Mohon tunggu...
Eriestu Prananda
Eriestu Prananda Mohon Tunggu... -

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Iklan, Etika Periklanan, dan Kekerasan terhadap Anak

1 Juni 2014   21:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:50 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menurut Liliweri (2011) iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang bertujuan untuk mempersuasi para pendengar, pemirsa dan pembaca agar mereka memutuskan  untuk melakukan tindakan tertentu. Karena iklan membutuhkan ide dan strategi yang kreatif, banyak sekali pembuat iklan yang mengartikan kreatifitas dengan mengabaikan etika. Di Indonesia, dunia periklanan memiliki sebuah dasar etika yang ada, etika tersebut tertuang dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Tuntutan iklan yang semakin kreatif, membuat etika sering sekali dilanggar oleh para pembuat iklan. Salah satu etika yang sering dilanggar dalam EPI adalah kekerasan. Isu kekerasan dalam  EPI menyebutkan Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung – menampilkan  adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan  membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.

Periklanan menganggap tayangan kekerasan lebih menjual. Bushman dan Bonacci (2002, dalam Gunter, Furnham & Pappa,2005) semakin menemukan betapa kuatnya pengaruh tayangan kekerasan terhadap penontonnya. Studi mereka menunjukkan bahwa iklan yang tidak menampilkan kekerasan, jika ditayangkan di program televisi yang menayangkan kekerasan, akan sulit diingat dari pada jika ditayangkan di program televisi non-kekerasan.

Salah contoh iklan yang menjual kekerasan pada tayangannya adalah Djarum 76 versi Jin dan Preman, pada iklan tersebut jin dihadirkan untuk memenuhi permintaan preman. Ketika jin sudah hadir, dan mengabulkan permintaan preman namun preman-preman tersebut malah memukuli jin karena tidak puas dengan apa yang diberikan. Secara terus menerus preman memukuli dengan semua yang diberikan oleh Jin. Hal ini dapat menciptakan opini bagi pentonon iklan televisi tersebut bahwa apabila kita kuat dan kita mengharapkan apa yang ingin kita dapatkan, kita bisa memukul orang lain untuk memenuhi kebutuhan itu. Opini tersebut dibentuk oleh media untuk membuat masyarakat melakukan generalisasi terhadap sikap seperti itu.

Contoh kekerasan yang salah satunya diakibatkan oleh tayangan kekerasan televisi adalah Kasus kekerasan anak yang awal-awal ini baru terjadi.  Kekerasan ini terjadi di lingkungan Sekolah Dasar (SD) yang melibatkan siswanya. Belakangan, dua kasus kekerasan ramaikan media massa, yakni, kasus penganiayaan siswa SD oleh temannya di SDN 09 Pagi Makasar, Jakarta Timur dan SD Negeri 14 di Muara Enim, Sumatera Selatan.

Di SDN 09 Pagi Makasar, RF terpaksa meregang nyawa usai alami kekerasan fisik. Berawal dari RF yang menyenggol minuman SY, kakak kelas korban, hingga minumannya tumpah. Korban telah meminta maaf dan mengganti minuman namun SY tetap emosi sehingga terjadi tindak penganiayaan. Kasus lainnya di SDN 14 Muara Enim, Sumatera Selatan. Siswi yang baru duduk di bangku  kelas III SD, Jihan Salsabila meninggal dunia pada Senin (5/5) dini hari. Diduga, kematian Jihan ada hubungannya dengan tindak kekerasan yang dilakukan oleh teman-temannya. Dari penjelasan korban dan orangtuanya ketika itu diketahui jika peristiwa tersebut diduga  terjadi pukul 09.15 WIB pada saat jam istirahat. Korban mengaku ditendang oleh empat orang teman laki lakinya yang masih satu kelas.

Peristiwa yang sedang hangat tersebut menggambarkan bahwa iklan televisi yang menampilkan adegan kekerasan sangat berbahaya bagi masyarakat, khususnya anak.  Tayangan televisi merupakan media massa yang paling banyak dipergunakan oleh masyarakat. Tidak mengherankan jika banyaknya tindak kekerasan yang ditayangkan di televisi mempengaruhi perilaku seseorang. Efek tayangan kekerasan sangatlah berbahaya bagi orang-orang yang kurang bisa menganalisis dan mengidentifikasi tayangan-tayangan kekerasan di televisi. Salah satu yang kurang bisa mengambil nilai baik dan buruknya dari tayangan iklan adalah anak-anak. Seiring dengan semakin banyaknya tayangan yang mengandung unsur kekerasan maka kemungkinan anak-anak untuk meniru perilaku itu semakin besar. Kemudian dampaknya adalah kekerasan terhadap anak yang semakin sering terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun