Seperti biasa. Setiap pagi buta sekali nenek Asmi dengan sekelumit daya upaya nya melanglang buana mencari balok kayu sebagai mata pencaharian nya.
Dua perempuan---nenek asmi dan cucunya, sehari-hari melakukan kegiatan itu tanpa berdentum keluh kesah sekalipun.
Bacaan Lain : Seperti Laptop ku
Nenek Asmi---Dari sini, terpotret wajah Nenek Asmi dengan sesekali menyeka air mata kesedihan agar cucunya tidak tahu dan sekilas terbatin dalam benaknya,
"Nduk, Nenek akan usahakan kita hidup berkecukupan ya, Nduk ".
Seperti pagi kali ini. Nenek Asmi bersama cucunya yang masih tertidur lelap terpaksa ia bangunkan dari mimpi dan angan angan indahnya.
Apalagi---Terpaksa sang nenek membangun kan cucunya untuk segera menyambut dan senyum sapa kepada kehidupan nyata dunia yang tak seindah mimpinya.
Ia membopong cucunya diatas pundak nya yang entah akan kuat berapa lama dan rapuh. Ia tak begitu mempermasalahkan nya.
Tak jarang jari jemari kaki nenek tersandung bebatuan dan tersayat ilalang yang menyambut dirinya tanpa sepengetahuan nya.
Cucunya yang nampak belia sesekali nampak mengerti keadaan sang nenek, hingga ia memutuskan melangkah kan kaki mungilnya untuk berjalan sendiri, sang nenek berkata,...
" Nduk, tunggu, jangan turun dulu. Nenek masih kuat membopong mu, nanti saja kalau langit sudah cerah, kamu boleh menapakkan kakimu. "
Dengan muka polos nya, cucunya pun menuruti wejangan dari wanita lansia itu.