Mohon tunggu...
Erie Khafif
Erie Khafif Mohon Tunggu... -

Blogger Wongkito Palembang. suka mengakses internet. suka petualangan alam dan jalan-jalan dengan mengendarai sepeda motor 'Legenda'. sekarang tinggal dan menetap di kota Palembang. menulis blog sejak tahun 2004.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mereka Ingin KPK 'Mati'

5 Juni 2010   05:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:44 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka ingin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mati secara pelan-pelan. Siapa pun mereka, tampak seperti sebuah konspirasi yang dikemas secara rapi agar KPK hancur tidak tersisa. Tinggal menunggu waktu saja, jika memang hal itu benar-benar akan terjadi.

Kemenangan Anggodo Widjojo dalam gugatan praperadilan di tingkat banding, beberapa hari lalu, membuat banyak kalangan prihatin. Masyarakat semakin bingung. Jadi, siapa yang benar dan siapa yang salah? Apakah yang salah dibuat-buat sehingga menjadi benar? Atau sebaliknya?

Secara logika sederhana, Anggodo yang jelas-jelas melakukan percobaan menyuap sejumlah penegak hukum, justru dimenangkan kembali di pengadilan? Rekaman suara percakapan Anggodo dengan sejumlah penegak hukum diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu, menunjukkan bukti ke telinga publik secara gamblang. Permainan apa lagi ini?

Di tengah-tengah korupsi yang menggurita di negeri ini seperti tidak akan pernah habis. Justru menunjukkan bahwa korupsi semakin bertumbuh dimana-mana. Ini baru mengurusi satu masalah (Kasus Anggodo, red), belum mengurusi kasus korupsi yang nilai rupiahnya menggiurkan dan membuat geleng-geleng kepala. Singkatnya, adanya KPK lantas tidak menyurutkan korupsi. Sebaliknya korupsi bak tikus menggerogoti padi-padi. Menutup satu lubang, timbul ribuan lubang lainnya. Satu belum tuntas, muncul ribuan korupsi lainnya.

Kejahatan korupsi telah mencederai masyarakat. Gelombang aksi demonstrasi antikorupsi yang sering dilakukan para aktivis di jalanan, hanya tinggal lewat begitu saja. Aspirasi masyarakat hanya masuk kuping kanan, lalu keluar kuping kiri para pemangku kekuasaan. Seakan-akan mereka tidak berdaya dengan kejahatan korupsi yang sudah lama menyengsarakan masyarakat.

Konsisten penegakan hukum tampak semakin abu-abu. Aturan sudah ada. Namun, aturan-aturan bisa diperdebatkan melalui bermacam-macam argumen lagi oleh jaksa, pengacara dan hakim. Lalu, tinggal menanti putusan hakim yang adil dan diterima semua pihak, meskipun tidak semua pihak dapat menerimanya dengan lapang dada dan bijaksana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun