Mohon tunggu...
Erick M Sila
Erick M Sila Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Menulis adalah mengabadikan diri dalam bentuk yang lain di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Belajar dari Nikmatnya Secangkir Kopi #3

12 Januari 2024   14:44 Diperbarui: 12 Januari 2024   15:38 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design

"Ini untukmu, Sumatra," bisiknya sambil menekan tombol. Dengung penggiling merupakan awal dari penemuan, janji wawasan dalam setiap revolusi. Ampas halus dikumpulkan di bagian dasar---gundukan aromatik yang menjanjikan. Dia memasukkannya dengan hati-hati ke dalam filter, gerakannya disengaja, hampir penuh hormat.

"Hidup itu seperti ukuran yang tepat," pikir Aditya, air panas meresap ke dalam tanah dengan desisan lembut. "Setiap momen dipenuhi dengan esensi dari apa yang terjadi sebelumnya, membangun cita rasa, membangun karakter."

Saat kopi menetes ke dalam teko, ruangan itu dipenuhi aroma negeri yang jauh. Dia menuangkan secangkir, uapnya mengepul seperti roh yang terbebas dari batasan duniawi. Aditya menggendong cangkir hangat di tangannya, panas merembes ke kulitnya, denyut nadinya selaras dengan ritme tetesan.

"Ah, rumit," desahnya sambil menyesapnya. Kopi terbentang di lidahnya, aroma cedar dan rempah-rempah bercampur dengan keasaman yang halus. Setiap tegukan adalah satu langkah lebih dalam menuju pemahaman---bukan hanya tentang minumannya tetapi juga tentang dirinya sendiri. Dengan setiap variasi baru yang ia jelajahi, ia menemukan kesamaan dengan pertumbuhannya---terkadang pahit, terkadang manis, selalu berkembang.

"Siapa yang mengira kepuasan seperti itu bisa ditemukan dalam sebuah cangkir?" dia bertanya pada ruangan yang sunyi, suaranya membawanya kembali ke masa kini.

"Besok," kata Aditya sambil meletakkan cangkir kosongnya, "Saya akan menjelajahi keajaiban metode cold brew." Antisipasi akan terurainya lapisan lain mengirimkan getaran kegembiraan ke dalam dirinya. "Makna tersembunyi apa yang akan kau ungkapkan, kopi? Rahasia apa yang tersembunyi di lubuk hatimu?"

Cahaya matahari terakhir memudar, membuat ruangan bersinar dengan cahaya lembut matahari terbenam. Aditya menatap ke luar jendela, siluetnya terpantul di kaca, menyatu dengan langit yang semakin gelap. Besok akan ditandai dengan daya tarik wilayah yang belum dipetakan, dan dia siap mengindahkan panggilan tersebut.

"Inilah perjalanannya," dia bersulang menjelang senja, bab hari ini ditutup dengan desahan puas, halaman-halaman hari esok berkibar penuh semangat ditiup angin kemungkinan.

Bersambung ....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun