Sebenarnya malam ini ku tak kuasa membendung air mata yang mengalir deras pada pelupuk hati.Â
Sejenak terngiang-ngiang lebaran lalu penuh suka cita gegap-gempita sorak sorai riuhnya anggota keluarga.Â
***
Namun kini, bagai tiada lengkap lagikan nestapa. Ku mencoba berbaring, ke kanan dan ke kiri.Â
Bergeming pada malam jelang akhir lebaran tanpa elegi maupun emosi. Sejenak ku ingin menyeruak dibalik jeruji pilu terpatri.Â
****
Namun, setidaknya sepotong baju dihari raya sedikit mengobati rasa rindu yang mulai mendera hati.Â
Bulan Ramadhan, penuh suka cita, namun tidak dengan sejumlah orang dengan anggota keluarga yang kurang.Â
Seperti sunyi? Senyap? Nestapa? Hingga hampir hilang arah. Hanya dinding-dinding menjadi tembok ratapan.
*****Â
10 terakhir, penuh ampunan ini. Alangkah baiknya kembalilah mendekatkan diri pada sang Pencipta
Sepotong baju itu, letakkanlah sejenak, basuh lah wajahmu dan dirikanlah shalat.Â
Sembari mengharap ketenangan hati hingga rasa syukur menyapa
******
Namun acapkali ku pinta pada malam, seolah acuh tak didengarkan, apa ada guratan hati yang salah dimata Tuhan?Â
Namun, baju ini cukup jadi sebilah kenangan dengan linangan air mata yang harus ku bendung perlahan.
Sempat terenyuh dan tertegun dikala hasrat hati sedang teriris namun tetap tegar pada seperti sebuah penggaris.Â
Saatnya terlelap tidur, namun esok harus bangun tuk menanti waktu sahur...Â
Tapi pada malam ini...Â
Sejenak termenung...Â
Pada dinding murung...Â
Sembari mengingat kembali...Â
Kenangan indah penuh nasehat diri...Â
Sepintas mudah, tapi...Â
Pada malam muram belum gerimis di kandang hujan, sebaiknya kudapan ini segera termakan.Â
Meskipun pada malam-malam tak tertahan, apalagi kerinduan yang menyulut sepi mendalam.Â