Sudah waktunya, arah pendidikan dijalankan pada model karakteristik siswa. Indonesia begitu unggul dengan demografi SDM, namun selama ini terpenjara pada pola pendidikan yang salah, menyamaratakan.Â
Padahal, setiap siswa spesial. Semua siswa itu jenius. Tapi jika kita hanya menilai seekor ikan melalui kemampuannya untuk memanjat pohon, maka seumur hidupnya dia akan mempercayai kalau dia bodoh.Â
Sudah sering melihat murid-murid yang menorehkan manis prestasi di bidang non akademis, namun akhirnya harus menghadapi pahit DO akibat kakunya sistem absensi dan nilai-nilai ujian akademis.
Ini akibat kurikulum yang mensyaratkan berdasarkan histori bukan proyeksi. Seharusnya, perlakukan pendidikan hari ini adalah proyeksi untuk menghadapi masa 25 tahun, 50 tahun bahkan 100 tahun ke depan. Nadiem, melihat hal ini, yang selama berpuluh tahun tidak terlihat oleh oknum yang ngaku pelaku-pelaku pendidikan.
Revolusi pasti akan menghadapi tantangan. Tantangan terbesar Nadiem adalah bukan soal indeks pendidikan Indonesia dan kamuflase angka-angka, tetapi melawan otak masa lalu yang masih membelenggu pendidikan Indonesia untuk maju.Â
Otak-otak masa lalu adalah hantu-hantu pendidikan; menakuti, menggrogoti, menikam, menyumpahi biar Indonesia begitu-begitu saja. Biasanya, otak-otak masa lalu hanya butuh diberi (r)uang, mereka akan riang.**