PENDAHULUAN
Dalam perkembangan zaman semakin maju dan kemajuan teknologi yang semakin pesat, hal tersebut juga berpengaruh pada bidang kesehatan. Perkembangan teknologi di bidang kesehatan terkhusus pada praktik dunia kedokteran di Indonesia dapat berupa telemedicine maupun telesurgery. Telemedicine dan telesurgery salah satu bukti bahwa perkembangan teknologi dalam upaya menyembuhkan pasien yang ada di Indonesia.
Inovasi berupa teknologi terhadap mekanisme dalam upaya menyembuhkan pasien merupakan bagian yang harus dilaksanakan oleh pemerintah guna mencapai derajat kesehatan terhadap masyarakat sebaik-baiknya. Hal ini juga sesuai dengan hak kesehatan yang diatur dalam hukum positif di Indonesia. Pasal 28 H ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NKRI 1945) menyatakan bahwa:Â
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Dalam memenuhi hak atas kesehatan masyarakat di Indonesia setinggi-tingginya memang sangat tidak mudah untuk diterapkan secara langsung. Tantangan yang dihadapi oleh Negara Indonesia yang begitu luas dan akses transportasi masih kurang serta keterbatasan dokter dalam hal untuk melakukan pengobatan. Penggunaan teknologi sangatlah perlu untuk menjangkau dan memudahkan dalam pemberian pelayanan pengobatan.
Teknologi telesurgery salah satu penggunaan teknologi untuk melakukan operasi secara jarak jauh. Telesurgery ini merupakan sebuah metode dalam hal pembedahan yang menggunakan jaringan nirkabel dan bantuan teknologi robotik sebagai pembedah dengan menguhubungkan dokter bedah dan pasien yang lokasinya berjauhan. Tujuan penggunaan telesurgery adalah dalam memberikan layanan medis dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan secara merata di seluruh Indonesia, terutama di daerah terpencil.
Penggunaan telesurgery yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah di Bali sementara dengan melibatkan tim dokter dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kencana yang mengoperasikan telesurgery tersebut di Jakarta. Hal tersebut merupakan hal yang pertama kali dilakukan di Indonesia dalam hal pengoperasian terhadap penyakit kista dengan menggunakan teknologi telesurgery.
Penggunaan telesurgery di Indonesia masih memiliki tantangan, bahkan dengan teknologi terbaru saat ini, karena adanya jeda waktu antara masukan dan keluaran. Jeda waktu ideal untuk telesurgery adalah di bawah 100-200 milidetik operasi akan mulai mengalami kesulitan jika jeda mencapai 300 milidetik, dan hampir tidak mungkin dilakukan jika mencapai 800 milidetik.
Selain itu, untuk mempertahankan jeda waktu di bawah 100 milidetik ini, teknologi terbaik pun masih memerlukan kehadiran hingga 40 teknisi ahli. Untuk mencapai keberhasilan tersebut memerlukan juga fasilitas jaringan yang sangat cepat sehingga latency atau jeda dapat lebih rendah sehingga jeda waktu dapat lebih rendah.
Meskipun penggunaan teknologi telesurgery tersebut menuai keberhasilan, namun penggunaan teknologi telesurgery dalam dunia kesehatan di Indonesia saat ini tidak sejalan dengan regulasi yang ada. Dengan meningkatnya masalah malpraktik dan ketidakjelasan dalam peraturan, status dokter yang terlibat dalam telesurgery tidak memiliki kepastian hukum.
Dengan melihat keadaan diatas, permasalahan hukum yang ditinjau dari implikasi hukum dan etika pada praktik dunia kedokteran dalam menggunakan teknologi telesurgery di Indonesia sehingga muncul sebuah pertanyaan yaitu bagaimana tentang peraturan serta etika  mengenai penggunaan teknologi robotik telesurgery dalam praktik kedokteran di Indonesia yang akan dibahas dalam permasalahan dibawah ini.
PEMBAHASAN
Peraturan Terhadap Penggunaan Telesurgery
Dalam hal upaya untuk mewujudkan nilai yang terkandung dalam isi UUD NKRI 1945 pada pasal 28 H ayat 1 serta tercantum kembali juga pada pasal 4 ayat 1 huruf (c) Undang Undang No 17 tahun 2023 Tentang Kesehatan yang pada intinya yaitu :Â
mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Maka untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah melakukan upaya kesehatan. Upaya Kesehatan sendiri di jelaskan pada ketentuan umum pasal 1 angka (2) Undang-Undang No 17 Tahun 2023 yaitu :Â
Upaya Kesehatan adalah segala bentuk kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/ atau paliatif oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Bentuk upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penting nya akan pelayanan kesehatan di Indonesia salah satunya yaitu dengan penggunaan teknologi telesurgery. Komitmen pemerintah terhadap penggunaan teknologi telesurgery tersebut di tandai dengan adanya Pengembangan Robotic Telesurgery Center di Indonesia pertama kali di lakukan pada RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung dan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta melaui penugasan dengan surat KEPMENKES NOMOR HK.01.07/MENKES/4824/2021 dan kemudian RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar juga mendapat kesempatanmelalui penugasan dengan surat KEPMENKES NOMOR HK.01.07/MENKES/2199/2023.
Menteri Kesehatan RI Ir Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa "pengembangan Robotic Telesurgery Center di Indonesia menjadi salah satu kolaborasi yang bermanfaat antara ilmuwan, ahli bedah, dan profesional medis lainnya, serta industri di bidang ilmu pengetahuan, keterampilan, dan transfer teknologi antara kedua negara, Indonesia dan Iran". Proyek pengadaan ini merupakan contoh konkret dari Transformasi Sistem Kesehatan yang diinisiasi oleh Kemenkes, yang terdiri dari gabungan lima pilar Transformasi Kesehatan, yaitu: Layanan Rujukan, Pembiayaan Kesehatan, Ketahanan Industri Alkes, SDM Kesehatan untuk Layanan Spesialis Bedah Jarak Jauh, dan Teknologi Kesehatan.
Uji coba terhadap penggunaan teknologi telesurgery di Indonesia pertama kali yaitu pada hari jumat tanggal 30 Agustus 2024 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Profesor Ngurah telah berhasil melakukan operasi bedah jarak jauh dengan menggunakan robot yang dikendalikan dokter dari Bali terhadap pasien di Jakarta. Operasi bedah jarak jauh dengan menggunakan robot tersebut merupakan kolaborasi antara kemenkes dengan kominfo yang memanfaatkan jaringan 5G. Dalam upaya akselerasi 5G tersebut, Telkomsel mengimplementasikan konektivitas melalui Robotic Telesurgery di Jakarta, Bali, dan Shenzhen dalam kerja sama bersama UAA.
Telkomsel dan UAA bekerja sama dengan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta dan RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah di Bali, dan Animal Lab di Shenzhen, China, untuk melangsungkan sejumlah prosedur bedah jarak jauh terhadap pasien penyakit kista di ginjal dengan menggunakan konektivitas broadband 5G. Meskipun Operasi jarak jauh tersebut berhasil,namun untuk pengaturan terhadap telesurgery masih belum memiliki peraturan yang spesifik terhadap telesurgery, hanya masih tersirat didalam Undang-Undang No 17 Tahun 2023. Pada Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tersebut terdapat pengaturan mengenai teknologi kesehatan terlihat pada Pasal 337 (1) yaituÂ
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab mendorong dan memfasilitasi keberlanjutan inovasi Teknologi Kesehatan serta memastikan keamanan, kemanfaatan, khasiat, dan mutu produk inovasi Teknologi Kesehatan dalam rangka melindungi masyarakat.
Walaupun hanya tersirat dengan dasar hukum yang mendasari pemerintah untuk mengembangkan inovasi terhadap penggunaan teknologi dalam rangka menjamin kesehatan setinggi-tingginya tersebut, namun belum terdapat pengaturan secara spesifik yang mengatur mengenai telesurgery tersebut. Peraturan mengenai telesurgery secara spesifik sangat diperlukan dalam rangka mewujudkan kepastian hukum. Dengan adanya peraturan tersebut dapat mencakup mengenai ruang lingkupnya, standar operasional prosedur (sop), hingga pengenaan sanksi apabila terjadi penyalahgunaan.
Melihat resiko terhadap penyalahgunaan terhadap penggunaan teknologi telesurgery yang dimana teknologi tersebut menggunakan listrik dan jaringan sebagai sumber utama untuk menjalankan teknologi tersebut. Maka tidak menutup kemungkinan munculnya resiko seperti terjadinya pemadaman listrik, lambatnya jaringan internet hingga terjadinya peretasan dalam sistem teknologi telesurgery tersebut. Sehingga hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk segera membuat aturan yang mengatur penggunaan telesurgery supaya masyarakat dan dokter memiliki kepastian hukum untuk meminta pertanggung jawaban apabila terjadi penyalahgunaan teknologi tersebut.
