Mohon tunggu...
Ericko Sinuhaji
Ericko Sinuhaji Mohon Tunggu... Lainnya - Mengangkat Tema Yang Penting Namun Terlupakan

Pemikir itu Menulis, Menulis itu Berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mari Menggelorakan Membaca Buku Jadi Tren di Era Normal Baru

16 Agustus 2020   05:00 Diperbarui: 16 Agustus 2020   20:10 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abang Korea aja doyan baca buku

Menarik sebenarnya jika kita memperhatikan bahwa masa pandemi ini membuat banyak tren kebiasaan baru lahir dan dilakukan banyak orang. Ada orang-orang yang menjadi rajin memasak. Ada juga orang-orang yang sekarang menjadi suka berkebun. Dan seiring juga dengan pemerintah yang sudah mencabut pembatasan sosial berskala besar dan menetapkan normal baru, orang-orang juga mulai suka bersepeda. Keadaan pandemi ini seakan mendorong kita aktif menggunakan waktu dengan melakukan hal-hal baru yang bermanfaat.

Namun, dari seluruh kebiasaan baru yang hadir dan menjadi tren di tengah masyarakat kita saat ini, anehnya kebiasaan baik membaca buku masih juga absen di tengah-tengah kita. Ini sangatlah disayangkan, mengingat membaca buku memberikan banyak sekali manfaat bagi kita. Wawasan yang semakin luas, ide-ide segar yang bisa didapatkan, dan cara berpikir yang semakin dalam dan kritis setidaknya adalah menjadi manfaat dari membaca buku. Setelah menyadari manfaat itu, kenapa kita masih terus tidak membiasakan membaca buku menjadi sebuah tren di era kenormalan baru ini?

Mendapati pertanyaan itu, mungkin yang pertama kali terlintas di benak kita bahwa membaca buku itu adalah aktivitas yang membosankan. Alih-alih membaca buku, kita memang membiasakan diri lebih tertarik pada hal-hal lainnya yang kita anggap “menyenangkan” saja. Belum lagi mantra “sesat” yang terus berulang di masyarakat kita yang menyatakan budaya kita adalah budaya lisan (lihat keterangan no 1 dibawah). Dan ditambah dengan serbuan berbagai media sosial yang menyita waktu kita, lengkap sudahlah alasan kita untuk terus melalaikan membaca buku menjadi sebuah kebiasaan.

Sejatinya apabila kita memperhatikan kebiasaan-kebiasaan baru yang telah hadir menjadi tren di era normal baru saat ini (seperti memasak, berkebun, bersepeda, dst.), seluruh kebiasaan itu sebenarnya bukanlah hal yang benar-benar baru dilakukan orang-orang. Bahkan, jika kita memperhatikan secara jujur, ada masa dimana kegiatan-kegiatan itu dianggap tidak seru dan juga membosankan! Dengan demikian, kita pun menjadi semakin sadar bahwa sebenarnya membaca buku pun bisa turut digelorakan dan diarusutamakan menjadi tren di tengah masyarakat.

Kebiasaan membaca buku bahkan semakin menemukan urgensinya di tengah-tengah situasi bangsa kita saat ini. Sebagai contoh, sekarang banyak sekali beredar diantara kita informasi-informasi yang tidak benar (hoaks) utamanya melalui media-media sosial. Yang paling hangat tentunya informasi-informasi mengenai spekulasi seputar virus Korona. Dengan masyarakat kita yang tidak terbiasa menelaah bacaan secara kritis, maka kita bisa bayangkan betapa gampangnya kita terprovokasi oleh informasi yang sifatnya tidak akurat dan sepihak saja. Ini tentulah bukan suatu hal yang ideal dan haruslah segera kita tanggulangi.

Untuk menanggulanginya, maka marilah kita tabuh gendang, tifa, dan rebana untuk mengajak semua orang mulai gemar membaca buku. Sekarang ini tidak kurang konten-konten kreatif yang menggambarkan makanan-makanan lezat, riasan-riasan yang indah, tempat-tempat wisata yang unik dan menarik, dst. Mengapa kita tidak mulai melakukan hal serupa juga untuk menciptakan konten-konten kreatif yang berbicara, berdiskusi, bercerita, dst. mengenai buku dan buku? Utamanya buku-buku yang memang menarik dan bermanfaat bagi orang banyak.

