Mohon tunggu...
ERICK P. H. SARAGI
ERICK P. H. SARAGI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Hukum

Hobi : Reading and Running

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Implikasi Hukum dan Etika Penggunaan Teknologi Telesurgery Terhadap Praktik Kedokteran Modern di Indonesia

8 Oktober 2024   12:14 Diperbarui: 8 Oktober 2024   18:59 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.labnews.co.uk/article/2030711/5g-could-support-telesurgery-during-covid-19-pandemic

Maka untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah melakukan upaya kesehatan. Upaya Kesehatan sendiri di jelaskan pada ketentuan umum pasal 1 angka (2) Undang-Undang No 17 Tahun 2023 yaitu : 

Upaya Kesehatan adalah segala bentuk kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/ atau paliatif oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

Bentuk upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penting nya akan pelayanan kesehatan di Indonesia salah satunya yaitu dengan penggunaan teknologi telesurgery. Komitmen pemerintah terhadap penggunaan teknologi telesurgery tersebut di tandai dengan adanya Pengembangan Robotic Telesurgery Center di Indonesia pertama kali di lakukan pada RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung dan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta melaui penugasan dengan surat KEPMENKES NOMOR HK.01.07/MENKES/4824/2021 dan kemudian RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar juga mendapat kesempatanmelalui penugasan dengan surat KEPMENKES NOMOR HK.01.07/MENKES/2199/2023.

Menteri Kesehatan RI Ir Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa "pengembangan Robotic Telesurgery Center di Indonesia menjadi salah satu kolaborasi yang bermanfaat antara ilmuwan, ahli bedah, dan profesional medis lainnya, serta industri di bidang ilmu pengetahuan, keterampilan, dan transfer teknologi antara kedua negara, Indonesia dan Iran". Proyek pengadaan ini merupakan contoh konkret dari Transformasi Sistem Kesehatan yang diinisiasi oleh Kemenkes, yang terdiri dari gabungan lima pilar Transformasi Kesehatan, yaitu: Layanan Rujukan, Pembiayaan Kesehatan, Ketahanan Industri Alkes, SDM Kesehatan untuk Layanan Spesialis Bedah Jarak Jauh, dan Teknologi Kesehatan.

Uji coba terhadap penggunaan teknologi telesurgery di Indonesia pertama kali yaitu pada hari jumat tanggal 30 Agustus 2024 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Profesor Ngurah telah berhasil melakukan operasi bedah jarak jauh dengan menggunakan robot yang dikendalikan dokter dari Bali terhadap pasien di Jakarta. Operasi bedah jarak jauh dengan menggunakan robot tersebut merupakan kolaborasi antara kemenkes dengan kominfo yang memanfaatkan jaringan 5G. Dalam upaya akselerasi 5G tersebut, Telkomsel mengimplementasikan konektivitas melalui Robotic Telesurgery di Jakarta, Bali, dan Shenzhen dalam kerja sama bersama UAA.

Telkomsel dan UAA bekerja sama dengan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta dan RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah di Bali, dan Animal Lab di Shenzhen, China, untuk melangsungkan sejumlah prosedur bedah jarak jauh terhadap pasien penyakit kista di ginjal dengan menggunakan konektivitas broadband 5G. Meskipun Operasi jarak jauh tersebut berhasil,namun untuk pengaturan terhadap telesurgery masih belum memiliki peraturan yang spesifik terhadap telesurgery, hanya masih tersirat didalam Undang-Undang No 17 Tahun 2023. Pada Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tersebut terdapat pengaturan mengenai teknologi kesehatan terlihat pada Pasal 337 (1) yaitu 

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab mendorong dan memfasilitasi keberlanjutan inovasi Teknologi Kesehatan serta memastikan keamanan, kemanfaatan, khasiat, dan mutu produk inovasi Teknologi Kesehatan dalam rangka melindungi masyarakat.

Walaupun hanya tersirat dengan dasar hukum yang mendasari pemerintah untuk mengembangkan inovasi terhadap penggunaan teknologi dalam rangka menjamin kesehatan setinggi-tingginya tersebut, namun belum terdapat pengaturan secara spesifik yang mengatur mengenai telesurgery tersebut. Peraturan mengenai telesurgery secara spesifik sangat diperlukan dalam rangka mewujudkan kepastian hukum. Dengan adanya peraturan tersebut dapat mencakup mengenai ruang lingkupnya, standar operasional prosedur (sop), hingga pengenaan sanksi apabila terjadi penyalahgunaan.

Melihat resiko terhadap penyalahgunaan terhadap penggunaan teknologi telesurgery yang dimana teknologi tersebut menggunakan listrik dan jaringan sebagai sumber utama untuk menjalankan teknologi tersebut. Maka tidak menutup kemungkinan munculnya resiko seperti terjadinya pemadaman listrik, lambatnya jaringan internet hingga terjadinya peretasan dalam sistem teknologi telesurgery tersebut. Sehingga hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk segera membuat aturan yang mengatur penggunaan telesurgery supaya masyarakat dan dokter memiliki kepastian hukum untuk meminta pertanggung jawaban apabila terjadi penyalahgunaan teknologi tersebut.

Etika Terhadap Penggunaan Telesurgery

Etika dan hukum dalam dunia kesehatan umumnya berbeda namun saling melengkapi, dimana hukum cenderung bersifat kaku, lama dalam proses legalisasi, dan kurang menyeluruh kemudian norma etika akan melengkapi kelemahan-kelemahan norma hukum sehingga mampu mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat. Dalam segala jenis profesi yang ada pasti memiliki etika untuk menjalankan profesi tersebut. Pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian yang berkeilmuan dalam bidang tertentu. Karena itu, ia secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang yang memerlukan keakhlian berkeilmuan itu. Etika profesi adalah seperangkat nilai, prinsip, dan norma moral yang mengatur perilaku dan tindakan seorang profesional dalam menjalankan tugasnya. Etika profesi dapat diartikan sebagai sikap hidup yang menunjukkan keadilan dalam memberikan pelayanan profesional kepada masyarakat .

Dokter merupakan sebuah profesi tenaga medis untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien untuk menangani segala jenis permasalahan kesehatan yang dihadapi pasiennya. Dokter sebagai tenaga medis professional harus dapat bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien. Dalam melaksanakan tugasnya, dokter berkoordinasi dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan profesional lainnya untuk menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika, dan moral.

Dalam penggunaan teknologi telesurgery pada praktik kedokteran, dokter tidak melakukan kontak langsung terhadap pasien tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa yang melakukan kontak langsung dengan pasien adalah robot bedah tersebut bukan dokter nya. Namun hal ini, tidak menghalangi penerapan prinsip etika atau kewajiban lain dokter kepada pasien, seperti keamanan, mutu, dan keselamatan. Dengan penggunaan teknologi telesurgery atau pembedahan jarak jauh yang dibantu dengan bantuan robot, prinsip etika praktik medis tetap sama dan mencakup privasi, keamanan perangkat, serta pengumpulan dan penyimpanan data.

Tentu diperlukan tambahan untuk mengatur etika dokter dan kualifikasi dokter untuk melakukan pembedahan dengan teknologi telesurgery. Hal ini diperlukan untuk memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan pasien terhadap dokter yang melakukan bedah jarak jauh tersebut.


PENUTUP

KESIMPULAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun