Mohon tunggu...
M. Erick Antariksa SH
M. Erick Antariksa SH Mohon Tunggu... -

Maju Tak Benar, Membela yang Gentar.... Yes, I'm a lawyer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Preman Berdagang Sapi

19 Juli 2014   04:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:55 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita, sebagai rakyat jelata, pasti muak melihat politik dagang sapi, muak melihat tradisi bagi-bagi kursi menteri.
Kenapa kabinet harus dikapling-kapling oleh para politikus?
Kementrian ini jatah partai ini.
Kementrian anu jatah partai anu.
Partai mu dapat sekian kursi menteri.
Partai ku dapat sekian kursi menteri.
Kenapa begitu?
Terbukti, politik dagang sapi hanya akan menghasilkan kabinet pemerintahan yang tambun, lamban, dungu, dan sarat kepentingan politik yang jauh dari kepentingan rakyat.
Para menteri lebih sibuk memikirkan bagaimana caranya mensejahterakan partainya ketimbang mensejahterakan rakyatnya.
Sungguh cilaka, tapi sepertinya sepanjang sejarah bangsa ini, politik dagang sapi sudah menjadi bagian erat dari sistim pemerintahan kita.
Sampai kapan ini harus kita derita?
Sampai kapan kita sebagai rakyat harus pasrah dipimpin politikus-politikus rakus yang mengenakan pin menteri di dada kiri?
Sampai kapan kita menjadi bangsa yang menderita kekurangan daging sapi dan susu sapi akibat politik dagang sapi?
Politik Dagang Sapi adalah tawar-menawar antara beberapa partai politik dalam menyusun suatu kabinet koalisi
Jadi, seorang Presiden terpilih, siapapun dia, mau tidak mau, harus ikut bermain dalam politik dagang sapi. Dia harus pintar membagi-bagi kue kekuasaannya kepada partai-partai yang mendukungnya dalam pemilihan Presiden.
Tidak berhenti sampai di situ, seorang Presiden, siapapun dia, pasti ingin pemerintahannya berjalan mulus. Berjalan lancar tanpa gangguan, tanpa ancaman, dan tanpa serangan. Akhirnya, kursi menteri pun dibagi-bagikan pula kepada partai-partai atau kubu-kubu yang ditakuti. Ditakuti karena memiliki massa yang berisik. Ditakuti karena mempunyai jaringan yang militan.
Ini terbukti.
Dan inilah yang saya sebut dengan Political Bullying, atau boleh lah disebut Premanisme Politik.
Saat ini Pemilu pemilihan Presiden telah usai. Nalar dan akal sehat mengatakan bahwa kubu Jokowi-JK positif akan meraih suara terbanyak. Tapi apakah para politikus di kubu Prabowo-Hatta bisa menerima begitu saja kekalahan mereka?
Sepertinya tidak.
Sepertinya sampai saat ini Prabowo-Hatta dan partai-partai pendukungnya masih ogah menerima kekalahan. Lucu kalau mereka mengatakan tidak percaya pada hasil kerja ilmiah yang dinamai quick count. Karena toh pada Pemilu legislatif yang lalu, Prabowo dan Gerindra tampak sangat gembira sejak hari pertama, karena quick count menobatkan Gerindra sebagai partai peserta Pemilu urutan 3. Demikian pula dengan Golkar yang langsung dinobatkan quick count sebagai urutan 2.
Nah, lucu kan, kemarin menepuk dada karena hasil quick count, kok kini malah pura-pura mengelus dada.
Saya yakin. Prabowo-Hatta, dan partai-partai pendukungnya, sebenarnya sudah menyadari kekalahan mereka.
Namun, sekarang mereka sedang berpikir keras, bagaimana caranya bisa tetap menang walaupun sudah kalah.
Bagaimana caranya bisa tetap mendapat kursi Dirjen, direksi BUMN, komisaris BUMN, Dubes, dan sukur-sukur Menteri, walaupun jagoan mereka tidak menang.
Caranya?
Political Bullying!
Serang Jokowi-JK habis-habisan!
Kerahkan massa!
Gunakan jaringan!
Walaupun sedikit, asalkan berisik.
Walaupun mata duitan, asalkan militan
Targetnya, bikin Jokowi-JK ketakutan. Ketakutan kalau bangsa ini akan pecah berantakan.
Akhirnya? Mau tidak mau, suka atau tidak suka, demi rekonsiliasi, demi konsolidasi, Jokowi JK terpaksa harus mengakomodir pantat-pantat para politikus duduk di kursi-kursi pemerintahannya.
Akhirnya? Rakyat lagi yang akan jadi korban.
Nah, saudara-saudara ku sesama rakyat jelata Indonesia, masih tetap ingin jadi sapi? Kalau memang tetap masih mau, silahkan tetap berhalusinasi, silahkan tetap serang Jokowi JK, silahkan tetap caci Jokowi JK, silahkan... Saya tidak berhak dan tidak mungkin mengubah sapi menjadi manusia.
Tapi kalau kita semua sudah muak menjadi sapi, ayo gunakan akal sehat.
Siapkan mental, siapkan akal, untuk menerima dan mengakui kemenangan Jokowi JK.
Jokowi JK sudah berjanji, akan mengisi kabinet dan pemerintahannya dengan para profesional yang siap bekerja, siap bekerja keras, siap bekerja cerdas.
Jokowi JK sudah berjanji akan membubarkan perdagangan sapi-sapi politik.
Ayo kita wujudkan pemerintahan yang bersih dari lenguhan sapi politik.
Salam Kemenangan Damai DUA Jari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun