Mohon tunggu...
eri fauzi rahman
eri fauzi rahman Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru di SMKN 1 Sukanagara Kabupaten Cianjur Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

New Normal Setelah Ramadan

22 Mei 2020   16:05 Diperbarui: 22 Mei 2020   16:03 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Ramadhan sebentar lagi akan pergi dan belum tentu kita semua akan berjumpa lagi dengan Ramadhan berikutnya. Banyak amalan sunnah yang sudah kita lakukan seperti tadarus, shalat sunnah tarawih, bershodaqoh, mengikuti kajian keislaman dan yang lainnya. Hal ini semata-mata kita lakukan untuk mendapatkan ridho dan ampunan Allah SWT.

Selain itu, gelar muttaqin (orang yang bertaqwa) merupakan tujuan utama dari pelakasanaan puasa di bulan Ramadhan. Hanya saja, tidak setiap orang yang berpuasa, otomatis bisa menggapai derajat ketakwaannya. Hal ini tergantung dari sejauh mana ia bisa memaknai hakikat puasa serta mengetahui tujuan utama dari puasa yang ia laksanakan.

Makna Puasa

Puasa tidaklah sebatas menahan lapar, haus, menjaga nafsu dan syahwat saja, namun lebih dari itu berpuasa adalah menjaga diri agar tidak melakukan berbagai hal yang dibenci oleh Allah. Seluruh inderanya dijaga, lisan tidak berkata hal-hal yang sia-sia, telinga tidak mendengar yang haram, serta mata tidak melihat hal yang dimurkai Allah.

Menurut ulama Fiqih, sebetulnya tidak makan dan minum serta menjaga nafsu dan syahwat memang sudah cukup untuk memenuhi syarat sah puasa. Namun berbeda denga ulama ahli hikmah, mereka memaknai sahnya puasa lebih dari itu. Puasa yang sah adalah puasa yang "diterima" yaitu puasa yang "maksudnya tercapai". "Maksud tercapai" tersebut tidak lain adalah berakhlak dengan akhlak terbaik, yaitu akhlaknya Nabi Muhammad SAW.

Sejalan dengan makna puasa tersebut, Rasulullah SAW bersabda "Lima hal ini bisa membuat puasa seseorang tidak sah: berbohong, menggunjing, mengadu domba, sumpah palsu, dan melihat dengan syahwat". Dari hadist ini, ternyata makan, minum, atau berhubungan suami istri, tidak disebutkan, karena dalam hadist lain disebutkan bahwa kebanyakan orang berpuasa hanya bisa menahan lapar dan dahaganya saja (shoim awam). Tetapi bagi mereka yang puasanya - menurut Al-Ghazali sebagai puasa orang khusus, sah tidaknya puasa dilihat dari usaha mereka dalam menjaga akhlaknya, diantaranya dengan menghindari perilaku seperti yang disebutkan dalam hadist tersebut.

Maka jelaslah bahwa hakikat dari makna berpuasa adalah perubahan akhlak (perilaku) orang yang berpuasa itu sendiri (shoim), akhlak madhmumah (perlikau buruk) berubah menjadi akhlak karimah (perilaku terpuji). Akhlak mereka berdampak tidak hanya kepada dirinya tetapi juga kepada kehidupan diluar dirinya.

Tujuan Berpuasa

Tujuan berpuasa di bulan Ramadhan dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 183, Allah berfirman yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa." Dari ayat di atas tersurat sebuah harapan agar dengan berpuasa seorang mukmin akan selalu bertakwa kepada Allah SWT. berpredikat sebagai muttaqin,

Di dalam al-Qur'an ada banyak ayat yang menyebutkan beberapa kriteria orang yang bertakwa. Di antaranya adalah seperti yang disebutkan pada ayat 134 surat Al-Maidah, Allah SWT berfirman, yang artinya "....yaitu orang-orang yang berinfak di saat senang dan susah, orang-orang yang menahan amarah, dan orang-orang yang memberi maaf kepada orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan."

Ciri pertama dari orang yang bertakwa yaitu memiliki perilaku mau menginfakkan hartanya pada kondisi apapun, baik saat senang atau susah, saat kaya atau sedang miskin, bahkan ada ulama yang menafsirkan berinfaknya ia berikan kepada orang yang dicintainya maupun kepada orang yang dia benci (Abu Hayan al-Andalusi, Tafsir al-Bahrul Muhith, 346).

Orang yang bertakwa juga memiliki sikap mampu menahan rasa marah yang menggebu di dalam hati. Orang bertakwa memiliki kemampuan untuk tidak melampiaskan kemarahannya, tetapi lebih memilih untuk menahannya.

Ada yang menarik, dalam ayat ini menyebut "orang yang menahan amarah" dengan kalimat al-kdhimnal ghaidh. Kata al-kdhimn itu bentuk jamak dari kata al-kdhim yang berarti "yang menahan". Ternyata al-kdhim satu akar kata dengan kata al-kadhmah yang berarti "termos" (Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab -- Indonesia, hal 1509).

Oleh karena itu orang bertakwa diibaratkan dengan "termos", sepanas apapun air yang ada di dalam termos orang yang ada di dekatnya tak merasakan panasnya air tersebut. Sepanas apapun amarah yang membara di dalam hatinya ia mesti mampu menahan diri hingga orang yang di dekatnya tidak tahu bahwa ia sedang marah. Orang yang bertakwa baru akan menumpahkan kemarahannya bila dirasa akan membawa manfaat yang nyata, sebagaimana termos hanya akan mengeluarkan air panasnya untuk sesuatu yang jelas manfaatnya.

Ciri orang yang bertakwa yang ketiga yaitu, berperilaku mudah memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan yang dalam bahasa Arab disebut 'afwun dan orangnya disebut al-'f  ('af -- ya'f) semakna dengan kata mah -- yamh -- mahwn yang berarti menghapus (Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, hal 1302).

Seorang yang bertakwa memberi maaf tidak sekadar mengucapkan kata maaf saja, namun juga disertai rasa keridhaan, keikhlasan, dan tidak mendendam. Ia menghapus kesalahan dari dalam hatinya. Tidak kembali mengungkit-ungkit kesalahan orang lain serta tidak menyebarluaskannya. Bukanlah pemaaf bila dalam hatinya masih tersimpan kebencian pada orang yang berbuat salah kepadanya.

Menjadi orang yang bertakwa dengan perilaku seperti inilah yang hendak kita tuju, yaitu gemar berinfak dikala senang atau susah, bisa mengendalikan amarah, memaafkan jika orang lain berbuat kesalahan. Jika demikian, kita menjadi manusia baru dengan kehidupan yang baru (new normal) yang tidak meninggalkan nilai-nilai kebaikan puasa bulan Ramadhan. Kesalehan pribadi kita peroleh, kesalehan sosial kita jalankan. Wallohu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun