Mohon tunggu...
Erick Tan
Erick Tan Mohon Tunggu... Teknisi - Pengamat Penelusur Pelurus Sejarah

PRIBADI BIASA MENOLAK SEGALA SISTEM PENINDASAN SEGALA BIDANG DAN ASPEK KEHIDUPAN DALAM SEGALA EKSPRESI HIDUP MAKHLUK BERTUHAN.NASIONALIS DAN RELIGIUS MENDAMBAKAN RAHMATAN LIL ALLAMIN DALAM BERSOSIALITAS DAN SEGALA BENTUK WADAH NYA.BUMI ADALAH TEMPAT BERPIJAK YANG HARUS DI BERSIHAKAN DARI ANGKARA MURKA DAN KESERAKAHAN AKIBAT KEMUNGKARAN.HIDUP DINAMIS BERSAMA ALAM DAN PEMILIK NYA.AMIEN

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Tears in Heaven" Episode 3

1 April 2019   08:00 Diperbarui: 1 April 2019   08:07 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantunan "tears in heaven" milik eric clapton terdengar begitu syahdu dan renyah ditelinga. Merasuk ke puing puing kalbu ini.Sore ini dia menelfon, tapi tidak ke nomor suami nya sendiri, beberapa hari kemaren juga begitu dan yang lalu lalu juga begitu. Entah mengapa dia begitu suka dengan nomor telfon orang, apa nomor telfon suaminya tidak ada di smartphone nya, aku tak tau. 

Nomor ku juga selalu aktif meski internet tidak ada, walau terkadang signal operator hilang. Listrik mati pun juga membuat semua signal hilang tapi note pad nggak butuh signal apa apa, hanya baterai smartphone saja itu membuat jempol ku masih bisa menari di layar nya.

Ohh iya memang beberapa hari ini aku sengaja matikan internet, apa pasal. Sudah berusaha aku beli kuota tuk berharap bisa sekedar mendapat tegur sapa dari isteri ku juga tak kunjung tiba, meski sudah berminggu aku terkena flu yang di sebarkan oleh unggas yang beberapa minggu lalu mati dengan cara yang tak biasa. 

Beruntung itu bukan H1N1 atau flu burung yang menyerang negara ini beberapa tahun yang lalu. Aku terasa terkena sinusitus berat, hingga membuat sulit bernafas. Ingus tak mau berhenti keluar dan terasa perih dilubang THT pangkal tenggorokan sana saat ingus itu mengalir dengan liar bergulung gulung bak ombak lautan. 

Namun semenjak aku beri kabar seperti itu semenjak internet smartphone ku tidak aktif. Dia sama sekali tak mencoba menghubungi ku sama sekali, meski lewat satu sms saja. Bahkan WA sebelum nya malah dengan nada yang tak mengenakan dia bilang kalau kamu sakit aku harus bagiamana " apa aku harus pulang "..?! dengan nada sedikit kesal. Itu lah alasan aku matikan internet yang tinggal sisa yang sebenarnya cukup tuk sekedar chating beberapa hari kedepan sampai masa promo kuota muncul kembali. 

Aku mencoba membeli kuota lagi saat harinya tiba, ya aku ingat hari rabu yang lalu, dan aku coba menghela nafas dan mengalah. Bahwa suami isteri tidak baik jika terlalu lama dalam kebisuan tapi, itu menurut ku dan aku kira semua orang pasti setuju karena komunikasi yang baik itu amat sangat penting, namun aku tidak pernah mendapatkan hal itu semenjak bersama dia, dia akan banyak bicara saat amarah nya muncul atau sekedar basa basi biasa saja, namun ketika harus menyelesaikan suatu permasalahan dia akan diam seribu bahasa dan terkesan menyepelekan suami.

Dengan kuota yang baru terbeli dan sisa sisa sedikit rasa jengkel yang harus ku tepis dari chating terakhir kemarin aku mencoba memberi kabar, bahwa aku sudah agak mendingan meski ingus masih keluar dan pusing di kelopak mata masih ada, itu jika kamu mau tau. Ku tulis seperti itu di whatsapp dan seperti dugaan ku, jawaban yang tak mengenakan hati kembali harus ku telan, ya Tuhan harus sampai kapan hal ini akan terjadi. " dah tau sakit tapi begadang sampai pagi kuat " itu yang ku dapatkan. Rasa jengkel sisa chating kemaren belumlah sembuh harus kembali terantuk. 

Aku hela nafas dan kembali, aku kemudian mencoba menulis, " aku nggak begadang, ingus keluar terus dan kedua hidung buntu membuat gak bisa tidur, kalau kamu nggak tau nggak usah bilang vonis macam macam dan silahkan lebih percaya sama orang, terima kasih atas perhatian nya. Dengan rasa sakit di hati merasa tak di hargai sama sekali aku menutup chating tanpa berharap balasan dan membunuh internet sampai detik ini.

Aku sandar kan kepala ini dan mencoba menerawang jauh kedepan, apa harus seperti ini yang harus aku jalani, apa harus seperti itu juga sikap istri kepada suami, apa harus seperti itu juga sebuah hati yang amat keras dan ketus tak punya perasaan sedikitpun, lalu fikiran ku sampai lebih jauh lagi. 

Untuk apa Tuhan menciptakan manusia dengan hati sekeras itu, bukan kah Tuhan selalu menciptakan segala sesuatu dengan banyak faedah dan kebaikan kebaikan di dalam nya meskipun itu tumbuhan tanpa buah, tanpa bunga dan banyak duri sekalipun, yang setidak nya ia bisa indah dengan sedikit kreatif manusia menjadikan nya bonsai dan bernilai jual tinggi, lalu aku harus berbuat bagaimana ya Rabb. Tak terasa mata ini menetes kan air nya pelan namun pasti membasahi kelopak. 

Seperti biasa aku hanya ber istigfar dan memohon ampun sampai sampai aku berprasangka buruk atas makhluk ciptaan nya, Sudah lah Tuhan aku berpasrah diri kepada mu. Aku serahkan semua kepada mu memohon yang terbaik untuk ku dan masa yang ada di depan ku untuk segala ibadah dan perjalanan hidup ku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun