Bisa jadi niat Pemimpin/Bos untuk berusaha “tampil baik” adalah untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman dan aman. Namun kita perlu ingat juga, bahwa suasana kerja yang nyaman saja tidak cukup.
Kita tetap perlu suasana kerja yang “strive for excellence”, di mana setiap anggota tim senantiasa totalitas dalam memberikan kinerja terbaiknya.
Suasana ini hanya dapat tercipta ketika pemimpin set the expectation / standard untuk bersama mencapai tujuan organisasi dan tidak terjebak menjadi "too nice".
Bos yang "not nice enough"
Sementara, Bos yang "not nice enough" juga berbahaya karena ketika sang Bos tidak mendengarkan orang lain, kurang empatik, mengucapkan kata-kata kritik tajam, memberikan pressure berlebihan, ataupun keseringan judes, maka hubungan kepercayaan dan engagement tim akan rendah.
Pemimpin/Bos perlu melatih kesadaran dirinya terhadap perilaku-perilakunya yang “not nice enough”: bagaimana perilakunya saat mengutarakan ketidaksetujuan di meeting, apa yang ia katakan saat ingin mengoreksi anggota timya di depan umum.
Sikap apa yang ia tunjukkan saat ia sedang bad mood, dsb. Keadaran diri yang terpelihara akan menjadi guidance bagi sang Bos untuk tidak terjebak menjadi “not nice enough”.
Pemimpin perlu menjaga keseimbangan diantara "too nice" dan "not nice enough". Sebab business performance / result tercapai optimal ketika pemimpin mampu berpijak dengan kokoh diantara dua kutub kontinum tersebut. Bahwa result dan relationship adalah hal yang sama-sama dapat dicapai.
Kepemimpinan bukanlah mengenai menyenangkan orang lain melainkan mengenai melakukan apa yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H