Mohon tunggu...
Eric Brandie
Eric Brandie Mohon Tunggu... Penulis - Sosiolog

Kajian realitas dan dimensi sosial Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Identitas Pandemi Bagi Demokrasi

1 Maret 2023   19:28 Diperbarui: 2 Maret 2023   13:50 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eric Brandie Collection

Memasuki tahun politik negara kita, lagi ramai dipertontonkan di televisi dan berbagai platform media sosial debat tentang topik politik identitas.
Cukup menggelitik nalar kita, mereka-mereka yang notabene berpendidikan relatif tinggi hingga bahkan seorang Rocky Gerung yang kerap mengesankan diri tercerdas se-jagad dengan kerap mendungukan banyak pihak, tampak gagal total membuka mata, hati dan benak ikhwal makna serta maha berbahayanya sesuatu bertajuk politik identitas tersebut sesungguhnya. Ataukah dia tengah berpura-pura dungu dalam hal ini, entahlah..

Baiklah mari sejenak kita review beberapa realita tragis bangsa-bangsa yang dicatat oleh sejarah

- Sejarah dunia mencatat tragedi perang berdurasi ratusan tahun di Eropa yakni pada tahun 1524 hingga 1648 yang menelan korban jutaan jiwa ialah mutlak dipicu oleh agitasi-agitasi fanatisme keagamaan. Agresi politik identitas kental menyeruak menyertai ambisi-ambisi penaklukan satu sama lainnya.

Perang ini kemudian amat disesali mendalam oleh negara-negara bertikai tersebut, hingga akhirnya membuat kesepakatan perjanjian damai di antara seluruh pihak agar tidak terulangnya kembali tragedi tersebut.

- Amandemen UU kewarganeraan tahun 1995 negara India yang notabene mayoritas Hindu menimbulkan kerusuhan sipil dan korban yang tidak sedikit dari warga berlatar minoritas.

HIngga akhirnya Mahkamah Agung India melarang politikus menggunakan agama dan kasta untuk meraup suara. Larangan ini diputuskan menjelang pemilu negara bagian yang kampanyenya didominasi isu-isu agama dan kasta.

Mahkamah Agung India memerintahkan agar pemilu tetap fokus pada aktivitas sekuler. Bagi setiap kandidat yang memanfaatkan agama atau kasta dalam kampanyenya, akan dilarang untuk melanjutkan pencalonannya alias didiskualifikasi.

- Perang saudara Libya (2011) antara pemerintahan Libya dan gerakan kelompok pergerakan National Transitional Council, berlatar Politik Islam yang turut didukung oleh kelompok teroris Alqaida. Korban jiwa dan benda tidak terhitung, hingga bahkan saat ini Libya kesulitan untuk membangun kembali pondasi ekonomi negara mereka.

- Pilkada DKI 2017 (Indonesia)

Kendatipun hanyalah perhelatan Pilkada lokal DKI Jakarta namun ternyata mampu menyedot perhatian masyarakat daerah-daerah lainnya hingga bahkan luar negeri.

Mengapa?

Sebab pada perhelatan Pilkada ini marak propaganda-propaganda hasutan bertajuk agama berhujanan di tengah masyarakat kita. Oleh para jurkam, oknum-oknum yang mengaku pemuka agama, media-media sosial termasuk media-media liar (siluman) yang mendadak bermunculan bak jamur di musim hujan dengan hasutan-hasutan agresif propaganda politik kemasan agama.

Di Pilkada ini terjadi mobilisasi massa besar-besaran yang justru didatangkan dari daerah-daerah luar DKI, hasutan-hasutan sentimen dalih keagamaan, hingga bahkan aksi-aksi sepihak memalukan seperti caci-maki, larangan memandikan jasad yang semasa hidup berbeda pandangan. Semuanya jelas bagi tendensi pemenangan salah satu Cagub saat itu: Anies Baswedan.

Dan amat disesalkan sekali seluruh rangkaian peristiwa tersebut tampak tersistematis, terkordinasi dengan cukup leluasanya.

Inikah wajah Demokrasi di negara kita sesungguhnya?

Serangkaian fakta-fakta tragedi tersebut sejatinya telah:

- Lebih dari cukup untuk mendidik benak kita sesama warga negara Indonesia Raya ini bahwasanya gagasan politik bersifat eksklusif golongan amat berbahaya bagi keberagaman.

- Lebih dari cukup untuk menyadarkan kita bahwa terus merajut rasa persatuan di dalam ke-Bhinnekaan rakyat adalah keutamaan bagi kelanggengan sebuah negara kesatuan berlatar pluralisme.

- Lebih dari cukup untuk secara sadar dan tegas menolak segala bentuk narasi maupun agitasi-agitasi politik bermuatan ajakan, hasutan permusuhan antar masyarakat apalagi dengan kemasan fanatisme keagamaan (politik identitas).

Di dalam tatanan sistem negara Demokrasi jelas dan tegas tidak mengakomodir sistem lainnya yang notabene berbenturan dengan Demokrasi itu sendiri seperti pada 2 sistem lainnya yakni Otokrasi maupun Teokrasi.

- Demokrasi

Mutlak tidak berbasis ideologi eksklusifitas, melainkan sebagai sistem yang bertujuan memayungi kepentingan segenap rakyat tanpa terkecuali apapun latar belakang identitasnya secara konsekwen.

- Teokrasi

Mutlak suatu sistem yang berdiri dengan basis ideologi keagamaan yang diterapkan pada suatu negara, umumnya diimplementasikan di negara-negara dengan populasi rakyat yang memiliki kesamaan keyakinan agama secara mutlak, seperti Vatikan, Tibet, Iran.

Maka otomatis kegiatan penyelenggaraan negara dilakukan berdasarkan hukum-hukum berbasis keagamaan negara-negara tersebut.

- Otokrasi

Dalam proses kepemimpinannya sistem otokrasi hanya mendistribusikan perintah kepada sebagian kecil orang di bawahnya. Sebab biasanya pemimpin sistem otokrasi adalah seorang raja atau sultan.

Akibatnya tidak ada peluang orang di luar kerajaan menggantikan titah raja karena sistem otokrasi berdasar tradisi. Pemimpin yang berhak menggantikan raja harus memiliki garis keturunan dari raja terdahulu.

Selayaknya suatu negara bermartabat, sudah sepatutnyalah secara murni dan konsekwen negara dan segenap komponen masyarakat menjaga dan menjalankan sistem negara kita (Demokrasi) dengan sebaik mungkin, bukan malah membiarkan saja sistem lainnya leluasa beraksi yang notabene justru bertujuan mengamputasi sistem Demokrasi yang telah kita sepakati bersama secara de facto sebagai Payung Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan tanpa mengurangi rasa hormat,

kepada para oknum kader parpol tertentu yang kita yakini notabene berpendidikan cukup tinggi, termasuk kepada oknum pekoar Roky gerung ada baiknya untuk lebih mempelajari lagi esensi empiris dari Demokrasi secara murni bukan dengan akrobatik benak anda sendiri berinterpretasi apalagi jika itu bagi hidden agenda sponsor anda seperti salah satunya yakni kesengajaan menciptakan kegaduhan bangsa.

Negara dan rakyat tengah terus bergandengan tangan berjuang mewujudkan negara Demokrasi Republik Indonesia Raya menuju kemajuan, bermartabat, berjati diri niscaya bukan negara ambigu: setengah Demokrasi setengah Teokrasi/setengah Otokrasi.

Sebagaimana negara-negara lainnya berkenaan terhadap ketegasan menjaga wibawa sistem negara, maka tidak ada salahnya juga dan besar harapan kita selaku masyarakat agar negara kita turut mengambil langkah-langkah tegas koridor hukum dalam konteks menjaga stabilitas sistem Demokrasi negara kita dari pihak-pihak yang tampak berupaya meresistensinya.

Rahayu Indonesia Raya,

Eric Brandie

(Sosiolog)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun