumpia disini tidak menggunakan huruf tengah 'm' melainkan huruf 'n' tepatnya Lunpia. Konon sejarahnya, Lunpia pertama kali muncul di Semarang pada abad ke-19. Kuliner ini pertama kali dikenalkan oleh seorang pendatang Fujian yang bernama Tjoa Thay Joe yang menjajakan penganan dengan isian rebung dan daging babi.Â
Disana ia bertemu dengan perempuan Jawa bernama Mbak Wasih yang juga menjajakan penganan serupa dengannya haya saja isiannya berbeda, Mbak Wasih menjual dengan isian udang dan kentang manis. Seiring berjalan waktu, kedua pedagang ini saling jatuh cinta lalu akhirnya mereka menikah. Setelah menikah mereka memutuskan untuk menggabungkan kedua dagangannya. Dari sini lahirlah kombinasi isian Lunpia dengan udang, ayam dan rebung disertai perpaduan kulit Lumpia yang renyah.Â
Kala itu Lunpia dijual di pasar malam Belanda bernama Olympia Park. Seiring waktu Lunpia semakin dikenal luas di Semarang, dan banyak orang menyebut penganan Lunpia ini menjadi Lumpia karena dijual di Olympia Park. Â Tidak ada yang salah dengan penyebutan keduanya, karena baik itu Lunpia atau Lumpia sama saja.
Kembali ke Kuliner Lunpia yang pertama saya coba di Semarang, awalnya sempat ragu karena Lunpia yang saya beli bukan Lunpia yang terkenal di Semarang. Saya membeli dari salah satu penjual gerobakan. Satu buah Lunpia berukuran Jumbo dibanderol dengan harga sekitar Rp. 15.000/buah. Â Saya hanya membeli 2 Potong karena takut rasanya tidak sesuai ekspektasi. Setelah berhasil membungkus Lunpia, saya pun bergegas kembali ke hotel untuk mencicipi kuliner tersebut.Â
It's More than I expected!!! Rasanya Tasty banget! Kerenyahan kulit lumpia dipadu dengan isian yang super duper gurih, manis dan bikin nagih banget dimulut. Aroma udang dan rebung yang lembut bikin mulut rich banget! Meski ukurannya jumbo, tapi kayanya nggak cukup makan satu buah. Akhirnya saya mutusin buat balik lagi ke pedagang tadi, pokoknya wajib beli 5-10 pcs biar puas buat di makan rame-rame. Eh tapi pas saya balik lagi ke tempat yang sama, pedagang Lunpia tadi sudah tutup. Agak nyesel juga sih! Tapi perburuan kuliner hari itu, tetap dilanjutkan!
Saya pun melanjutkan perjalanan bersama suami saya dengan menyusuri  Area Simpang Lima yang penuh dengan kemegahan dan semaraknya kota Semarang. Kerlap kerlip becak hias dan odong-odong turut membuat jalanan Simpang Lima semakin tampak eksostis. Semegah kota Bandung, banyak bangunan Estetik dan Mall besar yang juga berdiri di setiap sudut. Hanya yang berbeda dari kedua Kota ini adalah suhu udaranya. Saya yang terbiasa dengan dinginnya suhu Bandung, auto dibuat "Kegerahan" apalagi saat turun dari kereta, berasa banget panasnya nyengat ke kulit. Tapi sepanas-panasnya udara disini, menurut saya masih lebih panas di Palembang dan Jakarta  sih!
Di Area Simpang Lima saya menemukan tenant Kuliner yang menjual berbagai macam Jajajan Khas Semarang. Saya pun berhenti di salah satu tenant. Pedagang disana sangat ramah dan langsung memberikan saya selembar list menu sambil merekomendasikan menu yang paling best seller. Kisaran harga makanan yang ditawarkan juga nggak mahal kok! Rate nya standar, harganya nggak lebih dari 20-30ribuan per porsi.Â
Saya pun memesan sepiring nasi goreng babat, sedangkan suami saya memesan bakmi jowo goreng, dan sebotol minuman temulawak. Aroma khas dari nasi goreng Babat khas Jawa yang asapnya memenuhi kedai, auto membuat saya langsung ngiler. Tak sabar untuk segera mencicipinya! Untungnya hari itu pengunjung tidak terlalu ramai, sehingga makanan yang dipesan bisa disajikan lebih cepat.
Sepiring nasi goreng babat yang manis pedas gurih dengan aroma Smoky yang khas, membuat saya makan dengan sangat lahap. Saya sempat mencicipi bakmi jowo goreng pesanan suami saya, bumbunya agak sedikit manis tapi rasanya tetap enak kok! Cuma sedikit perbedaan dari kami orang Bandung yang terbiasa dengan bumbu dasar Asin Gurih, mungkin harus sedikit adaptasi dengan rasa masakan Jawa yang cenderung bumbunya lebih legit dan manis. But Overall semua makanan khasnya enak-enak kok
Sepoi-sepoi angin malam Semarang yang hangat ditemani dengan sebotol Temulawak dicampur dengan Es Batu, ikut menyegarkan hati dan pikiran kami malam itu. Jeda dan suasana baru terkadang sangat kita butuhkan untuk menghilangkan Jemu. Kita butuh sejenak bersantai bukan karena kita pemalas, tapi karena kita manusia biasa yang juga butuh beristirahat! Karena hidup tidak selalu tentang kebahagian kompleks yang harus dikejar dengan kecepatan, terkadang kita butuh waktu untuk berpikir tenang, menyehatkan mental dan kembali berjuang dengan jalur kita. Tak perlu terlalu terburu-buru, karena setiap langkah manusia tidak sama. Selama kita bisa mencoba bahagia di jalur langkah kita, maka nikmatilah! Dengan nikmat itu, kita bisa mengerti makna "Bersyukur."Â
    Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H