Jalur Afirmasi: Semula minimal 15% kini ditetapkan minimal 30%
Jalur Mutasi: Tetap maksimal 5%
Jalur Prestasi: Sisa kuota yang tersedia dialokasikan minimal 30%
Pada jenjang SMA, penurunan alokasi jalur domisili dan peningkatan kuota jalur afirmasi serta prestasi merupakan cerminan dari upaya pemerintah untuk mengakomodasi beragam potensi siswa yang semakin matang dan kompetitif. Dengan demikian, siswa yang memiliki prestasi di berbagai bidang mendapat kesempatan yang lebih besar untuk melanjutkan pendidikan di sekolah negeri unggulan, sekaligus memberikan ruang bagi siswa yang memerlukan dukungan lebih dalam hal finansial atau kondisi khusus.
4. Tantangan dan Kritik Terhadap Implementasi SPMB
Meskipun SPMB dirancang dengan berbagai inovasi yang menjanjikan, implementasinya tidak lepas dari kritik dan tantangan yang mencuat dari berbagai kalangan. Beberapa pengamat pendidikan dan pihak terkait telah mengemukakan pendapat kritis yang perlu menjadi perhatian serius, antara lain:
a. Perbandingan dengan Sistem PPDB Sebelumnya
Menurut Rakhmat Hidayat, seorang pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang diwawancarai oleh Tirto.id, tidak terdapat perubahan signifikan antara SPMB dengan sistem PPDB yang sebelumnya. Meskipun mekanisme zonasi telah diubah menjadi sistem domisili, celah-celah permasalahan yang selama ini ada masih belum sepenuhnya tertutup. Rakhmat menyoroti praktik manipulasi data atau penggunaan data fiktif oleh beberapa orang tua dengan harapan agar anaknya dapat diterima di sekolah tertentu. Praktik serupa juga terjadi di pihak sekolah, di mana beberapa institusi pendidikan sengaja meloloskan siswa dengan data yang tidak valid. Praktik kolusi ini kerap kali dipicu oleh adanya uang pelicin atau gratifikasi, yang jika tidak ditangani dengan tegas, berpotensi mengulangi kecualasan penerimaan siswa baru yang tidak adil.
b. Praktik Culas dalam Pelaksanaan SPMB
Erico Anugerah Perdana, seorang mahasiswa S1-Matematika dari Universitas Terbuka sekaligus penerima KIP Kuliah, mengungkapkan bahwa praktik culas yang terjadi pada pelaksanaan PPDB tahun sebelumnya belum terselesaikan dengan baik. Menurutnya, substansi dari PPDB ke SPMB tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, sehingga masalah yang selama ini mencoreng sistem penerimaan masih berlanjut. Erico menekankan bahwa reformasi sistem prosedural dalam pelaksanaan SPMB harus ditangani secara serius dengan penerapan sanksi yang tegas. Ia menyarankan agar sekolah-sekolah yang melanggar tata tertib SPMB diberikan hukuman berupa pengurangan dana BOS sebesar 15%. Jika pelanggaran terjadi lebih dari tiga kali, Kemendikdasmen dapat mengutus Dinas Pendidikan setempat untuk mencabut izin operasional permanen sekolah tersebut. Selain itu, calon siswa yang terlibat dalam pelanggaran sebaiknya diberi tanda hitam yang membuat mereka kesulitan untuk mengakses pelayanan publik di masa mendatang.
c. Kesenjangan Sarana dan Kualitas Pendidikan