“There is no planet B.” Kutipan ini menegaskan absennya pilihan planet lain apabila krisis iklim merusak bumi. Untuk itu, negara-negara berkomitmen menjaga kenaikan suhu global tetap dalam spektrum 1,5-2°C.
Indonesia sendiri menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen pada tahun 2030 dan target nol emisi karbon selambatnya tahun 2060.
Namun nyatanya, Indonesia masih bergantung pada pelepasan emisi GRK untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Hal ini tercermin dari data Badan Pusat Statistik yang mencatat industri pengolahan, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan sebagai kontributor utama pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2021.
Dengan begitu, Indonesia tampak kesulitan untuk menyeimbangkan target nasional pelestarian lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja.
Lantas, bagaimana cara Indonesia mencapai ketiga target tersebut? Apa strategi yang perlu disiapkan?
Bermula dari Adopsi Strategi Ekonomi Hijau
Umumnya, aktivitas ekonomi dan kelestarian lingkungan hidup kerap dipertentangkan. Aktivitas ekonomi dianggap menimbulkan kerusakan lingkungan, sedangkan pelestarian lingkungan dinilai akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Asumsi tersebut dibantah dengan kehadiran konsep ekonomi hijau. Konsep ini mengamini adanya hubungan yang positif antara aktivitas ekonomi dengan upaya penghijauan.
Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), konsep ekonomi hijau didefinisikan sebagai rendah karbon, efisiensi sumber daya, dan inklusi sosial.
Konsep ini selaras dengan pola pembangunan berkelanjutan yang berpihak pada pertumbuhan, kelompok miskin, dan lingkungan.