Setiap tanggal 2 Mei, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional untuk menghormati Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional, yang lahir pada tanggal tersebut pada tahun 1889 di Yogyakarta.
Ki Hajar Dewantara memandang pendidikan sebagai proses yang melibatkan peserta didik sebagai bagian penting. Ia percaya bahwa setiap peserta didik memiliki potensi dan kemampuan yang beragam, sehingga semua peserta didik dianggap cerdas sesuai dengan kemampuannya.
Pendidikan dan pengajaran merupakan bagian tak terpisahkan. Pengajaran memberikan ilmu yang bermanfaat untuk membekali peserta didik dengan kompetensi dan keterampilan, sementara pendidikan memberikan bimbingan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar mereka dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Guru memiliki peran penting dalam pendidikan dan pengajaran. Menurut Ki Hajar Dewantara, tugas utama seorang guru adalah "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani," yang berarti memberikan teladan, membangkitkan semangat, dan memberikan bimbingan kepada peserta didik. Prinsip ini menjadi dasar dalam pendidikan nasional di Indonesia.
Peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei mengingatkan kita akan prinsip-prinsip dasar pendidikan nasional yang diharapkan oleh Ki Hajar Dewantara. Tema untuk tahun 2023 adalah "Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar," yang didasarkan pada pedoman peringatan yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
"Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar" mencerminkan upaya pemerintah untuk mengatasi berbagai persoalan dalam implementasi pendidikan di Indonesia. Salah satu persoalan yang dihadapi adalah kurikulum pendidikan nasional. Kurikulum yang sedang berlaku, yaitu Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka, belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan pendidikan di Indonesia, terutama dalam memposisikan peserta didik sebagai yang terutama.
Selain itu, perkembangan teknologi yang pesat juga membutuhkan revisi kurikulum agar dapat mengikuti perubahan tersebut. Kurikulum Merdeka, yang mulai diterapkan sejak tahun 2021 melalui Program Sekolah Penggerak, diharapkan dapat mengatasi persoalan pendidikan dengan memberikan keberpihakan kepada peserta didik, sesuai dengan prinsip dasar pendidikan yang diinginkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Kurikulum Merdeka mampu menjadi panduan bagi sekolah dan praktisi pendidikan dalam mengimplementasikannya di tingkat satuan pendidikan.
Prinsip dasar Kurikulum Merdeka adalah berpihak kepada peserta didik dengan mengakui keberagaman potensi mereka sesuai dengan kebutuhan, serta memulai pembelajaran dari lingkungan terdekat peserta didik. Bahkan, melibatkan pemangku kepentingan karena pendidikan bukan hanya tanggung jawab pendidikan.
Prinsip lainnya adalah pendidikan harus berbasis pembelajaran sepanjang hayat, berkelanjutan, dan mendukung perkembangan kompetensi peserta didik secara holistik.
Setelah dua tahun berjalan, Kurikulum Merdeka menghadapi tantangan berat akibat pandemi Covid-19. Pandemi ini telah mengganggu berbagai aspek kehidupan, termasuk sistem pendidikan. Pembelajaran online menjadi metode umum, sehingga interaksi langsung antara guru dan peserta didik terhambat. Tantangan yang dirasakan bukan hanya dalam penyampaian materi, tetapi juga sulitnya memperkuat pembentukan karakter peserta didik.
Guru bukan satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik dalam proses pembelajaran saat ini. Peserta didik dapat dengan mudah mengakses berbagai materi melalui internet dan aplikasi pembelajaran yang tersedia.
Namun, tantangan yang signifikan saat ini adalah memperkuat pembentukan karakter peserta didik sesuai dengan harapan Ki Hajar Dewantara. Ini melibatkan memberikan tuntunan dan bimbingan kepada peserta didik agar mereka menjadi individu yang kuat, tangguh dalam menghadapi masalah sehari-hari, serta menyakinkan mereka bahwa teknologi yang diciptakan manusia seharusnya menjadi alat bantu yang meringankan beban, bukan membebani manusia.Â
Sekolah adalah seperti taman yang penuh dengan berbagai jenis bunga yang beragam. Tugas sekolah dan guru adalah memberikan pupuk agar tanaman dan bunga tersebut tumbuh subur sesuai dengan sifat alaminya.
Sekolah dapat diibaratkan sebagai tempat kedua yang paling nyaman bagi peserta didik setelah rumah mereka. Guru menjadi orang tua kedua bagi peserta didik setelah orang tua biologis mereka, sehingga guru bisa menjadi sosok yang paling ditunggu dan diidamkan kehadirannya.
Guru memiliki kemampuan untuk memberikan dorongan dan motivasi kepada peserta didik, menjadi pembimbing, dan yang terpenting, menjadi contoh teladan yang baik bagi peserta didik.
Dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2023, penguatan pendidikan karakter peserta didik seharusnya menjadi prioritas dalam mewujudkan konsep merdeka belajar. Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter memberikan pedoman bagi implementasi pendidikan karakter di lembaga pendidikan, dengan memberikan kebebasan kepada lembaga pendidikan dalam melaksanakannya sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik mereka.
Sementara itu, Permendikbud Nomor 262/M/2022 tentang struktur Kurikulum Merdeka, aturan pembelajaran dan penilaian, serta Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan beban kerja guru, merupakan upaya untuk mewujudkan konsep Merdeka Belajar yang berpihak kepada peserta didik, dan Merdeka Mengajar yang memberikan kebebasan kepada guru dalam mengelola pembelajaran melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, peserta didik diberikan kesempatan yang luas untuk mengeksplorasi kemampuan dan bakat mereka melalui bimbingan guru (tim projek yang terdiri dari berbagai guru mata pelajaran) dengan berbagai tema yang telah disiapkan oleh pemerintah. Tugas sekolah adalah mengembangkan kurikulum di tingkat satuan pendidikan yang didasarkan pada analisis karakteristik sekolah, pemetaan kebutuhan peserta didik, identifikasi potensi keunggulan lokal, dan koordinasi dengan pemangku kepentingan.
Di tingkat provinsi, dalam sinergi dengan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah meluncurkan Program Jabar Masagi. Program Jabar Masagi merupakan implementasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal Jawa Barat di tingkat sekolah. Tujuan Program Jabar Masagi adalah mengatasi berbagai masalah pendidikan, terutama terkait karakter peserta didik, dengan menganalisis nilai-nilai kearifan lokal yang relevan dan dapat dijadikan acuan.
Persoalan yang dihadapi oleh peserta didik meliputi kekerasan seksual, intoleransi, dan perundungan. Untuk mengatasi masalah ini, kerjasama antara berbagai pemangku kepentingan sangat penting dalam menyemarakkan konsep Merdeka Belajar, sehingga berbagai program penguatan pendidikan karakter yang disusun dapat bekerja secara sinergis dan saling mendukung. Identifikasi terhadap berbagai kearifan lokal dapat menjadi alternatif dalam menyelesaikan masalah ini dengan menganalisis kebutuhan peserta didik terlebih dahulu.Â
Dengan demikian, peserta didik dapat belajar dari masyarakat sekitar mereka tentang cara mengatasi berbagai masalah kehidupan sehari-hari yang telah teruji dari generasi ke generasi.
Merdeka Belajar tidak berarti memberikan kebebasan mutlak kepada peserta didik untuk memilih pembelajaran sesuai keinginan mereka. Guru tetap memainkan peran penting dalam memberikan bimbingan kepada peserta didik berdasarkan asesmen diagnostik, dilanjutkan dengan asesmen formatif yang terstruktur, dan asesmen sumatif yang bukan lagi kegiatan rutin di akhir semester.
Oleh karena itu, Hari Pendidikan Nasional tahun 2023 menjadi momen yang tepat bagi semua pihak, baik pemerintah, sekolah, orang tua, maupun masyarakat, untuk merefleksikan berbagai persoalan pendidikan yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H