Saat ku mulai mempertajam pena untuk mengerjakan ujian didepan mata. Disitulah jantung berdebar 2 kali lebih cepat.
Apalagi, manakala risau orang terkasih dan tercinta tak kunjung pulang entah kemana. Pagi hingga petang, layar percakapan pun tiada riuh kabar darinya. Seperti digantung.
Sembunyi dibalik ancaman musuh yang hendak menerkam, menikam dan ingin melenyapkan. Masih berdebar dan berdegup kencang.
Saat musuh datang... Enggan berderma rasa iba adanya. Bisa saja pisau belati, dihunuskan ke haribaan nyawa yang mulai tenggang rasa ini.
Merakit perahu kertas sejenak. Meredam problema yang tak kunjung reda sembari berdamai dengan diri sendiri.
Aku ingin bertanya pada secarik kertas putih itu?
Bolehkah aku tuangkan relung-relung isi hati ini padamu. Tenang walaupun pena mengulurkan bantuan untuk menggoreskan nya. Ia tak akan tahu.
Bujur sangkar kehidupan akan membuat nu akurat. tidak melulu terkungkung dalam rundungan zaman yang begitu lebam lagi babak belur ini.
" Ku ambil bebatuan dan sejenak akan ku hempaskan ke sungai Musi ini "
Bahkan juga ku bentaangkan layang-layang jika perlu agar kau tak berdebar dua kali menghadapi masalah mu
M. Erik Ibrahim
Semarang, 01 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H