Mohon tunggu...
Eric sunarto
Eric sunarto Mohon Tunggu... -

I love writing and writing is one part of my life

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kasih Ibu Kepada Beta

23 Desember 2010   14:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:27 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Sudah de, enggak usah dibayar. Bapak yakin uang kamu juga cuman ada 4rb kan? nasi goreng itu bapak buat spesial buat ade."

"Bapak baik ya. Bapak tidak mengenal aku tapi memberi aku makan dengan gratis bahkan spesial pula. Sedangkan ibuku, orang yang melahirkanku. Dia mengusirku dari rumahnya" Aku menjawab dan menangis, berharap stok air mata ini habis.

"De, bapak cuman memberi 1 piring nasi goreng tapi ade sudah bilang bapak baik. Sedangkan ibu ade memasak setiap hari untuk ade, mencari uang untuk ade, serta menemani ade tidur setiap harinya malah ade bilang jahat."

Kata-katanya membuatku sadar atas kesalahan yang aku perbuat. Tidak seharusnya aku menahan kata maaf dan pergi begitu saja dari rumah ibuku.

"Sekarang ade habiskan aja nasi gorengnya. Bapak buatnya capek dan khusus buat tenangin ade. Nanti malam ade menginap dirumah bapak aja. Besok pagi baru pulang kerumah, nanti bapak bilang ke ibu ade."

Aku menghabiskan nasi goreng itu dengan susah payahnya. Setiap sendok yang ku ambil seakan mempunyai bebanya tersendiri. Ternyata bapak tukang nasi goreng itu betul seorang langganan kue ibuku, dan pagi tadi ibuku sempat meminta pendapat kepadanya. Bapak itu yang menyuruh mengusirku pergi dari rumah. Agar aku sadar dengan kebaikan ibuku yang selama ini dia berikan kepadaku,

********

"Tidak ada seorangpun orangtua yang ingin melukai ataupun menyakiti anaknya" -Ignatius Eric Sunarto

Air mata menjadi teman pengiring untukku menghabiskan sepanjang waktu melewati malam hari itu. Air mata juga menjadi cermin hidayah yang menyadarkan kasih ibu itu sepanjang masa. Ayam telah berkokok panjang menandakan hari telah pagi. Sudah saatnya aku berpamitan untuk pulang kepada bapak itu dan berterima kasih telah memberi saran untuk mengusirku pergi. Di penghujung jalan, aku melihat sosok tua dengan rambut yang sebagian telah memutih. Sosok kecil renta yang sangat tidak asing bagiku, ibuku. Dilihat dari raut wajahnya, dia sama sepertiku. Menghabiskan waktu sepanjang malam tanpa bisa tertidur lelap, bahkan sungguh sulit untuk memejamkan mata dan menyakinkan semuanya akan baik-baik saja. Sisa baju yang berserakan semalam telah dibereskan oleh ibuku. Dimasukan kembali kedalam lemari bajuku.

"Josh, ibu hari ini masak sayur kesukaanmu serta ayam goreng dan sambel terasi. Makan sebelum dingin ya. Ibu minta maaf karena telah mengusirmu kemarin malam."

Suara serak ibu selayak guntur siang itu, mengalahkan sinar mentari yang mulai panas sengatnya. Aku tidak akan pernah lagi melawan perintah ibuku, karena aku sadar tidak akan ada wanita yang mencintaiku lebih besar dari dia mencintaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun