Mohon tunggu...
Ericho Nanda
Ericho Nanda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Indonesia tinggal di Melbourne

Peminat Musik dan Pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pesona Dewi Peri (Desa Wisata Penting Sari)

24 Oktober 2016   18:49 Diperbarui: 12 Juli 2017   16:07 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merasakan kearifan lokal yang sarat akan budaya Jawa merupakan kesan pertama yang saya rasakan seraya menginjakkan kaki di Desa Wisata Penting Sari. Desa yang akrab disapa Dewi Peri ini terletak di Kelurahan Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada lawatan terakhir, saya bertemu Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Lereng Merapi yang juga merupakan Ketua Dewi Peri, Ir. Doto. Dalam pertemuan kali ini saya bermaksud untuk mengumpulkan informasi tentang latar belakang berdirinya Dewi Peri untuk keperluan penulisan artikel mengenai Dewi Peri sebagai bentuk apresiasi saya akan desa ini. Maka pada 4 Maret 2016, pukul 08.57 di depan kediaman Ir. Doto, beliau menuturkan perjalanan panjang sang Dewi Peri.

Sekilas tentang Dewi Peri

Desa Wisata Penting Sari adalah desa biasa yang diubah sedemikian rupa hingga menjadi desa wisata. Dewi Peri menawarkan atraksi wisata yang berbasis pada kehidupan masyarakat desa sehari-hari. Menjadi desa wisata artinya menggunakan sebagian atau seluruh desa untuk dikelola secara komersial dan profesional untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Dewi Peri hadir pada April 2008 dan mulai dikelola secara profesional dan komersial pada tahun 2009, setelah gelar Desa Wisata disandang desa ini maka masyarakat pun cepat belajar dan mempersiapkan diri, dukungan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah dalam bentuk pembinaan-pembinaan juga diberikan.

Damainya berada di Dewi Peri

Hamparan pepohonan hijau nan rindang adalah pemandangan yang disuguhkan ketika pertama kali memasuki lokasi Dewi Peri, Desa yang terletak dibawah kaki Merapi memiliki suhu yang sejuk dan segar dengan tanah yang subur dan tanaman yang tumbuh subur sebagai ciri khas dataran tinggi. Wisatawan yang datang akan disambut dengan tarian “Sugeng rawuh” yakni, tarian penyambutan yang ditampilkan oleh Punokawan ketika ada wisatawan yang datang dan akan menjadi bagian dari desa meski hanya beberapa hari saja. Wisatawan yang datang dan ingin menginap di desa akan dititipkan oleh “induk semang” dan diizinkan untuk tinggal di rumahnya sesuai dengan waktu yang diinginkan. 

dsc-0063-5965e633c2d91818516a0532.jpg
dsc-0063-5965e633c2d91818516a0532.jpg
Selama tinggal bersama induk semang anggota keluarga baru ini akan diajak untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari masyarakat desa, mulai dari bertani, memandikan ternak, belajar musik gamelan, membatik dan sebagainya. Pada malam hari biasanya wisatawan akan diajak berkumpul di pendopo untuk ramah tamah dengan penduduk desa lainnya, pada momen ini aula akan dipenuhi oleh wisatawan dan penduduk desa, suasana hangat dan kekeluargaan seketika hadir ditengah-tengah kami. 

dsc-0154-5965e68f4b0a68614211dd82.jpg
dsc-0154-5965e68f4b0a68614211dd82.jpg
Setelah acara ramah tamah selesai kami kembali ke rumah masing-masing. Keesokan pagi harinya, induk semang sudah menyiapkan sarapan khas desa yang akan kami nikmati sebelum melakukan aktivitas. Hidangan seperti pisang goreng, ayam goreng, tempe orek dan secangkir teh hangat sudah siap menanti. Dibutuhkan nyali tinggi untuk mandi pagi hari disini haha. Setelah menikmati sarapan, kami siap untuk memulai aktivitas, pemandu lokal yang akan memandu kami dalam berbagai aktivitas. Di desa ini terdapat sekitar 30 pemandu lokal yang melibatkan masyarakat desa, memang pemberdayaan masyarakat desa menjadi kunci utama dalam menjalankan Dewi Peri.

 “ Semua ini dikerjakan oleh warga, mereka harus berperan sesuai dengan kemampuan masing-masing, saya bisa menyediakan fasilitas rumah saya menjadi homestay, saya punya keterampilan bermain kesenian, saya punya keahlian memasak, saya punya sawah, semua itu kami jadikan aset bersama, sehingga yang merencanakan mereka, yang melakukan mereka dan hasilnya juga untuk mereka.”Ungkap Ir. Doto. Konsep berdiri dikaki sendiri (berdikari) dan gotong royong diusung oleh masyarakat desa, sungguh menarik.

Untuk menjalani aktivitas di desa, kami dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok akan di pisah untuk melakukan aktivitas tertentu, pembagian aktivitas akan dilakukan oleh pemandu lokal, contoh: kelompok A akan belajar membatik sementara kelompok B akan belajar bermain gamelan, setelah selesai kelompok ini akan bergantian, begitu seterusnya.

 Setiap aktivitas yang dilakukan di desa akan memberikan kesan tersendiri bagi kami yang merasakan. Pasalnya, aktivitas semacam ini jarang bahkan hampir tidak pernah kami lakukan, khususnya mereka yang lahir dan besar di kota. Aktivitas ini cocok untuk semua umur, bagi anak-anak yang belum pernah merasakan asik nya bermain lumpur, main di sawah dan mandi di kali yang airnya jernih, maka inilah saatnya, bagi orang tua aktivitas ini ternyata menjadi sarana nostalgia kehidupan kecil mereka, bagi beberapa diantaranya menjadi pengalaman baru yang berharga.

Berwisata di Dewi Peri tergolong sebagai wisata alternatif, biasanya orang cenderung melakukan wisata statis yakni, melihat, menonton dan mengapresiasi. Wisata alternatif berarti melakukan atau terjun langsung pada atraksi wisata seperti: bertani, beternak, membatik, bermain gamelan dsb. yang akan membuat kehidupan sosial lebih menarik. Hal ini juga yang membuat wisatawan yang datang terkesan sehingga ada kesan bahwa wisatawan betah dan hendak kembali lagi.

Ada Pertemuan, Ada Perpisahan

“It’s hard to remember days, Its easy to remember moments”

Quote diatas terlintas didalam benak saya di hari dimana kami akan meninggalkan desa. Se-gudang pengalaman dan cerita siap menemani perjalanan kami pulang. Pada moment ini pihak desa akan melangsungkan semacam upacara pelepasan kepada para wisatawan, ucapan terimakasih, kesan dan pesan serta doa akan di panjatkan seraya melepas kepergian kami. Penduduk desa melepas kami dengan lambaian tangan sebagai simbol dari perpisahan, kami pun membalas dengan lambaian tangan. Semoga silaturahmi ini selalu terjaga.

saya dan Ir. Doto
saya dan Ir. Doto
Hingga saat ini pihak Dewi Peri konsisten dalam pembangunan infrastruktur dan fasilitas penunjang lainnya untuk membuat pelayanan Dewi Peri semakin baik lagi dan menaikkan standar desa ke level yang lebih tinggi, terbukti beberapa penghargaan berhasil diraih Dewi Peri dan Ir. Doto selaku ketua Dewi Peri, diantaranya:
  1. Best Practice of Tourism Ethnics at Local Level from World Comitee on Tourism Ethnic (WTCE) Selasa, 14 Juni 2011
  2. KR Award bidang Pariwisata kepada Ir. Doto 27 September 2011
  3. Finalis dalam pengelolaan Daya Tarik Wisata Budaya Berwawasan Lingkungan dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata RI tahun 2011 (sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman tahun 2014)

Luar biasa, suatu usaha yang layak mendapat apresiasi dan penghargaan, atas dedikasi dan integritas Ir. Doto dan rekan-rekan warga desa atas pengelolaan Desa Wisata Penting Sari yang memberikan banyak manfaat kepada penduduk desa dalam banyak hal terutama segi perekonomian, UKM-UKM, home industries, dan sebagainya. Silahkan hubungi dotoyogantoro@ymail.com untuk informasi lebih lanjut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun