Mohon tunggu...
Erick
Erick Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Banyak menghabiskan waktu menulis di gubukpintar.com

Selanjutnya

Tutup

Bola

Saya Memilih Menjadi Seorang Loyalis

23 Juli 2017   15:13 Diperbarui: 23 Juli 2017   15:24 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: cnnindonesia.com

'El Clasico' Indonesia antara Persib kontra Persija pada Sabtu (22/7/2017) kemarin di Bandung dan berakhir dengan skor sama kuat 1-1. Persib berhasil membuka skor melalui Ahmad Jufrianto sebelum Ramdani Lestaluhu memaksa skor menjadi imbang hingga 'peluit panjang' dibunyikan.

Tradisi kembali berlanjut dimana laga yang disajikan berjalan dengan panas dan diwarnai dengan serangkaian pelanggaran yang membuat seantero lapangan seakan sedang menyaksikan terjadinya perang, Sparta!!

Namun ada 'tradisi' lainnya yang terus diwariskan ketika Persib dan Persija bentrokan, ricuhnya supporter. Hal ini kembali terulang kemarin untuk yang kesekian kali. Meski supporter Persija sengaja dilarang hadir ke stadion malam itu, ternyata tidak menyurutkan niat oknum penggemar Persib untuk berbuat onar hingga membuat laga harus terhenti untuk sementara. 

Tentu saja kejadian tersebut membuat rapor sepakbola Indonesia kembali 'merah'. Masa pasang-surut sepakbola Indonesia seakan tak ada artinya sama sekali dimata para oknum ini padahal kita sedang ada dalam masa reformasi sepakbola pasca segelintir momen buruk.

Berbuat anarkis tetap menjadi pilihan oknum-oknum supporter sepakbola Indonesia untuk melampiaskan kekecewaannya. Karakter seorang "Fanatik" telah melekat dalam diri mereka entah karena apa alasannya, namun seakan inilah cara mereka untuk mengekspresikan rasa cintanya terhadap sepakbola terutama klub kesayangan yang padahal sejatinya telah jelas berseberangan dengan kebenaran.

Menurut opini saya, mereka bukanlah orang yang perlu kita edukasi lagi tentang apa yang namanya sportivitas. Sebagai seorang pecinta olahraga, apapun bentuk olahraganya, telah menjadi 'nasib' mereka untuk mengetahui apa itu sportivitas. Terlebih sebagai manusia, terlepas dari mereka seorang pecinta olahraga atau bahkan seorang yang buta akan olahraga itu sendiri, pasti telah mengerti bahwa melakukan suatu tindakan yang berbau anarkisme tentu telah melanggar norma dan nilai yang ada. Terkecuali yang memiliki kelainan dari segi psikologis ya ..

Sebagai seorang yang juga penggemar sepakbola, tentu saya sudah tak asing dengan drama yang sering terjadi dilapangan. Entah karena 'bola itu bundar' sehingga terkadang hasil akhir bisa mematahkan semua prediksi, drama yang tersaji akibat para pengadil pertandingan atau hal-hal lain diluar sepakbola seharusnya. Terkadang sulit menerima apabila kita berada dipihak yang berseberangan dengan pihak yang untungkan. Namun apakah harus melakukan tindakan anarkis? Jawaban saya adalah ABSOLUTELY NOT!!

Saya juga seorang penggemar garis keras namun saya bukan seorang ultras, saya juga seorang penggemar garis keras namun saya tak pernah 'menyentuh' penggemar klub sebelah apabila tim kesayangan saya harus menerima kekalahan. Lantas mengapa bisa saya menyebut diri saya penggemar garis keras tanpa menjadi seorang ultras dan berbuat anarkis? 

Saya belajar tentang sejarah klub kesayangan saya dan mengikuti perkembangan klub. Tak lupa saya membeli 'embel-embel' klub kesayangan, menyaksikan pertandingan dan menyatakan  dukungan. Saya juga terdaftar sebagai member disalah satu fanbase klub  kesayangan saya yang ada ditanah air (fyi saya seorang penggemar dari klub non liga Indonesia). 

Saya akan tetap bersama klub kesayangan meski sedang berada dimasa terburuk dan siap mengakui kelebihan tim lawan ataupun harus bisa menerima hasil akhir meski dipengaruhi suatu insiden yang merugikan tim saya. Satu hal  lagi yang perlu di ingat, saya tidak akan 'menuhankan' tim saya karena saya sadar bahwa tim saya bukanlah suatu objek yang sesempurna itu dan mungkin hal ini yang membuat saya berbeda dengan mereka yang Fanatik. Bila ada pertanyaan tentang penggemar macam apakah saya ini?

Saya memilih untuk menjadikan diri saya 'cukup' menjadi seorang loyalis yang saya pandang selevel lebih rendah dari seorang fanatik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun