Mohon tunggu...
Erica Sunjaya
Erica Sunjaya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mahasiswa FBE UAJY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Tinder Swindler Versi Indonesia

29 Maret 2022   18:00 Diperbarui: 29 Maret 2022   18:04 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penipuan marak terjadi di Indonesia melalui media sosial dan lingkungan sekitar. Banyak aplikasi media sosial yang dijadikan sasaran bagi penipu untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Salah satu aplikasi yang cukup terkenal saat ini adalah Tinder. 

Kita tahu bahwa Tinder merupakan aplikasi kencan online paling populer di dunia yang diluncurkan tahun 2012. Siapa yang tidak mengenal dan menggunakan Tinder di zaman era globalisasi? Hampir 9,6 juta orang di dunia ini menggunakan Tinder. 

Tujuan dari aplikasi tersebut untuk memudahkan para jomblo menemukan pasangan hidup. Aplikasi ini menggunakan GPS, sehingga pengguna dapat memilih pasangan yang berada di sekitarnya. Namun, sayangnya ada beberapa pengguna menjadikan aplikasi ini untuk menipu pasangan online-nya dengan memanipulasi profil Tindernya.

Penipu Tinder

 Dalam survei yang dilakukan Rakuten Insight pada September 2020, Indonesia termasuk responden tertinggi yang menggunakan Tinder dibandingkan dengan aplikasi kencan daring lainnya, yaitu sebesar 56,7%. Tinder dengan pengguna yang banyak ini menjadi aplikasi yang menguntungkan bagi beberapa orang, tetapi tidak sedikit juga yang mendapatkan sisi gelapnya. 

Banyak korban yang telah masuk perangkap penipu. Penipu melakukannya dengan cara berbohong dan menguras perlahan uang korban. Ia menggunakan profil palsu yang seakan-akan berasal dari keluarga kaya raya. Berbagai alasan yang digunakan penipu untuk berhasil mencapai keuntungannya. 

Kasus penipuan Tinder baru-baru ini terjadi di Indonesia. Kasus ini menyerupai film Tinder Swindler yang didokumentasikan dalam serial netflix. Tinder Swindler versi Indonesia dikenal sebagai laki-laki yang aktif mencari pasangan dan memamerkan kekayaannya kepada setiap orang. 

Dalam aplikasi Tinder, ia menggunakan nama James Daniel Sinaga sebagai nama samaran. Ia sering menggunakan baju bermerek dan mengaku mempunyai banyak pabrik. 

Agar terlihat lebih nyata, ia juga sering mengupload barang-barang mewahnya di akun media sosial dan akun Tinder. James Daniel Sinaga menipu dengan meminta korban mentransfer sejumlah uang dengan alasan bank yang sedang limit dan berjanji akan mengembalikannya.

Profesor Psikologi di California State University, Kelly Campbell, menjelaskan mengapa pelaku Tinder berbohong tentang identitasnya. Alasan utamanya untuk menciptakan sosok ideal dan meningkatkan diri di mata orang lain. 

Semua karakteristik yang diinginkan setiap pasangan akan muncul dalam diri penipu, seperti wajah menarik, tubuh yang bagus, sifat romantis dan mempunyai banyak uang. Ketika seseorang tidak memiliki karakteristik tersebut atau merasa tidak mempunyai hal untuk dibanggakan, itu menjadi alasan si penipu menciptakan 'diri' yang palsu.

Sudah semestinya, penipu itu sadar bahwa tujuan adanya aplikasi Tinder untuk menemukan jodoh bukan untuk melakukan penipuan, sehingga aplikasi tidak disalahgunakan. Jika tidak terjadi penipuan, maka pihak aplikasi Tinder tidak akan menerima akibat dari penipu. Setiap orang pada akhirnya bisa dengan nyaman menemukan pasangan hidup walaupun dipertemukan melalui aplikasi online.

 Korban Tinder

Menurut salah seorang korban dalam kasus penipuan di Tinder, penipu kerap mengaku sibuk mengurus berbagai pabrik yang dimilikinya, sehingga membuat para korban menganggap bahwa ia merupakan sosok yang kaya raya. Ia juga sering memamerkan pakaian bermereknya lewat foto-foto yang diunggah ke media sosialnya. 

Penipu juga digambarkan sebagai laki-laki-laki yang dapat membuat siapa pun jatuh cinta. Ketika bertemu, penipu bisa membuat korban merasa nyaman dan percaya dengannya sehingga korban akhirnya masuk ke perangkap penipu dan memberikan pinjaman uang dengan iming-iming akan dikembalikan. 

Akan tetapi sayangnya, uang korban tidak pernah kembali dan penipu dikabarkan menghilang tanpa jejak serta memblokir akun media sosial korban tanpa membayar hutangnya.

Ada beberapa korban yang masuk perangkap penipu tersebut dengan kerugian yang cukup besar. Akhirnya, para korban memberanikan diri untuk mengutarakan kejadian yang sebenarnya tentang pengalaman pahit mereka agar tidak ada korban lainnya yang terperangkap dalam rayuan penipu ini. Tidak lama setelah para korban mengutarakan kejadian yang sebenarnya, cahaya terang mulai muncul yaitu seseorang berhasil menemukan sosok penipu ini.

Dikutip dari Huffpost, seorang antropolog biologi di Rutgers University yang telah mempelajari cinta romantis secara ekstensif, Dr. Helen Fisher menjabarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa wanita menyukai pria berduit. Hal ini dikarenakan mereka membutuhkan seseorang untuk membantu merawat anak-anak mereka kelak. 

Dari kutipan ini, wanita mencari pria yang mampu membiayai hidupnya sehingga mayoritas wanita mencari pria yang memiliki profil kaya raya. Akan tetapi, dibalik profil tersebut adanya kebohongan demi keuntungan pribadi pelaku.

Maraknya penipuan ini tidak hanya merugikan finansial, tetapi juga menyebabkan trauma, tekanan, dan fisik. Dari kasus ini, kita tahu bahwa jangan terlalu percaya dengan orang yang kita temui di aplikasi kencan online. 

Sebaiknya kita mencari terlebih dahulu latar belakang orang yang ingin ditemui, sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Kasus seperti ini memang lebih banyak terjadi pada perempuan. Maka dari itu kita harus cermat dan berhati-hati dalam memilih pasangan dalam aplikasi kencan.

 Di samping itu, kasus penipuan ini juga harus segera ditangani oleh aparat hukum dengan menetapkan hukuman bagi para penipu agar tidak ada lagi korban selanjutnya. Selain itu dari pihak aplikasi juga harus melakukan konfirmasi yang ketat terkait profil akun pengguna yang ingin mendaftar agar semua pengguna dapat menggunakan aplikasi dengan tenang dan nyaman. 

Sangat berbahaya jika kasus seperti ini terulang lagi sebab kasus ini bisa saja menjadi acuan negatif bagi pengguna lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Jika kasus seperti ini tidak segera ditangani dengan bijak. Aplikasi bisa mendapat rating jelek dari masyarakakat dan mengakibatkan turunnya presentase pengguna Tinder.

Erica, Feri, Vellisa; Mahasiswa/i Universitas Atma Jaya Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun