Ini menjadi ironi, dgn logika sederhana, melihat dari perspektif umum dan awam la kenapa harus capek nyaleg kalo sudah punya harta melimpah ruah.
Kemudian ini juga tidak adil, ketika dalam konteks alam demokrasi setiap warga negara berhak di pilih dan memilih.
Dari sini mulai ketemu titik relevansi dengan judul .
Pemodal berbondong-bondong mencalonkan diri , merias diri , ormas Islam menjadi salon untuk merias diri parpol menjadi tunggangan tergantung lobi-lobi
Kemudian di suguhkan ke masyarakat yang awam, subyektivitas dan personiltas figur kemudian terlihat di sini meninggalkan ideologi partai.
Sebetulnya ideologi  ini  mewakili berbagai klaster masyarakat tertentu , sangat menarik
Bila caleg/utusan partai politik nya itu membawa ideologi partai ke masyarakat tapi ironi nya caleg hanya memamerkan citra dirinya sendiri hingga akhirnya masyarakat tidak mengetahui partai politik itu fungsinya apa , apa yang mereka lakukan di tubuh parpol itu sendiri lantaran si caleg lebih melakukan hal demikian.
Hingga kemudian ini akan problematika di tengah-tengah masyarakat luas, mau di kemanakan demokrasi kita ?
Masyarakat lebih percaya figur dari pada parpol, sementara dalam demokrasi Indonesia tercinta parpol itu memiliki fungsi sebagai wadah idelogi yang mewakili berbagai tujuan masyarakat, sedangkan DPR dari fraksi partai sebagai representasi parpol itu sendiri
Kedepannya saya berharap legislator dan semua jajaran terpilih di ajang 5 tahunan ini bisa melihat demokrasi lebih obyektif
Saya mengutip dari kata-kata di "tik tok"