Mohon tunggu...
Benedict Erick Mutis
Benedict Erick Mutis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswa biasa

Belajar mengulik realitas secara 3 dimensi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Sekilas Membedah dan Mengkritisi Kultus Daring UNICULT

23 Januari 2023   19:17 Diperbarui: 26 Februari 2023   22:30 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pengalaman buruk Christina dikompensasikan dengan cara bergabung UNICULT. Secara tidak langsung, dapat diinterpretasikan, UNICULT adalah heterogenitas pengalaman yang 'dikristalisasi' menjadi penyokong UNICULT. Sederhananya, UNICULT menjadi "balai keselamatan" individu-individu yang ditolak masyarakat dan menciptakan rasa diterima oleh kesatuan partikularitas komponen berbentuk kultus.

Dibalik bibit ideologi dan kepercayaan yang ditanam oleh UNICULT, ada beberapa catatan kritis yang patut dikritisi di sini. Penulis membaginya menjadi 3 poin besar yaitu, soal kredo optimisme, alienasi diri, dan kultus individu.

Pertama kredo optimisme. Tidak salah apabila pengikut UNICULT memiliki optimisme radikal dan penulis pun tidak menyalahkan hal itu. Berangkat dari pernyataan yang kontradiktif dari Unicole Unicorn, terutama saat ia mengeliminasi segala ekspektasi sosial terhadap dirinya yang mengekang, tetapi di lain sisi "roh" UNICULT adalah optimisme terhadap diri. 

Apakah optimisme justru memanifestasikan ekspektasi, sebagaimana yang dipudarkan pendirinya? Menurut penulis, optimisme justru memunculkan harapan-harapan, terutama untuk diri sendiri. Bila ditinjau dari hal mendasar, alasan bergabung UNICULT, sudah terbukti terdapat harapan dirinya masuk UNICULT yaitu memperoleh kedamaian baik psikis maupun fisik. Bagaimana jika ternyata UNICULT tidak sesuai dengan harapan calon pengikut? Apakah akan tetap bergabung dengan UNICULT?

Kritik pertama di atas, akan berbuntut pada dunia imajinasi, yang adalah inti "ajarannya". Imajinasi adalah hak segala individu, namun apakah betul (bila menggunakan pengadilan akal budi; rasionalitas) jika menggunakan imajinasi yang abstrak, digunakan sebagai landasan tetap tiap individu? Memang, landasan tetap UNICULT adalah imajinasi an sich, namun definisi imajinasi yang ditekankan Unicole Unicorn rasanya belum memuat pengertian yang cukup jelas. Apakah justru pluralitas imajinasi melahirkan "imajinasi objektif", yaitu sebatas imajinasi yang membahagiakan, mendamaikan, dan mengharumkan isi hati, sehingga menutup imajinasi yang memproyeksi laku pesimis-positif (imperatif hipotetis)?

Catatan kritis kedua, alienasi diri. UNICULT nampaknya berusaha menjemput setiap individu yang merasa teralienasi, diasingkan, dan ditolak oleh masyarakat. Diilustrasikan seperti pernyataan "individu yang terasing dan membutuhkan wadah penonjolan diri, dapat bergabung UNICULT". 

Apakah justru dengan bergabung dan berdinamika dalam UNICULT, malahan menciptakan wadah alienasi yang baru, dengan pendekatan yang lebih halus, interpersonal, dan menerima segala ketidakberdayaan individu? Alienasi "yang baru" di atas, menurut penulis, malahan mengkonstruksikan pola pikir utopis nan irasional, karena kurang "menjejak tanah", meng-angkasa di langit imajinasi saja.

Catatan kritis terakhir, kultus individu. UNICULT hanya berporos pada Unicole Unicorn sebagai "tuhannya". Kultus individu patut dikritisi, apakah UNICULT dibentuk demi keuntungan pribadinya? Mengingat UNICULT bergerak secara daring, setiap pengikut dapat berdonasi dan produk donasi tersebut agaknya tidak diketahui untuk apa dan bagaimana hasilnya.

Pengkultusan individu juga berdampak tidak langsung pada keuntungan mental Unicole Unicorn. Struktur persepsi UNICULT melekat hanya Unicole Unicorn, para pengikut agaknya kurang mendapatkan atensi secara daring maupun luring dengan bergabung UNICULT. Para pengikut, menurut penulis hanya berfungsi sebagai pemakna ajaran dan pemberi testimoni kepada calon pengikut.

Kesimpulannya, tujuan dibentuk UNICULT yang berdasarkan imajinasi, menurut penulis meneteskan air kebebasan manusia. Akan tetapi, dalam setiap tingkah laku, perlu menghadirkan pertimbangan rasional (penulis sebut "rasionalitas terapan"). Rasionalitas terapan bukanlah mereduksi atau mensimplifikasi rasionalitas menjadi praktis, namun menerapkan secara teoretis dalam praksis akan rasionalitas itu. 

Pertimbangan rasional diperlukan juga untuk skeptis terhadap segala ajaran, termasuk UNICULT ini sendiri. Apakah betul ada kebebasan di dalamnya? Bagaimana jika UNICULT ternyata menyimpang dari jalur asalinya? Mengapa UNICULT harus terbentuk, selain kristalisasi pengalaman buruk pengikut-pengikutnya? Ketiga pertanyaan di atas barangkali dapat menjadi postulat skeptis pegangan kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun