Pada biji, akar dan tanah itulah ada rakyat. Yang dilahirkan oleh hikmad kebijaksanaanya sendiri yang diperjalankan oleh waktu. Pada akar kerakyatan itu ada makna tentang Ketuhanan Yang Maha Esa.. Ada nilai nilai keadaban yang bergerak saling asih, asah dan asuh Sesuai dengan wilayah yang terpetakan beragam di bumi Nusantara. Pohon pohon yang beraneka warna yadan terwakili dalam semboyan yang tegas di kaki burung Garuda. “Bhinneka Tunggal Ika” Pada penghayatan itulah Almarhum melihat Indonesianya menjadi berbeda dengan Indonesia yang terjadi hari ini. Sesuatu yang sudah sama sama kita ketahui bersama.
Slamet Raharjo,, budayawan dan sutradara film pernah berujar. Bahwa kegelisahan roch Basoeki selalu dibagi rata kepada teman-temannya. Gagasan “Indonesia selalu dilemparkannya sebagai tanda tanya dalam setiap diskusi. Bukan untuk dijawabnya. Tapi untuk di dengarkannya. Untuk direnungkannya.“ Dia betah mendengarkan saya menguraikan pendapat saya tentang Indonesia, hanya dengan satu pertanyaan yang dia lontarkan’
Pertanyaan yang sama yang dilontarkannya kepada generasi penerus. Kepada elite kekuasaan, bahkan kepada rakyat kita sendiri. Dan tentunya kepada kita semua.
Gagasan Indonesia harus dibumikan. Utopia tentang masyarkat adil dan makmur harus digali dari perasaan adil milik rakyatnya. Hukumnya perlu dimusyawarahkan. Bukan oleh teori teori hukum luar, tapi dari kandungan kebijaksanaan sejarah tanahnya sendiri. Masa depannya harus disusun . bukan seperti dan untuk masa depan yang dituliskan atau dicekokin oleh referensi sejarah lain. Tapi harus digali dari perasaan adilnya sendiri. Dipertanyakan dari kegelisahannya sendiri. Dan diserukan untuk cita cita yang sesuai dengan karakter dan kapasitas bangsa ini sendiri. Satu bangsa yang sudah diikrakan dan diproklamirkan sebagai sebuah negara
Almarhum Roch Basoeki Mangoenpoerojo, telah pergi meninggalkan pertanyaan. Peta Indonesia yang diliat dari penggalian terdalamnya belum sepenuh menyala. Kehidupan awak dan masyarakatnya masih bergolak dan terpecah oleh subyektifitas kepentingannya masing masing. Pancasila masih terbang tinggi di bawa burung Garuda. Pita di kaki Garuda belum mampu menarik nya untuk pulang kandang. Indonesia masih terbang di awang awang. Dan Bhinneka Tunggal Ika belum dipahami secara menyeluruh sebagai dasar fitrah kehidupan bersama. Bagimana negeri ini sampai di tanahnya. Tugas kita untuk mempertanyakannya dan menjawabnya.
Roch Basoeki Mangoenpoerojo telah menyerahkan jiwa dan raganya kepada Tanah air yang dicintainya. Raganya sudah bersatu dengan tanah. Nafasnya sudah dihentikan sang pencipta. Tapi pertanyaanya tentang Indonesia masih menuhi sanubari anak anak bangsa. Kita masih terus dihantui dengan berjuta pertanyaan tentang Indonesai. Imajinasikah. Beban masalah. Atau mungkin hanya sebuah nama yang memberikan tanda administratif, saat kita di luar negeri, yang kemudian kita ganti dengan baju golongan kita saat di dalam negeri?
Mengenang Roch Basoeki adalah mengenang setiap pertanyaan yang dilontarkannya. Yang secara konsisten dilemparkannya ke dalam ruang pemikiran kita. Pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Tapi layak untuk direnungkan.
Semoga kita segera berseru dalam tindakan. Menyatakan dalam seluruh pikiran kita untuk satu negeri. Menjawab perssoalannya dengan solusi. Agar kita senantiasa bersaudara dalam satu udara yang kita hirup dan bagikan untuk kepentingan kita bersama. Agar kita yang satu adil dan makmur bisa mewarnai dunia sebagai warna yang tegas. Dan dunia baru itu bisa dirasakan sebagai kenyataan. Kenyataan yang kita yakini sebagai sebuah kebenaran yang layak diserukan
Taman Bermain Pancasila, Maret, 2016
Ericka Tri Handoyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H