Etika Terhadap Penggunaan Telesurgery
Etika dan hukum dalam dunia kesehatan umumnya berbeda namun saling melengkapi, dimana hukum cenderung bersifat kaku, lama dalam proses legalisasi, dan kurang menyeluruh kemudian norma etika akan melengkapi kelemahan-kelemahan norma hukum sehingga mampu mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat. Dalam segala jenis profesi yang ada pasti memiliki etika untuk menjalankan profesi tersebut. Pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian yang berkeilmuan dalam bidang tertentu. Karena itu, ia secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang yang memerlukan keakhlian berkeilmuan itu. Etika profesi adalah seperangkat nilai, prinsip, dan norma moral yang mengatur perilaku dan tindakan seorang profesional dalam menjalankan tugasnya. Etika profesi dapat diartikan sebagai sikap hidup yang menunjukkan keadilan dalam memberikan pelayanan profesional kepada masyarakat .
Dokter merupakan sebuah profesi tenaga medis untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien untuk menangani segala jenis permasalahan kesehatan yang dihadapi pasiennya. Dokter sebagai tenaga medis professional harus dapat bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien. Dalam melaksanakan tugasnya, dokter berkoordinasi dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan profesional lainnya untuk menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika, dan moral.
Dalam penggunaan teknologi telesurgery pada praktik kedokteran, dokter tidak melakukan kontak langsung terhadap pasien tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa yang melakukan kontak langsung dengan pasien adalah robot bedah tersebut bukan dokter nya. Namun hal ini, tidak menghalangi penerapan prinsip etika atau kewajiban lain dokter kepada pasien, seperti keamanan, mutu, dan keselamatan. Dengan penggunaan teknologi telesurgery atau pembedahan jarak jauh yang dibantu dengan bantuan robot, prinsip etika praktik medis tetap sama dan mencakup privasi, keamanan perangkat, serta pengumpulan dan penyimpanan data.
Tentu diperlukan tambahan untuk mengatur etika dokter dan kualifikasi dokter untuk melakukan pembedahan dengan teknologi telesurgery. Hal ini diperlukan untuk memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan pasien terhadap dokter yang melakukan bedah jarak jauh tersebut.
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam menggunakan teknologi telesurgery pada praktik kedokteran modern di Indonesia memang memiliki banyak hal yang perlu untuk diperhatikan. Telesurgery sendiri merupakan sebuah metode operasi jarak jauh oleh dokter terhadap pasien dengan bantuan teknologi robot. Penggunaan teknologi telesurgery berpotensi menimbulkan masalah keamanan dan kerahasiaan data informasi kesehatan pasien, seperti privasi dan kerahasiaan catatan medis elektronik. Maka dari itu diperlukannya regulasi hukum yang jelas, dimana Indonesia masih belum memiliki peraturan hukum yang spesifik mengatur penggunaan telesurgery, sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan dan pelanggaran dalam proses pelaksanaannya. Selain hal itu kemampuan telesurgery sangat bergantung pada frekuensi jaringan teknologi informasi atau bandwidth yang disediakan operator telekomunikasi. Gangguan teknologi dapat berakibat fatal pada pasien. Maka diperlukannya kerja sama yang serius dengan perusahaan penyedia perangkat telekomunikasi untuk menyediakan jaringan yang cepat dan baik.
 Pemerintah perlu mempersiapkan kerja sama dan bentuk skema pembiayaan yang efektif, seperti melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan, untuk meningkatkan aksesibilitas telesurgery. Biaya penggunaan telesurgery yang lebih tinggi dibandingkan operasi konvensional, serta dokter bedah memerlukan keahlian khusus melalui pelatihan tambahan. Maka dari itu dokter dan tenaga medis yang melakukan praktek telesurgery harus memiliki lisensi yang jelas dan akreditasi yang sesuai.
Perlu adanya peraturan khusus untuk mengatur terhadap lisensi, akreditasi serta etika dokter dalam penggunaan telesurgery ini. Penggunaan telesurgery memang merupakan solusi dari masalah terhadap operasi dengan keterbatasan jarak maka dari itu diperlukan nya kolaborasi dukungan antara pemerintah, dokter dan juga pasien dimana semakin luasnya penggunaan teknologi telesurgery tersebut tetap harus memiliki dan memenuhi aspek hukum dan etika.
DAFTAR PUSTAKA
UUD NKRI 1945
UU Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan
KEPMENKES NOMOR HK.01.07/MENKES/4824/2021
KEPMENKES NOMOR HK.01.07/MENKES/2199/2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H