"The essence of being human is that one does not seek perfection"
Esensi dari menjadi manusia adalah bahwa seseorang tidak mencari kesempurnaan
-George Orwell-
Manusia itu tidak ada yang sempurna. Ketidaksempurnaan ini menuntut manusia agar bisa mengerti akan dirinya juga orang lain. Tetapi entah karena mereka tidak menyadarinya, terkadang mereka lebih menuntut kesempurnaan baik yang ada pada dirinya ataupun orang lain. Â Dia lupa bahwa manusia itu tidak luput dari kekurangan.
Menuntut kesempurnaan berarti memperlihatkan sifat keegoisannya. Egoisme merupakan awal dari pertentangan atau pertikaian. Pertentangan batin atau kegalauan yang akut serta gangguan emosi lainnya itu akibat dari egoisme yang tinggi. Pertikaian antar individu, tawuran antar warga, adu jotos antar ormas, hingga runtuhnya keutuhan rumah tangga, itu akibat mempertahankan keegoisannya.
Hampir setiap tindakan berdosa yang pernah dilakukan dapat ditelusuri ke motif egois. Itu adalah sifat yang kita benci di dalam diri orang lain tapi membenarkannya pada diri kita sendiri. "Almost every sinful action ever committed can be traced back to a selfish motive. It is a trait we hate in other people but justify in ourselves", kata Stephen Kendrick
Orang yang mampu menahan egonya, dia akan membuka dirinya untuk mampu mencintai orang lain. Tidak akan tejadi perselihan atau konflik yang berkepanjangan yang terjadi diantara manusia. Sesungguhnya orang-orang egois tidak mampu mencintai orang lain, bahkan mereka juga tidak mampu mencintai diri sendiri. "Selfish persons are incapable of loving others, but they are not capable of loving themselves either."Â ujar Erich Fromm
Jika mereka menyadari atas segala kekurangannya, maka sifat-sifat keegoisan itu akan terkikis, sifat kesombongannya terkalahkan dengan sifat rendah hati. Mereka akan menyadari bahwa selalu "ada langit diatas langit". Ana khoirun min hu, aku lebih baik darinya merupakan ciri orang yang tenggelam dengan keegoisan dirinya.
Diantara bentuk ketidaksempunaan manusia itu adalah manusia tidak luput dari berbuat salah dan lupa (al insanu mahallul khotoi wa an-nisyani). Manusia itu tempat salah dan lupa, sehingga sifat-sifat ini sangatlah manusiawi. Jika siapa saja menuntut seseorang untuk tidak melakukan kesalahan sama sekali, maka hal ini tindakan yang tidak manusiawi.
Meskipun demikian, jangan sampai karena salah dan lupa itu hal yang manusiawi, lantas dijadikan pembelaan. Salah dan lupa menjadi alasan seseorang untuk pembelaan atas dirinya yang lalai dan tidak mawas diri, tentu seperti ini tidak dibenarkan. Benar bahwa manusia tempatnya salah dan lupa, tetapi perlu diketahui bahwa manusia juga tempatnya benar dan ingat.
Oleh karena itu aturan atau hukum sebagai pedoman atau rambu-rambu, agar manusia bisa berbuat benar dan tidak mudah lupa. Melalui aturan dan hukum tersebut manusia selalu berhati-hati dan mawas diri agar tidak salah dalam melangkah, juga pengingat dimana mereka lupa.