Mohon tunggu...
Erick Mubarok
Erick Mubarok Mohon Tunggu... Petani - Penulis

Petani yang sedang belajar komunikasi | Penyuka sejarah | Penonton dagelan | Gooner dan Bobotoh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menteri Nadiem (Harus) Ubah RPP dan Zonasi Sekolah

10 Desember 2019   11:47 Diperbarui: 10 Desember 2019   11:53 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Monoton. Begitu terus berulang. Bahkan jadi terkesan hanya mencontek. Tidak ada perubahan setiap masa tahun ajaran.

Itulah Rencana Pelaksana Pembelajaran (RPP).

Alih-alih diharapkan untuk memenuhi standar proses pendidikan, yang muncul jadi pengulangan terus. Guru pun terhambat kretivitasnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarin (sudah saatnya) mengubah mekanisme RPP.

Dengan begitu: Guru pun punya ruang akselerasi. Jadi Guru Penggerak. Seperti kenginan Menteri Nadiem.

Guru tidak lagi membuat RPP berpuluh lembar dan berhari-hari. Hanya terfokus ke situ, lalu melupakan tugas utamanya: mencerdaskan anak bangsa.

Guru 'terikat'. Hanya mengerjakan pengulangan setiap tahun ajaran. Tidak ada perubahan sesuai apa yang diinginkannya untuk membentuk kualitas murid.

Padahal: belum tentu apa susunan RPP yang dibuat Guru (mengulang) setiap tahunnya masih relevan dengan semangat pergerakan zaman.

Perangkat pendukung/media belajar-mengajar; sumber belajar-mengajar; alokasi waktu; materi belajar-mengajar; kegiatan inti belajar-mengajar; indikator belajar-mengajar; dan lainnya lagi.

Guru 'terpasung' aturan baku yang sama. Susunan sama. Akhirnya pengisiannya sama.

Kini: Menteri Nadiem harus ubah RPP.

Menyesuaikan dengan prinsip serta filosofi pendidikan yang sangat sederhana: yang ingin dicapai (tujuan belajar-mengajar); upaya untuk mencapai tujuan itu (aktivitas belajar-mengajar; dan evaluasi (asesmen belajar-mengajar).

Itulah pendidikan. Tidak rumit sebenarnya hakikat pendidikan itu. Biarkan selanjutnya Guru berakselarasi dan berinovasi apa ingin dilakukannya terhadap 3 aspek itu.

Menteri Nadiem juga harus mengubah sistem zonasi sekolah. Agar tak rigid. Lebih lentur.

Jangan kaku. Murid 'dipatok' menyasar sekolah radius terdekat. Sekolah dibebankan kuota 90% wajib menerima murid (dengan jarak terdekat).

Kemudian: si murid tak lolos kualifikasi di sekolah itu.

Murid akhirnya harus mencari lagi sekolah yang masih bisa menerimanya. Dan kuotanya masih cukup.

Ujungnya; sekolah berjarak jauh lagi dan kuota "wajib" 90% ke sekolah juga tidak ideal.

Akurasi lokasi juga merupakan kendala. Kadang: dianggap masih masuk zonasi, nyatanya pihak sekolah berpendapat bukan.

Belum lagi berpotensi melahirkan 'kecemburuan pendidikan'. Saat ada murid yang nilainya lebih tinggi gagal diterima di sekolah favoritnya. Gara-gara bukan wilayah terdekat rumahnya.

Namun: temannya yang bernilai rendah justru diterima. Sebab rumahnya di samping sekolah. Dan aturan kuota 90% kewajiban sekolah menerima murid.

Polemik lagi.

Kini: waktunya Menteri Nadiem mengubah 'cara main' RPP dan zonasi sekolah.

Supaya pendidikan dinamis. Bukan tersekat kekakuan dan polemik.*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun