Muara pinta sepertinya harus ku selalu tengadah kan kepada mu.
Air susu ku, kau justru balas dengan air tuba. Niat baik ku, kau acuhkan begitu saja.
Tidak...!
Mana mungkin...!
Cukuplah,... Jangan engkau berdalih dengan senyum tipis dan lirikan kedua kelopak matanya nan tampak sumringah
Terbuat dari apa?
Terbuat dari apakah hatimu?
Seperti nya engkau tak bisa mengelak akan jerih payahku padamu
Ingat... Air Kincir kehidupan akan selalu ada
Tertawa lah...Tertawa jahat lah sesuka hatimu
Meskipun petir mengguntur dan mencoba menghempaskan bicara petuah baik untukmu
Semoga secarik kertas harapan tercurah kepadamu
Bicara
Semarang. 28 Juni 2022
M. Erik Ibrahim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Baca juga: Puisi: Doa Terakhir
Baca juga: Puisi: Muara Pinta di Sungai Aare
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!