Pembahasan mengenai buku akan sangat menarik karena menawarkan kekayaan pemikiran dari masing-masing orang yang membaca buku. Seorang bijak pernah berkata, apabila kita bertukar makanan, maka masing-masing orang hanya akan memiliki makanan yang dipertukarkan. Namun saat kita bertukar ide, maka masing-masing orang sekarang akan memiliki dua ide. Bayangkanlah jika seluruh rakyat Indonesia cinta buku, maka berguyuran lah ide-ide dan terobosan-terobosan baru di berbagai bidang di negeri ini!

Jika kita memperhatikan konten-konten soal bacaan/buku dari negeri Barat, misalnya, kita bisa lihat betapa bergairah dan bersemangatnya orang-orang luar dalam membahas buku. Konten-konten klub buku seperti Oprah's Books Club, misalnya, begitu hidup dan ditonton oleh banyak sekali orang. Seakan-akan mereka itu bangsa yang “rakus” buku. Untuk hal yang baik ini, sudah sepatutnya kita belajar dan meniru mereka.

Seandainya membaca buku ini akhirnya menjadi tren baru di tengah-tengah kita, maka kebiasaan ini akan semakin melengkapi kegiatan-kegiatan baik yang biasa kita lakukan. Orang-orang akan “rakus” membaca buku untuk semakin menambah wawasan dan kapasitas dirinya. Maka kita akan menemukan, orang-orang yang suka memasak mengambil buku masaknya untuk mempelajari masakan yang lebih baik lagi. Begitu juga dengan para pekebun yang langsung mengeluarkan buku sakunya untuk semakin mendalami mengenai teknik-teknik berkebun yang baik. Atau orang-orang yang baru saja selesai menggowes sepeda sibuk bercengkerama mengenai ide-ide dan buku-buku menarik yang baru saja mereka baca, dst. Ah betapa indahnya jika ini semua bisa menjadi kenyataan!

Abang Korea aja doyan baca buku
Abang Korea aja doyan baca buku

Agar membaca buku menjadi tren dan bukan imajinasi atau tahayul belaka, semua pihak harus bersinergi dalam mempopulerkan kebiasaan membaca buku. Pemerintah tentu punya peran penting menerapkan kebijakan agar masyarakat merasa penting untuk membaca buku. Jadikan patokan baca buku sebagai standar kelulusan murid dan mahasiwa, bukan hafalan akan pelajaran melulu. Buatlah iklim yang kondusif mengenai budaya membaca buku.

Pihak Swasta pun punya peran penting dalam membantu industri buku dan penerbitan agar menjadi bergairah kembali. Cobalah berikan insentif kepada karyawan yang teratur membeli dan membaca buku. Pada akhirnya juga karyawan yang wawasannya baik tentu akan semakin produktif dalam bekerja. Dan untuk masyarakat, secara pribadi saya melihat influencer dan youtuber punya peran penting dan krusial dalam membangun kebiasaan mulia membaca buku bagi generasi muda kini. Saya mengapresiasi beberapa tokoh publik yang berani menggelorakan pentingnya dan betapa menariknya membaca buku melalui konten-kontennya.  

Pada akhirnya, kitalah yang akan menentukan masa depan bangsa kita. Sudah saatnya di era normal baru, kebiasaan membaca buku hadir menjadi tren baru kita semua. Sehingga sudah jadi kebiasaan yang tidak aneh saat mendengar teman kita menanyakan, “hei, buku apa yang kamu baca hari ini?”

Catatan:

1 Jika benar budaya kita adalah budaya lisan, bagaimana bisa suku-suku kita mewarisi sastra tulisan/aksara yang orisinal? Karya La Galigo dari suku Bugis, misalnya, malah dikenal sebagai salah satu karya sastra terpanjang di dunia. Mari kita cermati fakta ini dan berani menerobos tahayul budaya kita adalah budaya lisan. Tunjukkan kepada dunia bahwa kita adalah bangsa berbudaya yang punya tradisi tulisan dan bacaan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun